Memberikan janji kepada calon jamaah yang akan berangkat dikasih target waktu tertentu. Pada waktunya tidak bisa diberangkatkan, dan dilakukan penipuan lanjutan dengan meminta sejumlah tambahan uang agar jamaah bisa diberangkatkan.
Wartapilihan.com, Jakarta –Ratusan orang mendatangi posko pengaduan korban PT. First Travel di gedung sementara Bareskrim, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (22/8). Ditaksir dari 34 ribu orang yang menjadi korban agen perjalanan Ibadah Umroh dan Haji tersebut, kerugian yang dialami jamaah mencapai Rp 848 miliar.
Petugas posko pengaduan korban PT. First Travel, Ipda Hardista menyebutkan, data pelapor yang datang ke Posko hingga pagi ini mencapai 3.780 orang. Jumlah tersebut merupakan kalkulasi hari sebelumnya yaitu 2.280 orang ditambah 1.500 orang yang datang hari ini.
NZ (37) salah satu korban penipuan PT. First Travel kepada Warta Pilihan berharap, agar pihak Kepolisian cepat mengusut tuntas pelaku dan mengembalikan dana yang sudah dibayarkan untuk ibadah Umrah kepada para jamaah.
“Saya minta diberangkatin aja Mas dengan asset-assetnya yang sudah ditemukan,” katanya.
Ibu dari dua orang anak ini sudah mendaftarkan dirinya bersama suami serta orang tuanya sejak bulan Oktober 2015. Kala itu, ia mendapatkan informasi dari teman kuliahnya untuk berangkat Umrah murah dengan biaya Rp 14,3 Juta.
“Saya percaya saja Mas karena mereka (First Travel) kan ngambil barangnya banyak, sama kayak kita ambil grosir. Karena saya orang ekonomi jadi masuk di hitungan saja. Hitung saja misalkan dia hanya untung Rp 500 ribu dikalikan 100.000 orang. Sudah untung berapa itu,” ungkapnya.
NZ ketika berangkat Umroh pada bulan April tahun 2015 mengaku merindukan suasana Haramain (dua tanah suci). Saat itu dia bernazar ketika suaminya sedang mengalami kecelakaan dan sudah pulih maka akan berangkat Umroh yang kedua kalinya.
“Kebetulan saya dulu resign dan uangnya cukup besar dari Jamsostek, maka saya DP untuk 3 orang. Ibu saya, saya dan suami dengan DP Rp 5 juta,” imbuhnya.
Dia menuturkan, sempat mengikuti manasik pada 6 November 2016 di Masjid Istiqlal. Namun, tidak ada kecurigaan kalau akan ditipu oleh Travel besar tersebut. Ketika mendatangiu kantor First Travel, NZ hanya diberikan informasi pemberangkatan di bulan berikutnya, tapi tidak diberikan jadwal khusus.
“Saya sudah bayar semua Mas, Rp 14,3 Juta dikali 3 orang. Kalau sekarang saya mau Umrohin ibu saya bagaimana Mas, hutang juga sudah banyak,” tandasnya dengan nada kecewa.
Dalam kesempatan sama, Direktur Tindak Pidana Umum Mabes Polri Brigjen Herry Nahak menyatakan, data jamaah jumlahnya jauh lebih besar melebihi hasil penelusuran Kepolisian terhadap data-data yang dimiliki oleh First Travel. Jumlah total jamaah promo yang mendaftar bulan Desember sampai Mei 2017 berjumlah 72.682 orang. Semuanya sudah membayar lunas dan yang sudah diberangkatkan hanya 14.000 jamaah
“Jumlah total kerugian Rp 848 miliar itu belum termasuk orang yang memiliki utang karena tiket yang belum dibayar. Sebab, provider tiket punya utang Rp 85 miliar kemudian provider visa Rp 9,7 miliar, dan informasi ini akan bertambah dari hotel Arab Saudi karena belum dibayar tentang Crisis Center yang dibentuk Bareskrim,” papar Herry.
Herry menyebut, total pengaduan yang datang mencapai 4.043 laporan. Pelapor terbanyak pada hari Senin sejumlah 2.880 orang yang mengadu lewat email. Jenis pengaduan email mereka sudah membayar lunas, tetapi belum berangkat karena belum menerima jadwal.
“Tantangan yang kita hadapi pertama adalah masalah aset-aset terus bertambah karena dalam beberapa pemeriksaan kalau kita menemukan aset hasil penyelidikan baru kita tanyakan kepada dia (pelaku). Penelusuran aliran dana kita juga bekerja sama dengan PPATK,” ujarnya.
Sementara itu, dosen Kriminolog Universitas Indonesia Bambang Widodo Umar mengatakan, usaha itu (penipuan) sangat mungkin sudah direncanakan. Ibarat bisnis, sasarannya adalah umat muslim yang sangat mendambakan bisa berangkat Umrah atau Haji sebagai pelaksanaan rukun islam ke 5 yang mereka dambakan.
“Banyak yang terkecoh karena untuk naik haji saat ini perlu menunggu waktu cukup lama dan biaya cukup tinggi. Bagi rakyat umumnya, prosedur yang berbelit-belit ini ikut mempengaruhi mudahnya orang terkecoh. Initinya pelayanan haji belum optimal,” kata Bambang saat dihubungi Warta Pilihan, Selasa (22/8).
Di sisi lain, kata Bambang, hukum yang belum tegak secara adil juga membuat orang berani melanggar hukum karena kemungkinan-kemungkinan bisa ringan hukumannya.
“Jika dalam proses hukum bisa diatur ya. Jadi, banyak faktor yang mempengatuhi kasus tersebut,” tutupnya.
Ahmad Zuhdi