Kisruh beras sedang terjadi antara para elit penentu kebijakan. Pasalnya, terjadi beda pandangan antara Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dengan Budi Waseso selaku Direktur Utama Perum Bulog. Mendag bersikukuh impor beras, sedangan Budi mengatakan tidak perlu impor karena stok yang masih melimpah.
Wartapilihan.com, Jakarta – “Sampai bulan Juni 2019 itu tidak perlu impor bahkan dimungkinkan beras cadangan impor yang disimpan di bulog tidak akan keluar,” demikian kata Budi saat siaran pers di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Perihal pihaknya yang mengeluhkan fakta gudang yang pihak Bulog harus menyewa atau meminjam, menurut dia hal itu kurang bijak karena akan menambah biaya.
“Kalau saya harus menyewa ruangan soal gudang urusannya Bulog, matamu itu. Ya nggak gitu dong, kita sama-sama aparatur negara, berpikir negara jangan saling tuding-tudingan; pemikiran (seperti) ini tidak bisa bersinergi. Marilah kita diskusikan bareng, ada apa sebenarnya,” jelas dia.
Ia tidak mempermasalahkan impor asal ada landasan yang jelas. “Impor ayo, tapi kayak apa. Logika saya yang mikir bukannya saya nolak impor, kalau saya impor mau ditaruh dimana? Terus kalo enggak bsia dikonsumsi, siapa yang tanggung? Kita berpikir harus utuh jangan karepe dhewek (maunya sendiri),” tegas Budi.
Menanggapi hal tersebut, M. Said Didu selaku Pengamat Kebijakan Publik mengatakan, pada dasarnya ada lima penyebab kisruh tentang beras ini. Pertama, ada empat jenis data yang berbeda antara Kementerian Pertanian, Badan Pusat Statistik, Bulog, data tahunan dan data harian. Data yang berbeda tersebut menjadi landasan yang berbeda bagi setiap instansi terkait, sehingga wajar jika terjadi kekisruhan.
Said Didu mengaku kecewa terhadap Menteri Perdagangan yang tidak pernah mau berdialog untuk menjelaskan apa landasan dari kebijakan impor yang berlebihan ini.
“Izinkan saya agak kecewa, saya berharap Bulog dan Kemendag sebagai pemegang kebijakan publik hadir, tetapi saya menyaksikan Kemendag tidak mau berdialog tetapi hanya mau ketemu kamera satu arah saja. Kalau pejabat sudah takut menjelaskan ke publik, saya agak was-was jangan-jangan landasan pengambilan kebijakan tidak kuat,” jelas Said, dalam acara Indonesia Business Forum TVOne bertajuk ‘Saling Kisruh Impor Beras’, Jum’at, (21/9/2018).
Ditambahkan oleh Rizal Ramli selaku ekonom senior, dikatakan, jika ada yang tidak transparan maka bisa jadi ada kepentingan kelompok tertentu sehingga ada ketidakjelasan dan hal tersebut merepotkan. Dengan kebijakan yang diambil Kemendag ini, Rizal menduga, Jokowi bisa tak dipilih karena kebijakan yang merugikan banyak pihak ini, terutama para petani.
“Faktanya hari ini di gudang bulog ada 2,4 juta ton. November, Desember dan Januari panen raya. Kalau gudangnya enggak ada, mau dibeli gimana dan ditaruh dimana. Kalau bulog gabisa beli lagi gaada gudang, bisa-bisa jokowi enggak kepilih lho bulan April,” tutur dia, dalam kesempatan yang sama.
Menurut Rizal, jika memang betul-betul objektif ada kelangkaan yang benar, memang perlu impor dilakukan. Tetapi jika kelangkaan diada-adakan, maka otomatis harga beras para petani akan jatuh drastis.
“Pada bulan Januari, harus impor 2 juta ton, ini kan kejam. Kalau beras dipaksakan impor, harga jatoh. Menteri Pertanian mau ningkatin produksi, tapi kalo setiap panen bawang harganya jatoh, tebu jatoh, rakyat akan bilang jangan kibulin kita dong,” tegas Rizal.
Eveline Ramadhini