Kelas-kelas masyarakat dalam pendidikan masih terjadi di sebagian kalangan.
Wartapilihan.com, Jakarta –Wakil Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) Jeje Zainudin mengatakan, pendidikan adalah hak seluruh warga negara, namun dalam prakteknya pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi terbagi antara swasta dan negeri.
“Yang lebih menyedihkan lagi dari pendidikan swasta ini adalah pendidikan pesantren yang jauh dari sifat komersil. Sehingga untuk hak mendapat pendidikan yang standar itu sungguh susah,” kata Jeje Zainudin di aula Buya Hamka Gedung MUI, Jl. Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (23/8).
Sebab, lanjut Jeje, pesantren-pesantren yang dibangun ormas termasuk Persatuan Islam di Jawa Barat saja tidak kurang dari 500 lembaga pendidikan, tetapi perhatian dari pemerintah sangat minim dengan pendidikan standar.
“Dari mulai tanah yang harus kita miliki, kita beli sendiri, iuran shodaqoh para jamaah, setelah tanah waqaf itu ada kita juga harus membangun sendiri supaya mempunyai bangunan standar, setelah kita mempunyai gedung yang standar, kita juga harus bekerja keras merekrut guru dan menggajinya,” papar Jeje.
Menurut dia, ketidakadilan dalam aspek pendidikan ini masih terjadi dalam beberapa kasus. Kebijakan pemerintah saat ini belum memiliki keberpihakan terhadap umat Islam dengan memperhatikan masyarakat ekonomi kelas bawah yang tidak mampu untuk mengenyam pendidikan.
“Sebab itu, patut dipertanyakan, mengapa ketidakadilan di bidang pendidikan ini masih berlangsung. Dalam hal ini Kemendikbud, apakah masih ada ketidakadilan terhadap kelas-kelas masyarakat dalam belajar dengan sarana prasarana yang terbatas? Sementara di akhir dari pendidikan itu mereka dipaksa mutunya harus sama dengan ujian nasional. Mudah-mudahan pemerintah dapat mempertimbangkan hal ini kembali,” tandasnya.
Dalam kesempatan sama, Ketua PP Dewan Masjid Indonesia Nasir Zubaidi menyatakan, pendidikan agama untuk sekolah negeri tinggal di modifikasi apakah sama dengan diniyah atau harus sekolah di tempat yang berbeda.
“Untuk sektor kota mungkin mudah dilaksanakan karena banyak orang tua yang kelas menengah, tetapi untuk di daerah banyak minat orang tua yang ke pesantren. Itu situasional saja karena memang tujuannya adalah untuk pendidikan karakter, agama dan kebudayaan,” kata Nasir.
Kendati demikian, di masa akan datang kata Nasir Zubaidi, umat Islam harus mempersiapkan etika berbudaya yaitu pendekatan sosiologis dan antropologis Sehingga dalam dakwahnya santun dan tidak kasar dalam menyampaikan.
“Umat Islam juga dituntut untuk mempersiapkan aqidah, intelektual dan kearifan lokal. Karena berdakwah itu mengajak bukan memaksa,” ujarnya.
Ahmad Zuhdi