Mengajak Anak Beramal

by
Sebelum mengajak anak melakukan amalan, jadikan anak memiliki rasa cinta terhadap Allah dan Rasul-Nya. Foto: konsultasisyariah.com.

Banyak orangtua langsung fokus pada target target amalan walau itu kesepakatan. Untuk memotivasinya biasanya dengan checklist yang diberi bintang atau iming iming hadiah atau ancaman hukuman. Padahal haditsnya jelas bahwa “sesungguhnya amal itu karena niat”, dan niat itu ada di dalam jiwa manusia.

Wartapilihan.com, Jakarta — Hal tersebut disampaikan oleh Harry Santosa, pakar parenting berbasis fitrah. Ia mengatakan, dalam riset modern tentang motivasi manusia, niat itu disebut intrinsic motivation atau motif dari dalam diri manusia.

“Di dunia barat, intrinsic motivation ini diteliti secara serius dan menakjubkan banyak orang, bahwa manusia ternyata bisa berkinerja tinggi jika itu berangkat dari jiwanya dan tanpa iming iming. Bahkan dalam riset ditemukan bahwa iming iming membuat kinerja dan kreatifitas kerja lebih rendah,” kata Harry, Jum’at, (5/10/2018).

Menurut dia, itulah mengapa betapa pentingnya “Niat” ini dalam Islam, sehingga banyak buku klasik Islam selalu mengawali bab awal dengan Bab Niat.

“Sayangnya kita umumnya melihat “Niat” sebagai “bacaan atau lafazh menjelang ibadah ritual” bukan sesuatu yang luarbiasa yang perlu diriset lebih dalam karena mampu menggerakkan jiwa manusia,” jelasnya.

Lawannya Niat atau intrinsic motivation adalah extrinsic motivation, yaitu motif yang dipicu dari luar diri manusia, misalnya hadiah, hukuman, rangsangan, stimulus, conditioning, drilling dlsbnya.

“Extrinsic motivation membuat seseorang melakukan sesuatu yang bukan berangkat dari dalam jiwanya sehingga tidak permanen,” terang Harry.

Anak, jelas Harry, akan berhenti beramal jika hadiah atau hukuman juga berhenti. Anak yang terbiasa beramal tertentu karena pembiasaan, akan beramal robotik dan mekanistika, cenderung akan beralih kepada amal lain jika lebih menarik.

“Anak yang beramal karena pengkondisian, bisa berhenti beramal jika kondisi tersebut tidak lagi ada. Bukankah kita ingin anak beramal shalih secara permanen sepeninggal kita kelak?”

Ghiroh atau Gairah adalah spirit yang berangkat dari dalam jiwa karena kecintaan yang besar, maka, jelas dia, agar anak mau beramal dengan ghiroh yang hebat, haruslah berangkat dari cinta kuat, baik kepada Allah, Rasulullah SAW maupun Islam dan orangtuanya.

“Di sisi lain anak mau beramal kalau itu relevan dengan sifat unik atau potensi uniknya. Siapapun akan bekerja dengan baik dan enjoy jika itu relevan dengan potensinya. Berikutnya anak mau beramal kalau ada reason atau alasan yang kuat secara mendalam, mengapa harus melakukan amal tersebut,” tukasnya.

Karenanya, sebelum fokus pada target-target amal tertentu, maka menurut dia perlu untuk membangun dulu cintanya yang besar kepada Allah, Rasulullah SAW, Al-Qur’an, Al-Islam dari kedua orangtuanya.

“Kenali fitrah termasuk sifat keunikan anak anak kita sehingga kita tahu apa yang relevan dengan sifat uniknya; juga ajak untuk menemukan keinginan terdalamnya dan menstrukturkan misi hidupnya agar memiliki alasan yang kuat untuk melakukan amal,”

Dia menekankan bahwa anak kita punya jiwa, punya perasaan, punya keinginan, punya potensi. Anak-anak bukan robot cerdas, melainkan sang anak memiliki fitrah di dalam dirinya yang perlu dikenali, dirawat, dikokohkan, disadarkan, dikuatkan dan seterusnya.

“Jika ananda beramal karena berangkat dari dalam jiwanya, maka mereka akan terus beramal sepanjang hidupnya. Kita tak mungkin bersama ananda selamanya, kita akan wafat lebih dulu dan anak anak akan beranjak dewasa tanpa kita.

Maka bangkitkan fitrahnya agar mereka kelak terus beramal menuju Robbnya sepanjang hidupnya dengan memiliki peran peran peradaban terbaik yang menebar rahmat dan manfaat bagi semesta,” pungkasnya.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *