Pengakuan Mantan Pecandu Games

by
Ilustrasi anak kecanduan game. Foto: korankaltara.co.

Semakin banyak kini orangtua yg kebingungan terhadap perilaku bermain games anaknya.

Wartapilihan.com, Jakarta — Pasca apa yang dikemukakan oleh bapak Presiden beberapa waktu di hadapan mahasiswa dalam acara YOTNC: Young On Top National Conference, kini sangat berpeluang menginspirasi anak muda lainnya agar mau jadi “Atlet” games.

Muhamad Nur Awaludin, salah satu mantan pecandu games yang kini menjadi CEO Kakatu.id mengatakan, adalah benar menjadi atlet games atau eSports merupakan bisnis baru yang sangat menantang di era revolusi industri 4.0 ini.

“Tapi semua orang pasti tahu ini bukanlah hal mudah,” jelas Awaludin, Kamis, (18/10/2018).

Atlet games ini adalah pekerjaan atau profesi khusus untuk para gamers yaitu eSports (Elektronik Sports). Tapi, menurut dia, orangtua harus dapat membedakan antara Gaming atau sekedar main game dan E-Sports itu sendiri. Gaming sekedar main game bahkan bisa membuat kecanduan itu adalah rekreasi, sementara eSports itu adalah profesi.

“Dengan hadirnya eSports, game makin berkembang dari mulai genre sampai platform (alat/tempat) untuk memainkannya. Saat ini bahkan beberapa game yang dipertandingkan di eSports dapat dimainkan langsung di HANDPHONE tanpa harus punya laptop, console, atau PC,” terang dia.

Game-game yang dimainkan di eSports ini sangat beragam, mulai dari Mobile Legend, Point Blank, DOTA 2, AOV, League Of Legends, sampai Game Bola sekalipun.

“Tetapi, pada kenyataannya mencapai tahapan menjadi atlet games di e-Sport sangat, sangat tidaklah mudah. Saya ingin berbagi pengalaman sebagai seorang gamers yang sejak SD sudah main games dan juga sudah pernah punya pengalaman ikut berbagai lomba/kompetisi game,”

Dirinya mengatakan sempat memainkan beberapa game tersebut, bahkan saya sempat bermain game 30 jam non-stop ketika pertama kali kenal dengan Game Online.

“Selain karena sifat dasar game yang menyenangkan dan menantang. Hal itu disebabkan juga karena lewat game online kita dapat bermain dengan orang-orang dari berbagai daerah dan negara, saya bermain tidak hanya dengan orang Indonesia, tapi dengan orang Amerika, Russia, Singapore, dll. Perbedaan zona waktu membuat saya makin lupa waktu,” tukas dia.

Ia mengatakan, semenjak ia kecanduan games dimulai dari munculnya perilaku menyendiri karena sudah punya dunia sendiri, jadi sering marah-marah, ngomong pake kata kasar karena beberapa mencontoh dari games juga.

“Bahkan sampai berbohong, mencuri, dan berjudi, itu semua saya lakukan agar saya punya uang untuk tetap bermain games (Menghalalkan segala cara). Kok bisa? karena kebutuhan main games pada waktu itu dan juga sekarang, tidak hanya untuk bayar internet tapi ada hal lain yang perlu “dibeli” dalam game tersebut,” tegasnya.

Kecanduan games ini bukan hanya masalah anak Indonesia saja tapi juga anak dan remaja diseluruh dunia. Oleh karena itu, pada tahun 2018 ini WHO sebagai organisasi kesehatan dunia sudah menyatakan bahwa Kecanduan Games Online itu adalah Gangguan Mental.

Ciri-cirinya dapat dilihat dari 3 hal dan perubahan perilaku yang menyertainya sesudah diobservasi selama 12 bulan, yaitu 1) Tidak dapat mengendalikan kebiasaan bermain game, tidak kenal waktu, (2) Game sudah menjadi prioritas di atas segalanya, sudah tidak punya ketertarikan lagi dengan hal lainnya termasuk cita-citanya dulu, dan (3) Terus bermain games meski ada konsekuensi negatif dari segi fisik maupun sosial yang dialami, dirasakan oleh diri sendiri bahkan sudah dilihat dan dirasakan oleh orang lain.

“Dimulai dari yang paling ringan seperti jadi males mandi, susah makan, sering sakit-sakitan karena pola tidur rusak, dan sebagainya,” imbuh Awaludin.

Maka dari itu, hal yang perlu diperhatikan ialah tidak serta merta modal Main games doang bisa jadi atlet eSports.
“Diperlukan kerja yang sangat keras dan perjalanan yang panjang untuk menjadi atlet eSports. Jangan sampai cita-cita menjadi atlet eSports hanya berujung kecanduan yang merusak kehidupan pribadi, keluarga, dan sosial,”

Ia melihat, sudah banyak contoh yang saya lihat selama perjalanan tiga tahun ia turun ke lapangan.

“Umumnya beberapa orang tua baru takut, marah sekaligus khawatir ketika anaknya mengalami kecanduan games, anak dan orang tua tersebut tidak menyadari gejala-gejalanya dari awal dan apa yang bisa menyebabkan hal tersebut terjadi,”

Baik orang tua maupun anak, ia menekankan agar harus hati-hati karena beberapa games itu mengandung konten pornografi dari segi karakter ataupun komponen lainnya dalam game itu, misal dari iklan yang kadang muncul tiba tiba.

Berdasarkan hasil penelitian ilmiah Yayasan Kita dan Buah Hati dengan Kementrian PP&PA menunjukan bahwa ada gangguan fungsi otak bagian depan anak yang adiksi pornografi sehingga anak itu terganggu fungsi kontrol dirinya, bahkan bisa dikatakan gak ada bedanya dengan orang yang terkena adiksi narkoba.

“Oleh karena itu orang tua sudah seharusnya mengajarkan dan melatih anak untuk menjaga pandangannya, tutup mata sejenak, tekan close jika ada iklan bermuatan pornografi, hindari memainkan karakter yang seperti itu dan cara apapun agar kita terhindar dari hal-hal yang dapat merusak otak kita dan anak-anak kita,” tekan dia.

Main games sebaiknya secukupnya saja, baik dari segi jenis game maupun waktunya.

“Untuk mencegah anak dari kecanduan Games, carilah aktivitas yang sama atau bahkan lebih menarik dibanding Games itu sendiri. Dibuatkan jadwal yang jelas, bila perlu didampingi oleh orang tuanya. Karena anak perlu dilatih banyak keterampilan lain bukan hanya kognitifnya saja,” pungkasnya.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *