Polemik Akreditasi Lembaga Sertifikasi Halal, Siapa yang Salah?

by
Sumber Foto: Asian.Nikkei.com

Penyidik Bareskrim Polri tengah mendalami kasus dugaan pemerasan dan pungutan liar perpanjangan akreditasi lembaga sertifikasi halal dari Jerman.

Wartapilihan.com, Jakarta — Adanya dugaan pemerasan terhadap Halal Control Jerman yang diduga dilakukan oleh Direktur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim dan pihak yang mengaku sebagai konsultan LPPOM MUI, Mahmood Abo Annaser terhadap General Manager Halal Control GmbH, Mahmoud Tatari menuai perbincangan publik. Direktur Eksekutif Global Halal Watch, Deny Supryatna mengaku prihatin atas adanya praktek-praktek yang mempermalukan nama bangsa.

Terlebih, kata Deny, oknum yang melakukan tindakan tidak terpuji ini justru mengatasnamakan institusi keagamaan yang seharusnya sangat berjarak dengan pemerasan dan tindakan tercela lainnya. “Ini tentu sangat mencemarkan nama baik bangsa dan umat Islam pada umumnya,” kata Deny dalam keterangan tertulis yang diterima Redaksi melalui Mahmoud Tatari, kemarin (24/7).

Maka itu, ia mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk menegakkan proses hukum perkara ini secara cepat dan professional dengan mengedepankan prinsip keadilan dan keterbukaan. Tidak boleh ada pembiaran, apalagi penundaan proses hukum dengan alasan apapun.

“Kami mengimbau kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI), untuk memberikan sanksi setegas-tegasnya kepada saudara Lukmanul Hakim apabila terbukti melakukan perbuatan pidana yang karena tindakannya tersebut telah mencoreng nama baik bangsa dan umat Islam tersebut,” katanya.

“Kami juga mengimbau kepada Pemerintah Selandia Baru melalui Kedutaan Besarnya di Indonesia untuk kooperatif membantu penegakan hukum di Indonesia yang melibatkan warga negaranya atas nama Mahmood Abo Annaser,” ujarnya melanjutkan.

Pegiat halal di Indonesia tidak banyak yang mengenal kiprah Global Halal Watch (GHW). Lembaga serupa yang sudah lama berkiprah adalah Indonesia Halal Watch (IHW) yang saat ini dipimpin Ikhsan Abdulllah.

Mungkinkah GHW lahir sebagai pelengkap IHW? Redaksi Warta Pilihan masih mencari keterangan dari sumber internal GHW, karena GHW belum terdeteksi mesin pencarian Google.

Pada Kamis (18/7) lalu, penyidik Bareskrim Polri tengah mendalami kasus dugaan pemerasan dan pungutan liar perpanjangan akreditasi lembaga sertifikasi halal Jerman ini. Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhyiddin Junaidi menuturkan, kasus ini sudah menjadi rahasia publik.

Kepolisian Kota Bogor telah melakukan BAP (berita acara pemeriksaan) kepada pihak terkait dan pihak Halal Control GmbH Jerman bersikukuh bahwa Lukmanul Hakim terlibat secara tak langsung. Sementara, tak ada bukti dana tersebut masuk ke rekening pribadi Lukmanul. Dana sebesar 50ribu euro itu, menurut Muhyiddin, hanya diterima Mahmood Abo Annaser yang mengaku sebagai konsultan LPPOM MUI.

“Sebagai wakil ketua Dewas (dewan pengawas) LPPOM dan ketua bidang kerja sama internasional, kami berharap agar kasus ini tak merusak citra lembaga MUI dan Indonesia dalam melakukan kerja sama bilateral,” kata Muhyiddin kepada Warta Pilihan, beberapa hari lalu.

Namun, ia mengaku janggal dengan dugaan pemerasan tersebut. Pasalnya, Lukmanul selaku terlapor di satu sisi menolak keterlibatannya, namun di sisi lain, ia tak mengadukan kasus ini ke kepolisian meskipun namanya tengah menjadi sorotan publik.

“Ini yang agak aneh,” tutur Muhyiddin.

Sementara, Kuasa hukum Mahmoud Tatari, Ahmad Ramzy menilai kepolisian bekerja sangat lambat karena belum memeriksa Mahmmod Abo Annaser sebagai terlapor. Meski begitu, ia optimis perkara tersebut bisa sampai di pengadilan.

“Kami yakin perkara ini dapat diputus secara adil dan bijaksana sesuai hukum yang berlaku di Indonesia,” tutur Ramzy kepada Warta Pilihan.

Kendati kedua pihak, yaitu pelapor dan terlapor merupakan warga negara asing (WNA), Ramzy mengaku kasus tersebut tidak dapat dibawa ke Pengadilan Internasional. Sebab, dugaan perbuatan pidana itu dilakukan di wilayah Indonesia, sehingga hukum indonesia yang berlaku.

“Tidak ada dasarnya mahkamah internasional mengadili perkara ini. Ini murni penipuan dan pemerasan,” kata dia.

Ramzy menduga terlapor yakni Lukmanul Hakim dan Mahmood Abo Annaser dapat terjerat hukum atas dugaan kasus penipuan dan pemerasan. Pasalnya, Mahmood yang merupakan warga Selandia Baru mengaku sebagai konsultan MUI. Padahal, tidak ada jabatan konsultan dalam struktur MUI.

“Dan LH (Lukmanul Hakim) selaku oknum MUI yang mengiyakan ketika di pertemuan di Bogor mengenai permintaan uang,” katanya.

Menurutnya, kepercayaan Dewan Halal Dunia (World Halal Council) terhadap LPPOM MUI sangat menurun karena adanya kasus ini. Bahkan, kasus tersebut juga menjadi perbincangan lembaga Halal Control GmbH di beberapa negara.

“Mereka punya harapan besar bahwa kedepannya jangan sampai terjadi hal seperti ini kembali lagi, karena memalukan nama baik MUI atas perbuatan oknum yang tidak bertanggung jawab,” ujar Ramzy.

Kuasa Hukum MUI yang juga pengacara Lukmanul Hakim, Ikhsan Abdullah menegaskan, tidak ada aliran dana yang masuk ke pihaknya atas perkara yang kini ditangani Bareskrim Mabes Polri itu. “MUI tak ada keterlibatan dan menerima sepeser pun ya, dan itu sudah dikemukakan semua yang hadir di sana (gelar perkara),” kata Ikhsan.

Ia mengatakan, MUI tidak mengutip dan tidak menerima uang tersebut. Menurut dia, ini murni perbuatan (permasalahan) antara Mahmoud Tatari warga negara German dan Mahmoud Annaser warga negara New Zealand, dan perbuatannya dilakukan di Jerman.

Ikhsan menerangkan, Halal Control Jerman sebenarnya sudah bermitra soal sertifikasi halal dan memintakan perpanjangan kepada MUI yang dilakukan secara langsung selama berpuluh tahun. Namun, ia justru mempertanyakan kenapa Mahmoud Tatari malah memilih untuk menggunakan jasa konsultasi Mahmoud Abo Annaser.

“Buktinya fee consulting. Ada invoice pembayaran (transfer) konsultan (ke Annaser). Kalau (MUI) menipu, tidak ada invoice. Selain ada invoice dan consultant fee (tertulis di bukti transfer),” ujarnya.

Mengenai pengurusan penerbitan surat pengakuan atau recognize terkait sertifikasi halal luar negeri, MUI tidak pernah memungut biaya. “Kita itu diakui oleh 44 lembaga sertifikasi halal di luar negeri dan 26 negara yang merujuk kepada MUI. MUI itu mengakui, bukan mengesahkan,” kata dia.

Bahkan, dalam proses pengakuan, tidak dipungut biaya dan LPPOM MUI mengirimkan auditor halal ke negara yang meminta pengakuan usahanya berkaitan kelayakan, mengecek komisi fatwa atau board of Syaria, kantornya, kemudian hasil audit disampaikan ke pengurus MUI. Baru diputus layak atau tidaknya untuk mendapatkan pengakuan.

“Kalau mau diakui, anda ikuti (aturannya),” ujarnya.

Menurut Ikhsan, ada jeda dari keputusan rapat pimpinan (rapim) dan penerbitan decree letter dimana keputusannya di tetapkan pada bulan Mei, sementara decree letternya terbit pada bulan Juli. Lalu di jeda tersebut ada orang yang bernama Abo Annaser masuk menawarkan jasa kepada Mamoud Tatari.

“Karena sudah 20 tahun lebih mitra MUI, kenapa dia (Halal Control GmbH) gunakan jasa konsultan? Mereka tergabung anggota World Halal Food Council, pimpinannya selalu Majelis Ulama Indonesia. Sertifikat Halal Luar Negeri diperpanjang dua tahun sekali, dan sifatnya sukarela kalau mau memperpanjang,” ujar Ikhsan.

Seperti diketahui, lembaga sertifikasi halal yang berada di luar negeri, memerlukan akreditasi atau pengakuan dari MUI, supaya sertifikat yang mereka keluarkan diakui di Indonesia. Halal Control GmbH adalah seperti ‘LPPOM’-nya Jerman. Tentu ada juga Komisi Fatwaatau Dewan Syari’ah seperti MUI di Jerman yang mengeluarkan fatwa halal terhadap suatu produk.

Adi Prawiranegara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *