Nasib Waria Pendukung Jokowi

by
Prof. Okamoto Masaaki (paling kiri) yang sedang merepresentasikan hasil penelitiannya mengenai Politik Waria di Indonesia, Senin, (4/9/2017), di Pusat Studi Jepang, Universitas Indonesia dalam acara yang diselenggarakan LabSosio UI dan AWC UI.

Sejak kampanye Pilpres 2014 berlangsung, berbagai kelompok menjadi relawan bagi masing-masing Capres pada masa itu, salah satunya kelompok Waria yang memilih  dukung Jokowi. Bagaimana nasib mereka, tiga tahun setelah Jokowi menjabat?

Wartapilihan.com, Depok –Kala itu, Yulianus Rettoblaut (53 tahun) sebagai Ketua Forum Komunikasi Waria se-Indonesia mengatakan, akan dukung Jokowi sampai titik darah penghabisan, dengan harapan dapat membawa perubahan bagi kaumnya yang sering dimarjinalkan.

Yuli dan 7 juta waria lainnya berkonsolidasi di tim Relawan Merah Putih dengan harapan mendapatkan pemenuhan hak dasarnya sebagai Warga Negara, juga payung hukum untuk kebebasan berekspresi. Euforia kala itu membuncah pasca kemenangan Jokowi-JK; seutas harapan baru bagi waria–juga bisa disebut LGBT, kala itu.

Prof. Okamoto Masaaki sebagai peneliti politik kaum Waria ini mengatakan, baru kali ini kaum LGBT berani mengungkapkan suaranya, mencanangkan kepercayaan pada mesin demokrasi, yakni Partai Politik, pada figur seorang Jokowi. Pasalnya, partisipasi politik ini sebelumnya belum pernah seperti ini.

“Hal ini menarik bagi saya, karena LGBT di Indonesia sejauh ini masih banyak mendapatkan diskriminasi. Tetapi mereka berani untuk lakukan pawai, ketika Pilpres 2014 kemarin,” papar Prof. Okamoto Masaaki yang sudah lama meneliti di Indonesia, dalam acara Diskusi Publik dan Peluncuran Buku bertajuk ‘Perubahan Karakter Gerakan Sosial di Indonesia dalam Partisipasi Politik Pilpres 2014’, Senin, (4/9/2017), di Pusat Studi Jepang, Universitas Indonesia.

Ia mengatakan LGBT di berbagai dunia yang semakin berkembang. Di Jepang sendiri, pada tahun 2012 yang tadinya hanya 5,2% jadi meningkat pada 2015 sebanyak 7,6%. Sedangkan di Pakistan, telah ada administrasi Kartu Tanda Penduduk yang mengizinkan pemiliknya berjenis kelamin X, atau bukan laki-laki maupun perempuan.

Dalam kesempatan diskusi, seorang audiensi perwakilan waria/LGBT naik ke panggung, mengatakan bahwa sampai saat ini–tiga tahun jabatan Jokowi, hak-hak dari LGBT pun belum terpenuhi oleh pasal kontestasi yang harus dilakukan pada kelompok-kelompok di dalam relawan Jokowi itu sendiri.

“Sampai saat ini, kami (LGBT) kesulitan mengaspirasikan hak-hak kami. Kami harus berkontestasi dengan relawan-relawan lain (pendukung Jokowi yang lain–red), dan kami kesulitan,” ungkap seorang audiens dengan wajah prihatin.

Tiga tahun kiprah Jokowi sebagai presiden di Republik Indonesia, Ahmad Suaedi sebagai peneliti senior dari Abdurrahman Wahid Center Universitas Indonesia (AWC UI) mengatakan, salah satu kelemahan Jokowi adalah terlalu merangkul semua pihak. Sehingga, terjadi kontestasi kepentingan bagi masing-masing kelompok relawan yang menginginkan agar hak-haknya terpenuhi; sedangkan, masing-masing kepentingan kadang berbenturan.

“Terlalu merangkul banyak kelompok sebenarnya kurang sehat dalam politik, karena tidak bisa semua pihak bisa dipenuhi aspirasinya, bisa berbenturan,” ungkap Suhaedi, sebagai penulis buku Perubahan Karakter Gerakan Sosial di Indonesia dalam Partisipasi Politik Pilpres 2014 tesebut.

Untuk diketahui, Yuli yang merupakan aktivis Waria masih juga belum bisa menuntaskan targetnya menjadi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Ia sudah gagal beberapa kali sebelumnya. Tahun 2007, ia ditolak karena dianggap belum kompeten di bidang lain selain di bidang perwariaan. Sedangkan saat ini, ia juga gagal jadi Komnas HAM meski Presiden Jokowi sudah menjabat tiga tahun lamanya.

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *