Skoliosis ialah kelainan yang terjadi pada rangka tubuh, khususnya pada tulang belakang. Kelainan ini dapat terjadi pada anak-anak dan dewasa yang biasanya disesbabkan karena degenerasi pada tulang belakang dan faktor usia.
Wartapilihan.com, Jakarta – Hal tersebut disampaikan dr. Ninis Sri Prasetyowati, konsultan ahli dari Klinik Scoliosis Care. Ia mengatakan, masyarakat masih belum sadar soal pentingnya edukasi scoliosis, padahal prevalensi kelainan ini terus meningkat sebanyak empat hingga lima persen di Indonesia.
“Skoliosis dapat terjadi sejak balita dan anak-anak, yaitu usia 0-3 tahun. 4-9 tahun, 10-19 tahun dan lebih dari 19 tahun. Progresitivitas scoliosis terjadi pada umur 10-18 tahun. Jika dilihat dari jenis kelamin, scoliosis lebih banyak terjadi pada perempuan,” kata dr. Ninis, dalam acara ‘Seminar Media’, di Jakarta, Selasa, (17/7/2018).
Lebih lanjut, Ninis mengungkapkan, penyakit ini dapat terjadi karena faktor genetic, bawaan dari lahir, kelainan pembentukan tulang atau neurologis dan juga kebiasaan dalam membawa barang berat. Deteksi scoliosis secara akurat dan dini, menurut Ninis, penting dilakukan dengan cara mengecek dari belakang apakah ada tonjolan pada tulang bahu, pinggang dan pinggul yang memiliki kurva yang tidak seharusnya.
“Ada berbagai cara perawatan, salah satunya dengan terapi non-operasi. Terapi ini dikatakan sebagai harapan baru bagi pasien scoliosis karena dapat mengoreksi kurva derajat yang besar. Umumnya, terapi non-operasi yang dilakukan yaitu penggunaan brace, exercise dan latihan fisik untuk mengurangi rasa nyeri,” terang dia.
Brace, kata kata dia sangat berperan untuk mengoreksi kurva, terutama pasien yang memiliki kurva lebih dari 30 derajat. Ditambahkan oleh Labana Simanihuruk selaku pihak Rehab Clinician, brace secara klinis telah terbukti dapat mengurangi lengkung, sakit dan juga memperbaiki postur tubuh,” tukas Labana.
Efektif atau tidaknya brace dapat dilihat dari kualitas desain dan pembuata brance. Selain bentuk brace yang ramping, ringan dan kokoh, brace juga telah memenuhi standar internasional dan dipakai di seluruh dunia.
“Terapi non-operasi merupakan harapan baru bagi pasien yang tidak ingin melakukan operasi. Terapi non-operasi dapat memberikan hasil koreksi yang maksimal jika pasien menggunakan brace dengan tepat, patuh melakukan latihan fisik sesuai anjuran,” pungkas dia.
Eveline Ramadhini