“Tanggungjawab sejarah kita semua hari ini adalah menuntaskan reformasi, yaitu penghapusan KKN, membangun demokrasi yang amanah dan berkeadilan. Membuang jalan sesat ekonomi neoliberal, sehingga demokrasi dapat membawa kemakmuran dan keadilan untuk rakyat,” ujar Rizal Ramli.
Wartapilihan.com, Jakarta – Kerusuhan Mei 1998 terjadi akibat adanya krisis kepercayaan, krisis ekonomi, krisis pangan, dan krisis moneter.
Gerakan Mahasiswa dalam reformasi 1998 secara beruntun terjadi sejak penembakan terhadap Mahasiswa Trisakti, berlanjut dengan aksi demonstrasi besar-besaran antara lain di Makassar, Medan, Solo, dan Jakarta.
Aksi ini semakin lama semakin masif, sehingga akhirnya ratusan ribu mahasiswa menduduki Gedung DPR RI. Gerakan reformasi berhasil mengakhiri 32 tahun rezim otoriter dan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme).
Disusul kemudian dengan terjadinya transisi rezim otoriter ke demokrasi, yang ditandai, pertama, dengan kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan pers. Hal itu disampaikan mantan Menko Maritim Rizal Ramli pada peringatan 20 tahun reformasi.
“Yang kedua, terjadi perubahan dari sistem sentralistik menjadi desentralisasi dan otonomi,” ujarnya.
Ketiga, reformasi ABRI dalam bentuk penghapsan dwifungsi ABRI dan pemisahan TNI dan Polri. Tuntutan utama gerakan mahasiswa dan pro reformasi, kata Rizal adalah menurunkan Soeharto dan menghapuskan KKN. Tetapi ternyata setelah 20 tahun reformasi KKN semakin sistemik, masif, dan menggurita.
“Pada dasarnya kini amanat reformasi tentang penghapusan KKN, telah dikhianati. Eskalasi KKN yang semakin masif dan menggurita terjadi karena demokrasi yang dihasilkan adalah demokrasi kriminal,” tegasnya.
Sebagai catatan, 300 dari 352 Bupati, setengah dari Gubernur, ratusan anggota DPR dan DPRD dipenjara karena korupsi. Itulah yang menjelaskan kenapa demokrasi kriminal hanya menghasilkan kemakmuran untuk elit dan kekuasaan.
“Setelah 20 tahun reformasi gagal membawa kemakmuran bagi mayoritas rakyat juga karena Indonesia menempuh jalan sesat ekonomi, yaitu neoliberalisme, yang merupakan pintu masuk neokolonialisme,” terang pria dengan julukan “Rajawali Ngepret” itu.
Akibatnya, lanjut dia, kemiskinan, pengangguran dan ketidakadilan sulit dihapuskan. Akibat KKN yang masif dan menggurita serta jalan sesat ekonomi neoliberal membuat Indonesia semakin sulit untuk bangkit mengejar berbagai ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain.
“Tanggungjawab sejarah kita semua hari ini adalah menuntaskan reformasi, yaitu penghapusan KKN, membangun demokrasi yang amanah dan berkeadilan. Membuang jalan sesat ekonomi neoliberal, sehingga demokrasi dapat membawa kemakmuran dan keadilan untuk rakyat,” tandasnya.
Sebagai orang pergerakan sejak usia 21 tahun dan sebagai Mahasiswa ITB 1977/78 ia tidak dapat menerima secara hati nurani dan logika, masih ada 40 persen rakyat yang miskin, dan nyaris miskin, padahal Indonesia negara sangat kaya raya.
“Saya ingin mengatakan kepada mahasiswa dan generasi muda Indonesia hari ini, bahwa pada hakekatnya perjuangan reformasi yang penuh pengorbanan telah dikhianati. Saya tegaskan kembali, saya akan mewakafkan sisa usia saya untuk mengubah Indonesia menjadi lebih makmur dan hebat,” tutupnya.
Sementara itu, dalam aksi Refleksi 20 Tahun Reformasi di Depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (21/5), PB HMI menyayangkan tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian terhadap Pengurus dan Kader HMI Cabang Jakarta.
Ketua Komisi Hukum PB HMI Muhtar Yoga menilai bahwa kebebasan berpendapat merupakan hak fundamental yang dimiliki setiap warga negara Indonesia dan telah secara tegas dilindungi oleh UUD NRI 1945.
“Kepolisian tidak saja telah mengesampingkan apa yang diamanatkan oleh konstitusi, tetapi juga telah melanggar Protap Kapolri No. 1 Tahun 2010,” jelas dia.
Pasca kejadian tersebut, Komisi Hukum telah berkordinasi dengan Kepolisian Resor Jakarta Pusat guna meminta pengusutan tindakan represif yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisiannya.
Hal itu disampaikan Yoga saat ketika menjenguk Pengurus dan Kader HMI Cabang Jakarta yang mengalami luka-luka dan diterima oleh Wakapolres serta Kasatintel Polres Jakarta Pusat, di di RS Tarakan.
Ahmad Zuhdi