Menyikapi Perbedaan dalam Islam

by
Prof Dr Ugi Suharto (kiri) pada acara INSIST

Kelompok dalam umat Islam dianggap memiliki perbedaan dalam berbagai aspek seperti dalam aspek kalam, fiqih dan siyasah. Bagaimana menyikapinya

Wartapilihan.com, Jakarta– Dosen University College of Bahrain, Prof Dr Ugi Suharto menjelaskan, perbedaan dalam memandang berbagai aspek dalam Islam bukanlah sesuatu yang perlu diperdebatkan. Pasalnya, di tengah perbedaan yang terjadi dalam aspek kalam, fiqih dan siyasah, aspek rukun Islam yang dijalankan masih sama, serta masih memiliki Worldview Islam yang sama.

“Walau berbeda Kalam, fiqh, dan siyasahnya, selama mereka masih orang yang shalat 5 waktu, sama syahadat-nya, (melaksanakan) puasa, zakat, naik haji, tidak mesti dipermasalahkan,” ujar Ugi, di Gedung INSIST, Kalibata, Jakarta Selatan, Sabtu pagi menjelang siang, (29/7/2017).

“(Kalau tidak demikian), nanti kalau ke masjid, masa tanya dulu masjid Sunnah apa masjid Bid’ah. Padahal harusnya kita bersih hati karena worldview-nya masih sama,” lanjutnya yang disambut tawa puluhan hadirin.

Salah satu pendiri Institute for The Study of Islamic Thought and Civilization (INSIST) ini mengemukakan, kita mesti proporsional dalam bersikap terhadap perbedaan yang ada di antara umat Islam, seperti halnya yang dilakukan para ulama dahulu. “Perbedaan harus disikapi dengan proporsional. Kita saling tolong menolong dalam hal yang kita sepakat dan saling memaafkan pada hal yang tidak sepakat. Begitu pula para ulama terdahulu,” paparnya.

Ugi mewanti-wanti, agar berhati-hati dalam sikapi perbedaan, karena dapat timbulkan peperangan. Ia mencontohkan, perang Jamal yang terjadi antara Sayyidina Ali dengan Aisyah Radhiyallahu Anha. “Kalau tidak hati-hati bisa menimbulkan peperangan. Peperangan antara Ali dan Aisyah, itu politik (siyasah),” pungkasnya.

Contoh hal yang terjadi pada masa kini, seperti penggunaan hadits yang terbatas pada hadits Shahih dan Hasan saja yang digunakan. Padahal hadits dhaif pun bisa digunakan sesuai tempatnya. Misalnya, dalam hal doa buka puasa yang umum digunakan, doa tersebut dianggap dhaif. “Doa yang kita bahasakan sendiri kan juga termasuk hadits mawdhu’, jadi tidak ada masalah sebenarnya. Imam Al-Ghazali termasuk orang yang konsern terhadap ilmu dirayah dalam disiplin hadits; dengan kata lain tidak memperhatikan riwayat,” ujar dia.

“Yang penting, fokus beramal saja. Karena jika ditelisik, perbedaan hanya di fiqih, kalam dan siyasahnya. Mudah-mudahan bisa lebih banyak legowo dan toleran,” tandasnya.

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *