Polemik Susu Kental Manis

by
Foto: industry.co.id.

Setelah sebelumnya beredar isu bahwa susu kental manis tidak mengandung susu, kini BPOM mengatakan ada kandungan susu di dalam susu kental manis (SKM). Tanggapan ini membuat masyarakat bingung. Mengapa baru ramai padahal SKM telah dikonsumsi sejak puluhan tahun lalu?

Wartapilihan.com, Jakarta –“Air (susu)-nya dikeluarkan, di-evaporate, di-condense, dikentalkan kemudian ditambah gula. Jadi lemaknya itu terkonsentrasi terus ditambah gula,” kata Penny Lukito, Kepala BPOM saat konferensi pers di Kantor BPOM, Senin, (9/7/2018).

Penny menjelaskan, hal yang menjadi persoalan adalah iklan dan label beberapa produk yang membuat salah persepsi pada masyarakat.

“Kalau SKM ini kan iklan yang menyesatkan, efeknya cukup kritikal, karena ini menyangkut masa depan dari manusia Indonesia. Jangan sampai membentuk anak yang senang manis-manis sejak kecil, apalagi lima tahun pertama,” jelas Penny.

Menanggapi hal tersebut, Elvina Rahayu, Auditor Senior Keamanan Pangan mengatakan, jangan sampai mengeluarkan statemen yang sesungguhnya merupakan gap terkait aturan dan implementasi.

“Karena sesungguhnya gap itulah kinerja BPOM yang belum terpenuhi,” tutur Elvina, kepada Warta Pilihan, Selasa, (10/7/2018).

Ia menjelaskan, dalam kategori pangan 01.3 jelas mendefinisikan SKM dan analognya disebutkan, produk SKM harus mengandung minimal 8 persen lemak susu dan 6.5 persen protein.

“Artinya, SKM merupakan produk yang terminologinya eksis diaturan BPOM,” terang dia.

Perkara bahwa ada iklan yang tidak sesuai sehingga terkesan bisa menggantikan fungsi susu terutama utk anak-anak, menurut dia, itu perkara yang beda.

“Perkara ada produk SKM yang tidak mengandung lemak susu sebagaimana ditetapkan ataupun lemak susu yang digantikan dengan lemak nabati, sementara tetap dengan term SKM itu pun perkara beda,” imbuh dia.

Lebih lanjut Elvina mengatakan, apa yang disampaikan oleh BPOM terkait informasi tersebut membuat kebingungan tersendiri bagi masyarakat konsumen, produsen dan stakeholder lainnya.

“Mau bicara etika iklan? Mau sampaikan ada produsen yang memprodksi SKM tidak sesuai aturan? Atau mau menghapus sub kategori pangan 01.3?” Ia pun bertanya-tanya.

Sementara itu, Asep Kayudin, seorang profesional pada perusahaan SKM mengatakan, dewasa ini masyarakat sudah lebih cerdas dalam memilih makanannya.

“Kategori susu itu sudah jelas, jika kandungannya yang dianggap kurang itu ada aturannya dan bisa jadi pilihan konsumen dari sisi harga dan teknologi pengawetannya.

Dari sisi pemasaran pun sudah ada aturannya. Kalau dampak gula tinggi yg dikhawatirkan kenapa produk sirup yg isinya gula tdk membuat stress masyarakat dan para pembuat kebijakan?” Tutur Asep.

Dengan demikian, masyarakat dan sesama instansi terkait pun akan bingung di tengah rendahnya konsumsi susu per kapita di Indonesia.

“Belum lagi dampaknya terhadap produsen di saat sulitnya situasi ekonomi dan bisnis sekarang ini,” pungkas dia.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *