Plastik meninggalkan jejak di bumi yang bertahan lama dan berkontribusi merusak lingkungan. Regulasi yang belum kokoh dan kesadaran masyarakat yang minim membuat masalah plastik semakin rumit. Solusinya?
Wartapilihan.com, Jakarta — Pada awal tahun 2016, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan surat edaran (SE) tengang kebijakan kantong plastik berbayar seharga Rp 200 per plastiknya, khususnya di ritel-ritel besar. Dengan ini diharapkan, 4,48 juta ton plastik dapat dikurangi per tahunnya. Penerapan uji coba kebijakan tersebut diterapkan hingga 31 Mei 2016. Sampai saat ini, belum ada kebijakan lebih lanjut sebagai Peraturan Menteri (Permen) sehingga plastik mulai digratiskan lagi oleh para perusahaan ritel setelah uji coba plastik ini berakhir.
Tak dapat dipungkiri, satu orang di Indonesia rata-rata menghasilkan 700 kantong plastik per tahunnya. Dalam keadaan baik dengan kepadatan tinggi, polyethylene berupa zat dalam plastik membutuhkan waktu lebih dari 20 tahun untuk mengurainya. Sedangkan dalam keadaan kurang ideal, misalnya tempat pembuangan sampah, ia membutuhkan waktu lebih dari 500 tahun. Indonesia Solid Waste Association (InSWA) menyatakan, plastik di Indonesia berjumlah 5,4 ton per tahun.
Plastik juga merusak ekosistem laut. Menurut Ocean’s Concervacy’s annual International Coastal Cleanups, kantong plastik secara konsisten termasuk dalam 10 puing-puing sampah paling banyak yang dikumpulkan di pantai seluruh dunia. Kantong plastik menyebabkan kematian hewan laut karena hewan mengira plastik adalah makanan. Indonesia merupakan penyumbang terbesar plastik di lautan, yaitu sebanyak 187,2 juta ton per tahunnya setelah Cina. Data dari United Nations Environment Programme menjelaskan, setiap mil lautan mengandung sekitar 46.000 lembar plastik yang mengembang di dalamnya. Pada 2050 mendatang, World Economic Forum menduga sampah plastik di lautan akan melebihi jumlah ikan.
Anak-anak muda sebetulnya memiliki hak andil dalam berkreasi ide untuk kurangi sampah plastik. Salah satunya, membuat plastik berbahan baku singkong atau ketela yang dibuat Risna Anggraesa (25). Hal yang kurang lebih sama dilakukan Kevin Kumala, berupa CEO dari Avani Eco. Ia juga membuat produk bioplastik, mulai dari gelas, makanan, dan juga kantong yang memiliki label ‘I’m not plastic’.
BEM UI baru-baru ini juga kampanyekan agar mengurangi penggunaan plastik dengan menawarkan berbagai solusi, salah satunya dengan membiasakan menggunakan kantong belanja yang bisa digunakan berulang kali. Bertanggungjawab atas sampah yang dihasilkan dengan membuang pada tempatnya. Hal paling sederhana yang dapat dilakukan, jika konsisten akan berdampak sedikit lebih baik bagi lingkungan, yakni membawa botol minum kemanapun pergi.
Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran Surat Ar-Ruum ayat 41, “Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.” Semoga dengan mengurangi penggunaan plastik, dapat menjadi salah satu upaya menjaga bumi dari kerusakan dari tangan manusia sendiri. II
Eveline Ramadhini