Pembunuhan dan Tetangga yang Apatis

by
http://cdn2.tstatic.net

Tetangga sebagai pihak terdekat bagi suatu kasus pembunuhan seharusnya bisa menghindari kejahatan, apalagi terhadap anak-anak.

Wartapilihan.com, Jakarta –Idham Khalid selaku Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat mengaku geram dengan beredarnya berita tentang pembunuhan terhadap anak. Pasalnya, ia mempertanyakan, dimana peran tetangga yang semestinya dapat turut mencegah pembunuhan tersebut?

“Sungguh, saya merasa risih dan mengutuk  tetangganya yang hanya membiarkan dan cuek sehingga kematian terjadi pada anak tersebut. Sayang sekali dan sampai hati mengapa para retangga hanya cuek dan diam mengetahui penyiksaan bocah lima tahun yang dianiaya ibu kandungnya, hingga akhirnya meninggal dunia,” kata Idham, kepada Warta Pilihan, Rabu, (15/11/2017).

Ia menambahkan, semestinya pihak yang menjadi tetangganya mengambil tindakan untuk mengambil anak tersebut, untuk kemudian melaporkan kepada pihak RT/RT, bahkan kepolisian. “Jadi bukannya acuh tak acuh,” tukas Idham.

Ia menduga, hal ini terus-menerus terjadi karena pemerintah dan negara yang telah gagal untuk melindungi anak-anak Indonesia. “Menurut pengamatan saya, pemerintah dan Negara gagal untuk melindungi anak Indonesia. Padahal kepedulian masyarakat sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan anak-anak yang riskan mengalami kekerasan oleh orang-orang terdekatnya,” imbuh Idham prihatin.

Kematian bocah lima tahun akibat dianiaya ibunya di Jakarta Barat pada Sabtu lalu, menurut Idham, memunculkan lagi persoalan lama yang belum tertangani, yaitu ketidakpedulian tetangga atau masyarakat yang tinggal di dekat rumah anak korban kekerasan.

Kasus kekerasan terhadap anak -yang berujung pada kematian, lanjut Idham, seharusnya dapat dicegah apabila warga sekitarnya yang mengetahuinya lebih dini dan segera melaporkan kepada otoritas terkait. “Andaikan para tetangga korban atau yg menyaksikan  tidak cuek, tidak abai, maka sebenarnya anak ini bisa tertolong,” terangnya.

Melihat kondisi tempat tinggal yang berupa kos-kosan yang notabene antar kamar berdempetan satu sama lain, seharusnya, orang-orang yang tinggal di dekat kamar kos NW dapat ‘mendengar’ atau ‘melihat’ kekerasan yang dilakukan NW terhadap anaknya.

“Tinggal di tempat kos, hanya berbatas tembok, seharusnya bisa dicegah, dan andai orang di sekeliling tidak abai, tetapi mau melakukan perlindungan terhadap anak,” ujar dia.

Hukuman Bagi Para Pengabai

Idham menekankan, semestinya ada ancaman hukuman pidana bagi orang-orang yang mengetahui praktik kekerasan terhadap anak dan kemudian membiarkannya, dapat diancam hukuman pidana. “Kalau orang-orang mengetahui, misalnya, penelantaran seorang anak, kalau dia mendiamkan, itu bisa dihukum, keculi kejadian tidak ada yang mengetahui, menyaksikan dan mendengar,” tandasnya.

Jika merujuk pada pasal 59 ayat 2 dalam Undang-undang Perlindungan anak nomor 35 tahun 2014, penelantaran, membiarkan seorang anak menjadi korban dapat dikenai pidana. “Tapi sayang sekali, seluruh masyarakat kebanyakan sepertinya tidak mengetahui bahwa sikap abai masuk dalam kategori pelanggaran hukum,” lanjutnya.

Maka dari itu, Idham berharap tidak ada lagi orang yang cuek melihat tetangganya atau anggota keluarganya disiksa atau menjadi korban kekerasan terhadap anak.

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *