Refleksi Mosi Integral Natsir

by
foto:istimewa

“Mengacu pada catatan sejarah tersebut bisa dikatakan tidak mungkin Umat Islam dianggap tidak cinta NKRI,” ujar Hidayat Nur Wahid di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (3/4).

Wartapilihan.com, Jakarta –-Dalam rangka memperingati Mosi Integral M. Natsir 3 April 1950 yang mengembalikan dan mengokohkan Indonesia sebagai negara kesatuan, Fraksi PKS DPR RI menyelenggarakan diskusi publik dengan tema “Memperkokoh NKRI, Mengembalikan Kedaulatan Bangsa”. Peringatan ini rutin dilakukan oleh Fraksi PKS setiap tahun untuk mengenang jasa M. Natsir dan Mosi Integral-nya yang monumental tersebut.

Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, mengatakan bahwa Fraksi PKS setiap tahun menyelenggarakan peringatan “Mosi Integral” Natsir yang sangat penting dalam sejarah NKRI karena melalui Mosi ini Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dan kokoh hingga hari ini.

“Mosi Integral adalah momentum bersejarah yang lahir dari gagasan briliant seorang M. Nasir yang kita kenal sebagai Politisi Muslim yang juga Ketua Umum Masyumi. Hal ini sekaligus menandakan bahwa tokoh-tokoh Islam begitu jelas dan kuat kontribusi dan pembelaannya terhadap NKRI. Ini juga bukti umat Islam adalah tulang punggung NKRI,” kata Jazuli.

Sementara itu, Sekretaris Fraksi Sukamta, yang bertindak sebagai Keynote Speaker menegaskan maksud Fraksi PKS menyelenggarakan peringatan Mosi Integral M. Natsir ini setiap tahun untuk mensyiarkan perjuangan M. Natsir dalam mengembalikan Indonesia ke bentuk NKRI yang selama ini kurang terekpose dalam sejarah. Padahal, momen kembalinya Indonesia kembali ke bentuk NKRI disebut sebagai Proklamasi kedua setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945.

“Peringatan momen bersejarah itu penting sebagai pelajaran generasi bangsa yang hidup saat ini agar tidak lupa dengan peran strategis tokoh dan umat Islam,” kata Sukamta.

Hal senada diungkapkan Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, dalam paparannya. Menurut Hidayat Nur Wahid sejak awal tokoh Islam amat sangat mencintai Indonesia, sehingga tidak heran tokoh seperti Muhammad Natsir memiliki gagasan untuk menghindari Indonesia dari perpecahan. Mosi Integral adalah momentum berdirinya kembali NKRI sesuai UUD 1945. Mosi ini dilaksanakan dengan ditandai dibubarkannya RIS pada 17 Agustus 1950.

“Mengacu pada catatan sejarah tersebut bisa dikatakan tidak mungkin Umat Islam dianggap tidak cinta NKRI,” katanya.

Untuk itu, Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini berpesan agar momentum sejarah yang diciptakan Natsir mampu memotivasi umat Islam untuk sekuat tenaga berusaha mempertahankan dan mengokohkan persatuan dan kesatuan bangsa serta menjaga kedaulatan republik.

“Umat Islam seyogiyanya menjadi pelopor konsensus kebangsaan dalam rangka mengokohkan NKRI dan menjaga kedaulatan Indonesia. Di sini, tidak boleh ada sekat, tidak boleh ada yang merasa paling NKRI atau paling merah putih, sambil menuduh yang lain tidak NKRI dan tidak merah putih,” tandas Jazuli.

Terpisah, Ketua Lembaga Riset Tamaddun Hadi Nur Ramadhan menerangkan, Mosi Integral lahir di kala bangsa Indonesia 5 tahun setelah merdeka tepatnya pada 1950, masih dalam keadaan politik yang kurang baik dari segu ketatanegaraan dan kebangsaan. Ketika Indonesia merdeka tahun 1945, Indonesia diakui oleh beberapa negara bagian, negara Timur Tengah dan negara lainnya.

“Maka, lahirlah Indonesia merdeka dengan Indonesia Serikat yang kita kenal dengan RIS. Oleh karena itu, RIS dari beberapa negara bagian memiliki pemimpinnya. Ketika gejolak tahun 1950 yang cukup memanas, Pak Natsir segera melobby kepada founding father agar seluruh negara bagian bersatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” paparnya.

