“Reklamasi yang sudah jadi dan telah beroperasi perlu terus dimonitor dan disempurnakan secara berkelanjutan,” ujar Nur Yuono.
Wartapilihan.com, Jakarta – Guru Besar Universitas Gajah Mada (UGM) Prof. Dr. Ir. Nur Yuono menuturkan, reklamasi Teluk Jakarta harus jelas dan terukur. Sehingga, semua stake holder (pemangku kepentingan) mengetahui manfaat reklamasi tersebut. Hal itu disampaikan Nur Yuono dalam sebuah diskusi di bilangan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (23/11).
“Kegiatan reklamasi harus dilaksanakan dengan mengikuti peraturan yang ada. Yaitu peraturan yang sudah disiapkan oleh pemerintah,” ujar Yuono.
Diantara peraturan reklamasi yang sudah diterbitkan pemerintah yaitu Permen-PU Nomor 40 Tahun 2007, Permendagri Nomor 1 Tahun 2008, PP 78 Tahun 2010, Permenhub Nomor 52 Tahun 2011, dan Permenhut Nomor 4 Tahun 2011. Namun, peraturan tersebut masih bersifat sektoral dan belum mengatur secara spesifik reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (WP3K).
“Dampak negatif kegiatan reklamasi harus diatasi dan dieliminir. Hal ini dapat dibuktikan dengan AMDAL, UKP, dan UKL serta pengawasan di lapangan,” jelasnya.
Adapun kegiatan reklamasi yang sudah terlanjur berjalan, lanjut dia, sebaiknya diteruskan sampai selesai agar tidak menimbulkan permasalahan yang berkepanjangan. Sedangkan reklamasi yang belum terbangun -namun sudah mendapatkan izin- dan mendapat banyak penolakan, maka harus dilakukan moratorium (penghentian sementara) untuk dicarikan solusi bersama.
“Reklamasi yang sudah jadi dan telah beroperasi perlu terus dimonitor dan disempurnakan secara berkelanjutan,” imbuhnya.
Menurutnya, setiap pembangunan jelas merubah tata lingkungan. Tetapi yang harus dijaga adalah pembangunan tidak boleh merusak lingkungan dan bersifat sustainable. Sustainable adalah harus memberikan manfaat baik untuk saat ini maupun di masa yang akan datang. Ciri sustainable yaitu harus bersifat ekonomi, bermanfaat terhadap masyarakat sekitar dan tidak merusak lingkungan.
“Masyarakat tidak boleh takut merubah lingkungan, justru yang ditakutkan adalah merusak lingkungan,” tegasnya.
Pada umumnya, Yuono menjelaskan, suatu kawasan atau wilayah tidak menjadi lebih baik tanpa ditata dan diatur oleh ahlinya. Terlebih, dalam pengembangan wilayah, para pengembang harus mengikuti aturan pemerintah untuk mendapatkan kemaslahatan lebih luas.
“Alternarif untuk memenuhi kebutuhan lahan untuk Kota Metropolitan ada empat. Pertama, mengurangi urbanisasi. Kedua, pemekaran kota. Ketiga, pemerataan kegiatan industri. Dan keempat, pemerataan kegiatan ekonomi,” saran dia.
Senada hal itu Guru Besar UI Hasroel Thayib menyatakan, reklamasi harus memberikan empat syarat. Yaitu ecological sustainable, economicly protable, technologicly managable, dan social oriented.
“Itu yang kita terapkan kepada PLTN. Selain faktor ekologis dan teknologi, dia juga harus memberikan manfaat ekonomi. 1 kilogram uranium sama dengan 4 juta ton batu bara. Luar biasa. Tapi secara sosial orang belum diterima. Sosial itu bisa bertentangan dengan agama, adat dan perilaku masyarakat,” ungkapnya.
Dalam konteks Teluk Jakarta, kata dia, dari segi masyarakat harus dilihat apakah bertentangan dengan habit para nelayan atau tidak. Yang terpenting, lanjutnya, tidak boleh sampai terjadi penyelundupan obat-obat terlarang.
“Mari kita kaji kembali apa yang menjadi dampaknya. Contohnya lumpur Lapindo. Jangan lihat besok dan lusa, tapi lihat jangka ke depan. Bagaimana mitigasi (memperkecil dampak), adaptasi disesuaikan dan revelensi,” pungkasnya.
Ahmad Zuhdi