Anggota Dewan Pengarah BPIP, Mahfud MD, menyatakan sebaiknya peristiwa penyerangan kantor Radar Bogor diselesaikan secara baik-baik. Ia tak dapat membenarkan tindakan para pelaku penyerangan yang secara brutal menyerang kantor Radar Bogor.
Wartapilihan.com, Jakarta – Kantor Radar Bogor diserang pasca terbitnya sebuah artikel berjudul ‘Ongkang-ongkang Kaki Dapat Rp 112 Juta’. Sekitar seratus kader dan simpatisan PDIP meluapkan emosi dengan membawa sepeda motor dan pengeras suara. Mereka mengintimidasi karyawan, serta merusak peralatan kantor.
Menanggapi hal tersebut, Mahfud MD menegaskan, jika ingin menegakkan kebenaran harus dilakukan secara logika.
“Ya itu tindakan yang tidak benar, tidak benar dan jangan berlaku sama dengan orang-orang brutal yang suka menyerang. Diserang ya jangan menyerang seperti itu. Selesaikan baik-baik,” kata Mahfud di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Jumat (1/6/2018).
Adapun pelanggaran etika yang dibuat oleh Radar Bogor dapat diselesaikan secara baik-baik melalui Dewan Pers. Juga, pelaku kekerasan perlu ditindaklanjuti dalam ranah hukum.
“Silakan saja selesaikan semua baik-baik sesuai peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
Ia menekankan, argumen harus dibalas dengan argumen, bukan penyerangan secara fisik yang merugikan.
“Jangan dengan fisik. Itu buruk bagi negara hukum. Oleh sebab itu, yang Radar Bogornya kalau dianggap melanggar etika biar ada dewan pers, dewan etik pers. Yang melanggar hukum dengan kekerasan ada polisi,” ujar Mahfud.
Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif LBH Pers, Nawawi Bahrudin. Ia mengatakan, tindakan tersebut sudah melanggar hukum dan mengancam kebebasan pers.
“Tindakan ini pelanggaran hukum yang bisa dikategorikan perbuatan pidana yang sangat mengancam demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia,” tuturnya dalam rilis yang diterima Warta Pilihan, Jum’at, (1/6/2018).
Nawawi menambahkan, kekerasan dan perusakan kantor Radar Bogor merupakan dapat diancam pidana sesuai Pasal 170 ayat 1 KUHP. Ancaman pidananya penjara lima tahun enam bulan atau penganiayaan sebagaimana dalam Pasal 351 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
“Perusakan alat-alat kantor merupakan bentuk dari tindak pidana perusakan sebagaimana Pasal 406 ayat 1 dengan ancaman pidana penjara dua tahun delapan bulan. Ketiga pasal di atas merupakan delik umum, sehingga pihak kepolisian bisa aktif melakukan proses hukum tanpa harus menunggu adanya pengaduan dari korban,” tegas dia.
Nawawi amat menyayangkan tindakan oknum kader PDIP. Jika hendak melakukan protes terhadap berita Radar Bogor, menurut Nawawi, mereka dapat menggunakan mekanisme hak jawab sebagaimana yang sudah diatur di dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Pasal 5.
“PDIP sebagai organisasi politik terdidik seharusnya memberikan contoh yang baik dalam menyelesaikan sengketa dengan media, bukan malah menggunakan cara-cara melanggar hukum yang justru mencederai nilai-nilai juang partai atau visi misi PDIP,” tutur Nawawi.
Tindakan dari PDIP tersebut juga merupakan sebuah tindak pidana yang tercantum di dalam UU Pers Pasal 18 ayat 1 yang menyebutkan: “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)”.
Atas dasar hukum tersebut, Nawawi meminta Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian segera memerintahkan anggotanya untuk mengusut tuntas peristiwa ini tanpa harus menunggu pelaporan atau pengaduan dari pihak korban.
“Selain itu, pimpinan PDIP juga sebaiknya memberikan sanksi terberat kepada kader yang terbukti terlibat,” pungkasnya.
Eveline Ramadhini