“Jadi, NKRI itu lahir lima tahun setelah Indonesia merdeka. Dan itu dicetuskan Pak Natsir dengan Mosi Integral Natsir pada tanggal 3 April 1950,” sambung Hadi.

Saat itu, terang Hadi, Soekarno mengatakan bahwa proklamasi 3 April 1950 merupakan proklamasi kedua setelah 17 Agustus 1945. Proklamasi kedua adalah NKRI. Oleh karena itu, NKRI adalah buah dari jasa Mohammad Natsir.

Generasi muda, saran Hadi harus memahami fakta sejarah. Dengan sejarah, lanjutnya, generasi muda dapat lebih bijak dan siap menatap masa depan. Karena itu, saran dia, lembaga pendidikan, sekolah, pesantren, dan perguruan tinggi harus lebih menekankan tentang pendidikan adab sejarah.

“Adab kepada pahlawan, adab kepada pejuang, adab kepada tokoh-tokoh yang telah membangun bangsa ini seperti Mohammad Natsir, Kasman Singodimedjo, Ki Bagus Hadikusumo, KH Wahid Hasyim, Agus Salim, Tjokroaminoto, dan tokoh-tokoh lain,” jelas Hadi.

Melalui momentum 68 tahun Mosi Integral, generasi muda, simpul Hadi harus banyak belajar kepada Mohammad Natsir. “Beliau seorang budayawan, mufakkir, ulama, dan sejarawan yang semuanya terintegrasi untuk khidmat kepada ummat,” tutupnya.

Waspada Ancaman Kedaulatan

Mosi Integral M. Natsir mengandung pelajaran penting bagi bangsa Indonesia bahwa upaya mempertahankan negara kesatuan dan kedaulatan bangsa tidaklah mudah. Penjajah sengaja membagi negara dalam negara-negara bagian agar mudah memecah belah. Ini yang ditentang Natsir dalam mosi-nya.

Melalui peringatan sejarah “Mosi Integral” ini kita juga semestinya bersikap kritis dan waspada terhadap setiap upaya yang merongrong kewibawaan NKRI dan melemahkan kedaulatan bangsa dalam seluruh aspeknya.

“Kita punya Ideologi dan dasar negara yaitu Pancasila yang harus kita jaga dari rongrongan dan praktek ideologi yang tidak sejalan bahkan bertentangan dengannya,” terang Jazuli.

Pertama, kita punya konsep ekonomi kerakyatan berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang harus kita pertahankan di tengah praktek ekonomi liberal kapitalistik yang semakin menguat. Indonesia harus makin berdaulat secara ekonomi, raih swasembada dan orietasi ekspor, jangan malah besarkan impor dan utang negara.

Kedua, dalam aspek politik jangan sampai atas nama demokrasi kita mempraktekkan kebebasan yang kebablasan, menghalalkan segala cara, tidak taat aturan dan etika, juga money politics.

Ketiga, dalam aspek budaya bangsa ini terkenal dengan adat istiadat, nilai agama dan budaya yang luhur. Nilai itu mulai luntur dan perlahan tergantikn dengan budaya liberal, kebarat-baratan, yang nampak dari pergaulan bebas, cara berpakaian yang tidak senonoh, hilangnya sopan santun terhadap orang tua, guru, dan ulama. Termasuk maraknya prevalensi penyalahgunaan narkoba dan psikotropika.

“Itu semua secara akumulatif akan melemahkan pertahanan, keamanan, dan kedaulatan kita sebagai bangsa. Waspadai perang modern berupa proxy war yaitu upaya pelemahan bangsa kita oleh pihak luar melalui pelemahan budaya, ekonomi, politik, dan adu domba sesama rakyat,” kata dia.

Melalui diskusi publik ini, Fraksi PKS ingin mengajak dan bergandengan tangan dengan seluruh komponen bangsa baik di legislatif, eksekutif, yudikatif dan khususnya aparat keamanan dan pertahanan untuk  konsen betul terhadap upaya pengokohan NKRI dan kedaulatan bangsa yang problem aktual tersebut di atas.

“NKRI dan kedaulatan bangsa tidak mungkin dimiliki dan dijaga sendirian oleh satu kelompok saja, tapi harus dimiliki dan dijaga oleh seluruh komponen bangsa, sebagaimana Natsir mencetuskan gagasan Mosi Integral yang kemudian didukung secara aklamasi oleh seluruh komponen politik dan seluruh rakyat Indonesia,” pungkas Jazuli.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *