“Maa khalaqta hadza batilaa..”
Tidak ada yang sia-sia dari apa yang Engkau ciptakan atau Engkau berikan.
Aku punya tragedi begini-begitu.
Dulu aku masih berteriak-menjerit ketika mendapati sebuah tragedi.
Namun hari ini,
Hanya ucapan alhamdulillah; aku bisa tersenyum membaca tragedi tersebut
(Kuswandani M Yahdin, 2017)*
Wartapilihan.com, Depok —Asisten Peneliti Program Doktor Psikologi Universitas Indonesia, Rianda Febrianti menjelaskan, rekam jejak masa lalu penting untuk mengenali bagaimana diri. Pasalnya, di masa lalu terkandung informasi tentang sifat-sifat yang cenderung berubah, juga sifat-sifat yang cenderung tetap di dalam diri.
“Kita sering bertanya, siapa diriku sesungguhnya? Merekam jejak masa lalu ialah salah satu cara untuk melihat bagaimana diri kita 2 tahun lalu hingga sekarang. Sama atau berubah dapat diukur,” ujar Rianda, dalam diskusi internal Mahasiswa UI, di Bukit Cinere, Rabu malam (2/8/2017).
Sarjana Psikologi Universitas Indonesia tahun 2015 ini menjelaskan, konsep diri berfungsi untuk memahami gambaran diri secara sadar, dan membantu merencanakan perbaikan-perbaikan diri. Salah satu hal paling penting dalam membentuk konsep diri ialah values atau nilai. Namun kemudian, values itu terbentuk oleh banyak sekali hal, seperti lingkungan keluarga, teman, pendidikan, budaya, agama dan juga lingkungan kerja. “Setiap anak yang bahkan dibesarkan di keluarga yang sama, makan makanan yang sama, seringkali memiliki value yang berbeda, karena keluarga baru salah satu faktor saja. Setiap anak memiliki sekolah yang berbeda, teman yang berbeda, dan sebagainya,” ujar Rianda.
Perempuan yang mendalami Psikologi Klinis ini melanjutkan, penting untuk menyadari, bahwa setiap manusia sedikit ataupun banyak pasti akan mengalami perbedaan values dengan orang lain. Maka itu, tidak diperkenankan memaksa orang lain untuk menerima values yang dimiliki oleh diri. “Kita sering mengalami konflik karena perbedaan value itu, kan. Maka dari itu, perlu untuk memahami values yang dimiliki orang lain di sekitar kita; terutama orang-orang yang sering berhubungan dengan kita, seperti keluarga, pasangan, anak, maupun teman dekat,” paparnya.
Untuk mengetahui pertumbuhan pengetahuan mengenai values dan konsep diri, terdapat metode Johari Window yang diciptakan dua psikolog Amerika, yakni Joseph Luft (1916-2014) dan Harrington Ingham (1914-1995). Ada empat area, (1) Daerah terbuka, dimana diri sendiri mengetahui sifat itu dan orang lain juga mengetahuinya, (2) Daerah tertutup, diri mengetahui sedangkan orang lain tidak tahu, (3) Daerah gelap, dimana diri tidak mengetahui sedangkan orang lain tahu, dan (4) Daerah buta, dimana diri tidak mengetahui, dan juga orang lain tidak tahu. “Yang paling misterius itu Daerah Buta, kita mesti mengungkapnya lewat takdir-takdir kehidupan,” tutur Rianda.
Ia menerangkan, salah satu hal sederhana yang bisa dilakukan untuk merekam jejak masa lalu hingga dapat mengenali diri adalah dengan menulis jurnal pribadi harian. “Kita dulu seperti apa? Kita sekarang seperti apa? Jurnal pribadi penting, untuk menganalisis diri.
“Kita perlu belajar jadi mengenal diri-sendiri. Rekam jejak kehidupan dapat menjadi data bagi kehidupan selanjutnya,” pungkasnya.
Eveline Ramadhini