Pedofil Masuk Barisan LGBT?

by
foto:http://cdn.inatimes.co.id

Pedofilia didefinisikan American Psychological Association (2000) sebagai ketertarikan seksual dan kemampuan mendapatkan gratifikasi seksual dari individu di bawah 12 tahun. Pedofil kini dikabarkan bergabung dengan barisan LGBT untuk menuntut kesetaraan hak.

Wartapilihan.com, Jakarta –-Kampanye LGBTP kini mulai gencar dalam rangka mendapatkan pengakuan, penerimaan hingga pelegalan. “Saya kira hal selanjutnya yang akan mereka dorong adalah melegalisasi pedofil,” ujal Rafael Cruz, ayah Senator Ted Cruz kepada BuzzFeedNews dan dilansir Washington Post.

Lestari Admojo sebagai Tim Redaksi Fareastern Muslimah & Shariah mengatakan, hal ini sungguh mengerikan. Pasalnya, anak siapa saja dapat beresiko menjadi korban jika kampanye ini tak dihentikan. “Mengerikan, karena menyasar anak-anak dibawah umur. Anak siapa saja, tak peduli apakah anak jalanan, anak hasil perdagangan gelap, anakmu, dan mungkin anakku, anak kita semua,” kata Lestari, beberapa waktu lalu.

Diskursus tentang kesetaraan hak bagi pedofil sebetulnya sudah ada sejak lama. Pada tahun 2011, Jack Minor yang merupakan editor senior greeleygazette.com. Ia membuat tulisan yang memicu kontroversi dengan judul, “Pedophiles want Same Rights as Homosexuals”.

Ia mengatakan, dengan menggunakan taktik sama yang digunakan aktivis gay, pedofil mencoba mencari pembenaran atas hasrat seksual mereka kepada anak. Hasrat itu tidak jauh berbeda dengan heteroseksual dan homoseksual.

“Tahun 2012/13, kepolisian Inggris mencatat lebih dari 18.000 kasus pelecehan seksual terjadi terhadap bocah di bawah 16 tahun. Pada tahun yang sama 4171 pelecehan dan pemerkosaan dilakukan terhadap bocah perempuan di bawah usia 13 tahun. Inggris yang telah melegalkan hukuman kebiri kimia mulai tahun 1950-an, dalam prakteknya masih sangat marak terjadi sejumlah penyimpangan.

Pada Mei 2015, penelitian oleh National Crime Agency menyatakan ada 250,000 laki-laki di Inggris yang masuk kategori ‘true paedophiles’,” Lestari memaparkan data.

Disamping itu, sepanjang 2016, Puluhan Balita Inggris kerap menjadi korban pedofil. Data yang diperoleh oleh Komunitas Nasional untuk Mencegah Pelecehan (NSPCC) menemukan bahwa secara nasional petugas mencatat kejahatan seks 55.507 anak tahun lalu, rata-rata satu pelanggaran setiap 10 menit.

Lestari menambahkan, terdapat temuan Kementerian Sosial menyebutkan bahwa Indonesia menduduki posisi pertama dalam mendownload situs pedofil di Asia. ECPAT (End Child Prostitution, Child Pornography and Trafficking of Children for Sexual Purposes) menyebutkan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara tujuan pariwisata seks anak terbesar di dunia.

Bahkan dalam wawancara khusus dengan Validnews, Minggu (9/7/2017), Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait dan Aktivis Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Denpasar Siti Sapurah menyatakan bahwa Indonesia adalah surganya para pedofil.

“Di Jakarta saja, lebih dari 2.000 kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak, terjadi setiap tahun. Salah satu pelaku menyatakan bahwa anak-anak miskin (di Asia) jelas sangat-sangat mudah dirayu daripada anak-anak kelas menengah Barat,” terang Linda.

Indonesia, Linda menambahkan, tengah masuk jajaran 10 besar negara dengan tingkat kekerasan seksual terhadap anak-anak dengan kategori sangat mencemaskan. Terbongkarnya kasus komunitas pedofil yang melibatkan orang-orang Indonesia dan para predator anak lintas negara bukan tidak mungkin akan menyebabkan peringkat Indonesia naik dan masuk jajaran 5 negara dengan kasus sexual abuse terbesar.

Jaringan pedofil tersebut disinyalir telah menjadi bagian dari sindikat perdagangan anak (child trafficking) global yang mencengkeram seperti gurita.

“Inilah ancaman perilaku penyimpangan seksual yang mengerikan. Sangat mematikan, tidak hanya berkaitan dengan caranya, namun juga dengan daya rusaknya,”

“Monster teroris yang tidak membunuh korban dengan senjata, namun dengan nafsu seksual yang tak ada habisnya. Korban yang tak akan pernah berhenti, melebihi narasi korban-korban aksi terorisme muslim yang selalu Barat hembuskan,” tegas Linda.

Pedofilia: Refleksi Desensitized in Sexuality

Rita Soebagio sudah menduga, situasi ini akan memuncak hingga di titik ini, dimana pedofil bergabung dengan LGBT. “Karena fenomena ini tampaknya sudah coba dirancang oleh mereka sejak bbrp waktu lalu,” tutur Rita, kepada Warta Pilihan, Selasa, (16/1/2018).

Ia mengatakan, DSM V yang terbit pada tahun 2013 masih menempatkan pedofilia sebagai bentuk parafilia atau kelainan sexual menyimpang bersama dengan masokisme, sadisme, voyeurisme dan eksibionisme. Namun, ia menduga telah ada upaya untuk normalisasi pedofilia.

“Bahkan insiden kesalahan penulisan dalam naskah pertama DSM dimana Phedofilia disebutkan sebagai orientasi seksual banyak disambut gembira oleh berbagai grup Pedofilia dan langsung mendengungkan propaganda LGBT+P yang kemudian mendorong APA mengeluarkan kembali pernyataan bahwa ada kesalahan pengetikan (thypho) dalam naskah pertama DSM V dimana sehatunya ditulis ketertarikan sexual bukan orientasi seksual,” Rita menerangkan.

Situasi ini, Rita menjelaskan, sama seperti dalam kasus pornografi dimana terjadi Desensitized in Sexuality.

“Hal itu menyebabkan terjadinya penurunan sensitifitas akan sebuah hal. Misalnya yang awalnya sudah cukup terangsang melihat paha yg terbuka, maka pada masa yg akan datang rangsangan itu sudah tidak ada, yang akhirnya membutuhkan rangsangan yang lebih tinggi dari soft porn ke arah hard porn, dari yg halus sampai kepada bentuk kekerasan,” imbuh Rita prihatin.

“Ketika sebuah sistem sosial masyarakat sudah terbentuk dengan tingkat permisif yang tinggi pada berbagai perilaku seksual, maka perilaku-perilaku yang kita anggap aneh berdasarkan standar nilai moral dan budaya kita adalah hal yang biasa dalam standar moral san budaya mereka,” pungkasnya.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *