WARTAPILIHAN.COM, Jakarta – Kuasa hukum Firza Husein (FH), Aziz Yanuar, angkat bicara dengan banyaknya berita yang beredar secara liar terkait kasus pidana dengan tersangka atas nama FH, dengan demikian apabila ada pihak pihak yang masih tetap menyebarkan informasi bahwa FH yang membuat dan menyebarkan, maka informasi yersebut adalah informasi yang bersifat non yuridis-formil dan opini jahat yang menyesatkan.
“Kami tegaskan bahwa FH tidak pernah membuat, menyimpan dan menyebarkan photo atau WA chat yang berisi content pornografi. Keterangan FH ini sudah dituangkan ketika pemeriksaan di Kepolisian atau dalam BAP yang merupakan dokumen hukum,” kata Aziz Yanuar kepada Warta Pilihan Rabu (31/5).
Barang bukti hp dan WA chat yang digunakan sebagai alat bukti dalam pemeriksaan dan penyidikan tindak pidana dimaksud telah disita pada saat penangkapan terkait tindak pidana makar pada tanggal 2 Desember 2016. Sehingga, content pornografi yang beredar luas baik dalam bentuk chat maupun foto diduga terkait dan mirip FH muncul setelah hp dan WA disita pihak Kepolisian dan merupakan hasil case building dari pihak penyidik yang semula menyidik tindak pidana makar terhadap FH.
“Foto yang beredar selama ini juga digunakan sebagai objek untuk diperiksa sebagai barang bukti menjerat FH, dalam kasus dimaksud ini sudah merupakan hasil editing yang dibuktikan dengan ada beberapa icon di beberapa bagiannya. Oleh karena itu, perkara ini jelas dibangun dengan menggunakan foto dan aplikasi fake WA chatting hasil proses editting,” paparnya.
Selaku kuasa hukum FH, ia melihat bahwa kasus ini sarat dengan rekayasa dan bemaksud untuk menciptakan sensasi publik dengan tujuan utama untuk menghancurkan kredibilitas Habib Riziq Shihab dengan menyeretnyeret kliennya agar terlihat seolah logis. Menurutnya, tujuan utama perkara ini menghancurkan kredibilitas HRS adalah untuk meruntuhkan kepercayaan umat terhadap HRS agar tidak lagi mampu memimpin untuk menyuarakan kritik umat terhadap jalannya roda penyelenggaraan negara.
“Sikap anti kritik dari penguasa inilah yang kemudian menjadikan aparat penegak hukum melakukan abuse of power untuk membungkam pihak yang kritis melalui rekayasa hukum dan menjadikan hukum sebagai alat represi,” tegas Aziz.
Aziz menduga kuat terhadap adanya politik balas dendam oleh para penguasa modal yang selama ini memback up berbagai kemaksiatan dan kerusakan, serta kelompok yang berambisi menguasai Indonesia melalui kekuatan modalnya dengan cara mengadu domba berbagai elemen bangsa.
“Kelompok penjajah pemecah belah bangsa dengan mengembangkan issue intoleran dan radikalisme ini menggunakan tangan oknum aparat negara yang berhasil dibeli dengan menjadikan umat islam dan ulama sebagai target kriminalisasi, sebagaimana yang dulu pernah dilakukan pemerintah hindia belanda terhadap para pejuang yang melawan penjajahan belanda,” tukas dia.
Ironi hukum yang paling buruk dalam UU pornografi, kata Aziz adalah dengan menjadikan korban tindakan penyebaran pornografi sebagai tersangka, apalagi mengkriminalisasi seseorang dengan content porno hasil editing atau rekayasa dari orang yang tidak bertanggung jawab.
“Kami selaku kuasa hukum meminta aparat penegak hukum harus bertindak adil dan menjalankan asas equality before the law, bersikap profesional, modern, dan terpercaya,” tutupnya.
Reporter: Ahmad Zuhdi