Keistimewaan Hidroponik: Pemotongan Rotasi dan Tanaman Berpindah Tempat

by
Putut Wijonarko (Owner Hidroponik SRITI)

Dalam membangun ketahanan pangan nasional ada dua skala yang dapat dilakukan, pertama skala negara dan kedua skala masyarakat. Pemerintah sudah sewajarnya mempunyai farming estate untuk menjamin kebutuhan rakyat.

Wartapilihan.com, Jakarta— Farming estate adalah pola pertanian di mana skala penanamannya intensif dengan luasan yang cukup, sehingga bisa memenuhi kebutuhan nasional. Demikian penuturan Owner Hidroponik SRITI, Putut Wijonarko.

“Farming estate ini akan lebih baik dengan menggunakan sistem hidroponik daripada sistem konvensional tanpa disadari. Mengapa hidroponik skala pehobi tidak sampai logika ini, karena mereka tidak mempunyai jumlah tanaman yang cukup untuk melakukan pemotongan rotasi,” kata Putut kepada Risalah.

Melalui farming estate, apabila di sawah konvensional, saat ini mampu menghasilkan delapan ton per hektar per musim tanam atau hanya 16 ton per tahun, jika memakai sistem hidroponik yang baik, semestinya bisa mencapai setidaknya 40 ton dalam setahun. Karena melalui pemotongan rotasi bisa terjadi lima kali tanam dalam setahun.

“Jadi, di farming estate ini juga harus ditempatkan orang yang profesional dan memiliki SOP baku. Bisa dibayangkan ada farming estate luasnya sekitar 40 hektar lebih untuk satu kawasan dan menopang produksi lima kali lipat dari kondisi saat ini,” ujarnya.

Pemenang Anugerah Inovasi Bisnis Teknologi, Kemenristek Dikti, tahun 2015 ini menjelaskan, teknologi hidroponik yang dilakukan secara intensif akan memudahkan terjadinya hasil panen yang berbeda. Namun jarang sekali orang menyadari bahwa dalam hidroponik tanaman bisa berpindah tempat.

“Ketika tanaman dicabut dari suatu tempat, akarnya tidak akan mati, karena dia dicabut dari air, kemudian dia pindah ke tempat lain lagi dan dimasukkan ke dalam air. Jadi tanaman itu bisa berpindah-pindah,” tuturnya.

Dia mencontohkan, pertumbuhan padi yang di tanam di sawah biasa dengan ukuran 30x30cm, melalui hidroponik ketika padi berumur 0-21 hari, jarak tanam bisa 1×1, 1×3 atau 3×3 centimeter dan dapat dipindahkan tempatnya ke jarak tanam. Misalnya berukuran 20×20, baru kemudian dipindahkan lagi ke lahan 30×30.

“Logika ini yang bisa membuat perubahan di sistem estate-nya. Dengan cara ini, luasan tanaman dapat dihemat hingga 75 persen,” katanya.

Putut mengatakan, hidroponik hakikatnya adalah tanaman yang berpindah-pindah tempat. Selain itu, bisa dilakuakan pemotongan rotasi proses panen. Sementara, dalam pola bertani konvensional, ada jeda ketika petani menanam hingga panen, karena dia harus mengelola tanah kembali, setelah panen ditambah 21 hari, baru bisa ditanam lagi.

“Di sistem hidroponik, begitu satu tanaman panen, tanaman rotasi penggantinya sudah berjalan. Jadi, ketika panen di hari ke-100, maka di hari 101 sudah masuk lagi tanaman dengan umur 40 hari, kemudian di hari 140 padi sudah mulai menanam lagi, sementara di sawah sudah mulai menanam, dan begitu seterusnya,” katanya.

Mengenai strategi masyarakat untuk mengembangkan hidroponik sebagai alternatif, masyarakat dapat memulai dengan metode yang terbilang murah, seperti metode simbiosisme antara lele dan sayur. “Walaupun hasilnya belum sempurna, itu lebih baik daripada tidak sempurna sama sekali,” jelasnya.

Soal rasa dan kualitas, menurut Putut, hidroponik sangat terukur. Pupuknya bisa diatur sesuai kebutuhan tanaman, sehingga rasa dan kualitas bisa diatur. Sayuran hasil hidroponik juga lebih crispy, lebih segar, dan lebih manis.

“Selama ini kalau masih rasanya pahit itu karena masih ada bawaan dari kebun (non hidroponik). Sementara, kandungan nutrisinya jauh lebih bagus karena semua unsur mineral terpenuhi di unsur hidroponik,” tuturnya.

Putut menambahkan saat ini di terus mengembanhkan sistem hidroponik di dua kebunnya, yaitu di Bogor dan Jepara Jawa Tengah. Seperti di Jepara dengan luas kebun 1.000 meter dan 800 meter digunakan untuk menanam selada, kapasitas produksi dalam sehari bisa mencapai 5-20 kilogram per hari.

“Dengan metode berpindah-pindah tempat yang dapat menghemat ruang hingga lima kali lipat ditambah dengan pemotongan rotasi, maka hasil pertanian semestinya bisa meningkat 20 kali lipat dari kondisi normal,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *