Karakter Kepemimpinan Indonesia

by
foto:http://suratkabar.id

“Banyak orang bermimpi bagus, tapi tidak punya operational leadership. Tidak mampu membuat konsep yang bagus menjadi kenyataan,” ujar Rizal Ramli.

Wartapilihan.com, Jakarta —72 tahun Indonesia merdeka masih menyimpan banyak problematika kebangsaan dan kenegaraan. Eksploitasi alam yang serakah, disparitas yang dalam, tata kelola pemerintahan yang lemah, meningkatnya eksponensial penduduk, keterbatasan sumber daya energi, dan sejumlah persoalan lain menjadi catatan kepemimpinan Indonesia saat ini.

Tahun 2018 dan 2019 merupakan tahun konstelasi untuk menentukan pemimpin Indonesia ke depan. Hajat lima tahunan itu harus mampu mewujudkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia serta kesiapan dalam menghadapi kemajuan teknologi dan bonus demografi pada 2024 mendatang.

Ekonom Rizal Ramli menuturkan, Indonesia memerlukan kepemimpinan yang memiliki visi arah bangsa Indonesia secara terarah, terukur dan sistematik. Pemimpin-pemimpin besar di seluruh dunia, tutur sapaan akrab RR dikenal karena visinya yang progressif.

“Bung Karno dikenal karena visinya melawan kolonialisme-imperialisme. Sehingga dia dianggap pemimpin Asia Afrika,” ujar Rizal Ramli kepada Warta Pilihan di Jakarta, Senin (29/1).

Selain itu, lanjut RR, pemimpin harus memiliki karakter sesuai akhlaq yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW; shiddiq, amanah, fathanah dan tabligh.

“Pemimpin yang karakternya kuat dan jelas, dia tidak mudah goyah oleh pendapat kiri kanan dan tidak mudah dibujukin. Misalnya, dia sangat anti korupsi dan dia tidak mudah dimainkan termasuk oleh anak buahnya sendiri,” ungkap mantan Menko Kemaritiman itu.

Selain itu, Rizal menjelaskan pemimpin harus memiliki jiwa operational leadership. Karakter ini untuk mengimplementasikan cita-cita Luhur menjadi sebuah gerakan.

“Banyak orang bermimpi bagus, tapi tidak punya operational leadership. Tidak mampu membuat konsep yang bagus menjadi kenyataan,” katanya.

Rizal menuturkan, dalam konteks Indonesia, seorang pemimpin harus mampu merangkul semua golongan dan agama. Tidak boleh ada phobia terhadap agama apa-pun. Sebab, jika demikian, Indonesia dapat terpecah seperti masa Republik Indonesia Serikat (RIS).

“Karena, selain itu suasana ketimpangan dan ketidakadilan sosial sangat tinggi sekali. Ini hal-hal yang harus kita hadapi,” pungkasnya.

Terpisah, Ketua Umum Al Ittihadiyah Lukmanul Hakim mengatakan, Al Ittihadiyah akan fokus terhadap pemimpin-pemimpin yang memiliki kepedulian terhadap umat Islam. Guna mensukseskan hal tersebut, Al ittihadiyah terus berupaya melakukan kaderisasi kepemimpinan nasional.

“Dulu banyak kader-kader bangsa yang lahir dari Al Ittihadiyah termasuk di ranah politik. Menghadapi 2018 dan 2019, kita tidak hanya meminta kepada para kader Al Ittihadiyah untuk menjadi bintang tetapi juga menjadi pemimpin yang peduli terhadap persoalan keumatan,”

Ia berharap kepada pemimpin yang maju di 2018 dan 2019 tidak menjadikan umat Islam sebagai objek saja. Tetapi harus mampu melihat pengembangan dan pemberdayaan dalam pilar pendidikan ekonomi dan lain sebagainya.

“Al Ittihadiyah akan mengawal proses kepemimpinan bangsa ini. Kami minta seluruh pengurus tidak menjadi pemilih pasif apalagi menjadi pemilih abstain (golput),” tandasnya.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *