Kasasi Buni Yani

by

Buni Yani tidak ditahan karena belum memiliki keputusan tetap (inkraht). Kendati dipotong masa tahanan, ia berharap Mahkamah Agung mengabulkan kasasi yang diajukan tim penasihat hukum.

Wartapilihan.com, Jakarta –Ikhtiar Buni Yani mencari keadilan di Pengadilan Tinggi Bandung tak sesuai ekspektasi. Dalam putusannya, majelis hakim menolak banding Buni Yani dan menguatkan keputusan Pengadilan Negeri Bandung yang memvonis Buni selama 1 tahun 6 bulan atas kasus pelanggaran UU ITE.

“Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Bandung Kelas I A Khusus tanggal 14 November 2017 Nomor : 674/Pid.Sus/2017/PN.Bdg yang dimintakan banding tersebut,” demikian petikan putusan yang dikutip dari laman Pengadilan Tinggi Bandung, Selasa (22/5).

Kendati demikian, Buni Yani berharap Mahkamah Agung dapat menerima kasasi yang diajukan tim penasihat hukum. Kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian mengatakan, pihaknya telah mengajukan kasasi sejak beberapa bulan lalu. Ia berharap, kasasi yang ditempuh menjadi jalan terakhir guna mendapatkan keadilan.

“(Kasasi) masih berproses. Berkas baru dinyatakan lengkap sebelum April. Semua sudah diterima oleh mereka (Mahkamah Agung). Sekarang kita tinggal menunggu putusan kasasi,” ujar Aldwin, saat dihubungi Warta Pilihan, Kamis (24/5).

Berdasarkan informasi yang tertera pada laman PN Bandung, disebutkan bahwa penerimaan berkas kasasi diterima MA pada Rabu (4/4). Berkas pengajuan kasasi tersebut bernomor W11.U1/2226/HN.02.02/IV/2018.

Fakta persidangan tak bisa dibantah

Buni menjelaskan bahwa hakim menyidangkan perkaranya mulai 13 Juni 2017. Pada tanggal 14 November 2017 ia diputus bersalah telah menimbulkan kegaduhan dan menghilangkan kata pakai.

“Saya dihukum 1,5 tahun penjara dan tidak ditahan. Persis seperti tuduhan relawan Ahok. Luar biasa,” jelas Buni yang menamakan dirinya pejuang keadilan ini.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa untuk membantah dakwaan dan tuntutan jaksa, pihaknya sudah menghadirkan tiga profesor dari UI yaitu Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra (ahli teori hukum), Prof. Dr. Ibnu Hamad (ahli komunikasi), dan Prof. Dr. Musni Umar (ahli sosiologi) yang juga secara langsung ditujukan untuk membantah cara berpikir dan tuduhan relawan Ahok tersebut.

Dua ahli hukum lainnya yaitu Dr. Muzakir dan Dr. Chair Ramadhan serta ahli bahasa (linguistik forensik) Dr. Andika Dutha Bahari dihadirkan untuk keperluan yang sama.

“Namun hakim lebih mempercayai cara berpikir relawan Ahok yang, maaf, secara keilmuan jelas di bawah enam ahli di atas. Keenam ahli sepakat dan sangat yakin tidak ada kegaduhan dan hilangnya kata pakai bukanlah pidana. Hakim lebih percaya pada relawan yang memiliki afiliasi politik ke salah satu cagub daripada enam ahli yang independen dan keterangannya di persidangan diambil di bawah sumpah. Luar biasa,” tegasnya.

Lebih luar biasa lagi, menurutnya adalah ia dilaporkan berdasarkan Pasal 28 Ayat 2, namun dituntut berdasarkan Pasal 32 Ayat 1 oleh jaksa, dan oleh hakim ia positif dinyatakan bersalah telah melanggar Pasal 32 Ayat 1.

“Ada yang tidak nyambung? Tidak usah dipikirkan karena mereka memang orang-orang luar biasa. Di zaman now, polisi, jaksa dan hakim sangat luar biasa. Luar biasa,” sindirnya.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *