Bediuzzaman Said Nursi (1877 – 1960 M) ialah seorang ulama kharismatik asal Turki yang memiliki magnum opus Risalah An-Nuur yang berisikan tadabur dari ayat-ayat Al-Qur’an. Bagaimana Badiuzzaman mentadaburkan tentang cinta, sebuah topik yang selalu hangat setiap waktu?
Wartapilihan.com, Jakarta – Dalam salah satu risalahnya dalam buku yang berjudul Tuntunan Bagi Perempuan, Bediuzzaman sedikit membahas soal cinta. Sering ada pertanyaan-pertanyaan yang muncul semacam rasa cinta yang hadir ini, apakah mampu dipersembahkan seluruhnya kepada Allah Ta’ala? Atau, apa hakikat dari cinta itu sendiri?
Bediuzzaman mengatakan, rasa cinta memang tidak muncul karena kehendak dan ikhtiar, tetapi, bagai gembala, dia bisa diubah arahnya—dari kecintaan yang bersifat semu menuju kecintaan yang hakiki. Membaca pemaparan dari Bediuzzaman, penulis menjadi teringat kisah Zulaikha dan Yusuf.
Zulaikha ialah sang perempuan pencari keindahan. Ia menemukan keindahan itu pada Yusuf alaihissalam. Sampailah suatu waktu, ia sangat tergila-gila pada Yusuf, namun Yusuf tak menerimanya waktu itu. Apa yang terjadi kepada Zulaikha setelahnya? Ia diceraikan dan diusir dari istana kerajaan yang mahsyur dan bermartabat itu. Ia menggelandang, tidur di kardus dengan wajah yang semakin kusai-masai karena tidak lagi terurus.
Ia jalani itu bertahun-tahun lamanya, sampai suatu waktu Yusuf menemuinya untuk menikahinya. Ia bak pangeran berkuda yang menjemput kekasihnya. Tetapi, dengan mata cemerlang Zulaikha membalas, “Tidak, Yusuf. Cintaku yang begitu besar kepadamu dulu, tidak lain hanyalah sebuah hijab yang ada antara aku dan Sang Kekasih. Aku telah merobek tirai itu dan mencampakkannya,” ujarnya dengan lirih. Ia melanjutkan, “Kini aku telah menemukan Kekasihku yang sesungguhnya, hingga aku tak lagi membutuhkan cinta darimu,”
Cinta, Bediuzzaman melihatnya, bukan hanya cinta dalam artian yang sempit—hanya kepada lawan jenis. Tetapi kecintaan terhadap indahnya musim semi, makanan yang enak, buah-buahan yang segar, dan lain sebagainya, ia maknai itu sebagai bentuk syukur kepada Sang Pencipta yang Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih) dan Al-Mun’im (Maha Pemberi Nikmat). Demikian juga kecintaan terhadap orang tua, menurutnya, ialah bentuk rahmat dan kebijaksanaan yang ditanamkan kepada kedua orang tua sehingga mereka mengasuh dengan penuh kasih sayang. Hal itu patut direnungi dan disyukuri.
Ia berpesan, “Jadi, cintailah dunia berikut seluruh makhluk yang berada di dalamnya dengan pengertian makna di baliknya (makna harfi); jangan mencintai karena diri mereka sendiri (makna ismi). Jangan engkau berkata kepada sesuatu, “Betapa indah ini!” tetapi berkatalah, “Betapa indah penciptanya!”’. Kemudian, ia juga ajarkan agar berdoa “Ya Allah, anugerahi kami rasa cinta pada-Mu dan pada sesuatu yang bisa mendekatkan kami pada-Mu,”.
Bagi para pemuda, Bediuzzaman menekankan, agar cinta kepada masa muda dapat membawa kepada mengabdi kepada-Nya dan tidak menyia-nyiakannya dengan berbuat maksiat. Sehingga, di masa tua dapat memanen buah abadi dari ketaatan berupa takwa. Semoga Allah Ta’ala menjadikan rasa cinta di dalam hati sebagai bentuk syukur dan kenikmatan yang melimpah dari-Nya. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamiin. ||
Eveline Ramadhini