Perppu dan Intoleransi

by

Kehadiran Pemerintah dianggap perlu dengan adanya beberapa kasus radikal melalui penerbitan Perppu.

Wartapilihan.com, Jakarta – Komisioner Komnas HAM Imdadun Rahmat menuturkan, penerbitan Perppu Nomor 2 tahun 2017 menimbulkan masalah baru dan menjadi regresi (kemunduran) dibanding UU Nomor 17 tahun 2013.

“Kewenangan Menkumham berpotensi menjadikan Perppu ini menjadi jaring cantrang bagi semua kelompok berpemikiran radikal,” kata Imdad dalam diskusi ‘Melawan Intoleransi dengan Perda, Perlukah?’ di Gedung GP Anshor Pusat, Jakarta, Jumat (4/8).

Persoalannya, lanjut Imdadun Rahmat, Pemerintah menghilangkan ketentuan keputusan Pengadilan, hanya berdasarkan keputusan Menkumham dalam penerapan sanksi administratif.

“Saya kira kelompok Hizbut Tahrir Nggak perlu dihukum meskipun dia berpikiran melawan Pancasila, tetapi mereka tidak pernah melakukan kekerasan,” imbuhnya.

Selain itu, kata Imdad, Perppu ini menjadi aparatur kekuasaan bagi rezim otoriter untuk memberangus suara kritis terhadap Pemerintah yang berkuasa, termasuk kelompok kritis pro-demokratis, pro-HAM.

Menurutnya, pengaturan dan pembatasan dalam Perppu cenderung selaras dengan tujuan pembatasan itu dari ketentuan Prinsip Siracusa. Diantaranya, mengganggu ketertiban, melanggar hak dan kebebasan orang lain, pembatasan bentuk Perppu setingkat Undang-Undang, dan Perppu dibuat pada saat demokrasi dalam keadaan baik.

“Kembalikan ketentuan putusan pengadilan dalam pasal 62. Penjelasan bahwa delik penodaan agama yang ada pasal 59 dan ayat 3 Point b dibatasi pada penghinaan dan pelecehan agama bukan kelompok yang sering dipilih sebagai ajaran sesat,” tandasnya.

Dalam kesempatan sama, Peneliti LIPI Amin Mudzakkir mengatakan Indonesia berada di posisi negara yang lemah, sehingga butuh kekuatan politis untuk mengembalikan hal itu salah satunya melalui penerbitan Perppu.

“Perppu ini patut didukung karena sekarang kita berada di era pemerintahan yang demokratis. Sebab, sulit sekali mengatasai gejala-gejala intoleransi saat ini,” kata Amin.

Menurutnya, intoleransi yang terjadi saat ini akar penyelesainnya adalah kehadiran negara dan tidak melakukan pembiaran. Saat ini, kata Amin, otoritarianisme bergeser dari negara ke masyarakat sipil.

“Sangat sulit kalau kembali kepada masa lalu (otoriter). Instrumen Perppu ini untuk mengembalikan bandul negara ke posisi yang lebih moderat,” jelas dia.

Lebih jauh, simpul Amin, tidak ada sinyal kuat untuk menyelesaikan persoalan intoleransi di daerah pada kepemimpinan Presiden Republik Indonesia sebelum Joko Widodo.

“Adanya Perppu saya harap ini sinyal dari Presiden Jokowi untuk menyelesaikan persoalan di daerah,” pungkasnya.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *