Wartapilihan.com, Jakarta – Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution menilai tindakan kloning maupun menyadap nomor telepon seluler (ponsel) adalah bentuk pelanggaran HAM. Hal ini merespon laporan yang masuk kepadanya mengenai tindakan kloning kepada telepon seluler milik seorang tokoh masyarakat.
“Sebetulnya bukan kali ini saja saya dapat laporan demikian. Beberapa waktu lalu, seorang tokoh masyarakat mengaku mengalami kejadian yang membuat dia bingung,” ujar Manager dalam keterangan tertulis kepada Warta Pilihan, Senin (13/2).
Manager menegaskan setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungam sosialnya.
“Kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan surat-menyurat termasuk hubungan komunikasi melalui sarana elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 32 UU No.39 tahun 1999 tentang HAM),” Manager mengingatkan.
Doktor dari Universitas Ibn Khaldun ini menerangkan, pemerintah wajib hukumnya hadir melindungi dan memenuhi hak konstitusional warga negara tersebut. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 28I ayat (4) dan Pasal 71 UU No.39 tahun 1999 tentang HAM.
“Hak privasi sangat elementer dalam HAM. Privasi sendiri adalah keleluasaan individu. Namun bagaimana bila privasi yang sangat elementer itu tercederai oleh perilaku tidak terpuji orang lain apalagi oleh organ negara/pemerintah? Pedulikah? Atau “I don’t care”, masa bodoh sajakah?” tanya dia.
Pemerintah sebagai pemangku kepentingan, kata Maneger, tidak boleh melakukan penyadapan, kloning dan sebagainya terhadap ponsel warga negara tanpa hak. Ponsel adalah barang multifungsi dan sangat privat.
“Oleh karena itu siapa pun apalagi organ negara/pemerintah, tanpa hak, tidak boleh usil mengaksesnya (UU ITE pasal 30) dan juga tidak boleh mentransmisinya (UU ITE pasal 27).”
Tokoh Masyarakat Jadi Korban
Salah satu tokoh masyarakat yang mengalami tindakan kloning adalah Musthofa Nahrawardaya. Pengurus Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah ini mengaku kaget karena tiba-tiba saja banyak SMS masuk ke nomor ponselnya 0812-**-**44.
“Isi SMS ini rata-rata umpatan dan cacimaki dan ungkapan kemarahan yang dialamatkan ke saya,” katanya kepada Warta Pilihan, Ahad (12/2).
Buntut dari kloning itu adalah terjadinya kemarahan banyak orang kepadanya. Salah seorang penerima SMS yang mengaku sebagai anggota Polisi, menelepon Musthofa dan mengaku tersinggung dengan isi SMS yang dikirim melalui nomor tersebut.
“Namun ketika saya coba korek informasi, apa bunyi SMS yang diterimanya, orang tersebut justru bertambah marah,” imbuh Musthofa. “Dia bersikukuh bahwa seharusnya sayalah yang tahu isi SMS, karena yang mengirim adalah saya,” jelas dia.
Beberapa penerima SMS palsu ini mengaku mendapat kiriman SMS pada Jum’at pagi (10/2). Isi SMS adalah himbauan agar tidak mengikuti aksi-aksi yang dapat berpotensi menimbulkan konflik. Ternyata, penerima SMS ini tidak terima, dan marah karena tersinggung.
“Sejak Jum’at malam (10/2), tidak henti-hentinya telepon dan SMS silih berganti masuk ke HP saya, dan mereka rata-rata tidak terima karena dikirimi SMS yang berasal dari nomor yang saya pakai itu,” tutur Musthofa.
Karena terganggu, Musthofa lantas menonaktifkan nomor ponselnya. Namun ketika ponsel diaktifkan kembali 12 (dua belas) jam kemudian, sejumlah SMS umpatan dan telepon membanjiri ponselnya.
“Saya heran, tidak pernah saya mengirimkan SMS-SMS ke orang-orang itu, apalagi sekarang sudah jaman WhatsApp. Saya cek di Kotak Pesan Keluar, juga tidak saya ketemukan adanya bukti SMS Keluar,” Musthofa bersaksi.
Tidak hanya itu, ternyata beberapa hari lalu email, akun Instagram, Twitter, Facebook, bahkan ID Apple milik Musthofa juga dicuri.
“Namun hingga saat ini, saya tidak tahu siapa pelaku pencurian ini. Bagaimana bisa mereka mencuri semua akun media sosial milik saya?” tanya dia.
Lebih lanjut Musthofa menuturkan bahwa pertengahan Desember 2016, tiga mobil berisi enam anggota Polisi, mendatangi rumahnya. Anggota Unit Cyber Polda Metro Jaya ini mengklarifikasi karena ada laporan bahwa dirinya memposting dokumen rahasia.
“Tapi lagi-lagi, saya tidak merasa melakukan hal-hal seperti itu. Akhirnya, Polisi hanya meminta IMEI saya. Minggu lalu, tepatnya 4 Februari 2017, HP saya yg IMEI nya diminta anggota, tiba-tiba dikunci oleh sistem Android,” kata Musthofa.
Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI Bachtiar Nasir juga turut menjadi korban dari tindakan cloning pihak yang tidak bertanggung jawab. Ia menjelaskan, mulai tanggal 11 Februari 2017 nomor HP miliknya 0817xxxxxxx telah dikloning.
“Untuk itu Saya tidak bertanggung jawab atas segala penggunaan dan pemakaian serta segala informasi dari nomor xl saya yang dapat menimbulkan akibat hukum dan lainnya,” tulis Bachtiar melalui akun Facebook resminya.
Repoter: Pizaro