Ketika Ulama Diserang

by
Menshalati jenasah Ustadz Parwoto yang diserang orang "gila" beberapa waktu lalu di daerah Kabupaten Bandung. Foto: Republika.

Belakangan di tahun baru 2018 ini terjadi serangan ‘orang gila’ kepada berbagai tokoh agama, terutama ulama. Ada apa?

Wartapilihan.com, Jakarta –Atas situasi yang tengah marak terjadi, intelijen merupakan pihak yang paling bertanggung jawab soal ini. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi I DPR, Ahmad Hanafi Rais. Ia berharap, pihak intelijen bisa memberikan penjelasan ke Komisi I terkait maraknya kasus kekerasan dan intoleransi kepada tokoh agama dan rumah ibadah yang terjadi di beberapa tempat di tanah air. Komisi I DPR tidak ingin kasus-kasus kekerasan semacam itu terus terjadi.

“Penjelasan ini (dari pihak intel) penting untuk memperjelas apakah benar ada dalang dibalik semua rentetan kejadian kekerasan terhadap tokoh agama baik ulama, biksu dan pastor serta pengrusakan rumah ibadah ini. Paling tidak, ada informasi awal untuk memastikan bahwa kejadian intoleran yang terjadi di Jawa Barat dan Jogja adalah yang terakhir,” tutur Hanafi, Rabu, (14/2/2018).

Ia mengatakan, perlu untuk mengundang seluruh pihak yang menguasai bidang intelejen untuk memaparkan apa yang terjadi. “Apakah benar semua insiden ini hanya kriminalitas murni atau tidak,” lanjut Hanafi.

Politikus PAN ini menegaskan, jika memang hal ini merupakan bentuk kriminal murni, aparat perlu usut dengan setuntas-tuntasnya tanpa pandang bulu. Tanpa perlu membuat wacana-wacana yang belum tentu pasti. “Usut sampai tuntas siapapun itu tanpa memandang latar belakang,” tegas dia.

Komisi I DPR tidak inginkan rentetan kekerasan ini menjadi kejadian yang sistematis dan terulang kembali di lain waktu. “Terlebih jika tujuannya untuk menciptakan pra kondisi soal isu kedaruratan yang tidak diperlukan. Jadi, lebih baik dideteksi dini dan dicegah secepatnya. Dan itu adalah tugas intelijen kita,” tukas dia.

Sementara itu, sekitar 300 ulama perwakilan Pondok Pesantren se-Priangan Timur yang mengatasnamakan Forum Masyarakat Peduli Situasi (FMPS) menghadiri rapat di Ponpes An Nur Jarnauziyyah, pada Rabu (14/2/2018) kemarin.

Pada hasil akhir, mereka menyepakati enam poin dalam menyikapi potensi serangan ke ulama dan ponpes di wilayah Priangan Timur meliputi Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, Pangandaran, dan sekitarnya.

“Pada poin pertama, kami mendesak pemerintah termasuk Kepolisian dan Badan Intelijen Negara guna menangkap dalang pelaku gila yang meresahkan masyarakat. Kedua, FMPS mendesak DPR guna membuat aturan mengenai jaminan keamanan bagi warga negara dari segala ancaman,” tutur KH Aminuddin Bustomi, Ketua FMPS.

Kedua, FMPS akan meningkatkan pengamanan di lingkungan masing-masing dengan pemuda setempat supaya pemuka agama bisa fokus melakukkan aktivitas pengajian.

Selanjutnya, FMPS juga meminta pengusutan secara tuntas dan transparan sejak awal proses hingga tuntas agar masyarakat mengetahui rangkaian peristiwa yang terjadi. Sebab, dikhawatirkan adanya rekayasa kasus ketika tidak dipublikasikan ke masyarakat.

“Kami juga menyatakan demikian supaya semua warga negara diperlakukan sama di mata hukum. Jangan sampai ada perlakuan khusus, semuanya harus diperlakukan sama,” tegas KH Aminuddin.

Kemudian di poin terakhir, FMPS meminta pemerintah dan penegak hukum hadir dan aktif dalam menyikapi masalah yang terjadi di masyarakat. Hal ini, dibutuhkan guna mencegah korban terus bertambah. “Harus pro aktif dalam mengambil langkah nyata menyikapi masalah ini agar tidak menambah kebingungan dan korban umat,” pungkasnya.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *