Istilah Remaja Tidak Ada dalam Islam

by
Foto: Eveline.

Karena adanya istilah “remaja” yang menurut para psikolog Barat merupakan masa-masa transisi dari anak menjadi dewasa, berimplikasi pada menurunnya daya juang anak untuk mandiri.

Wartapilihan.com, Jakarta – Hal tersebut disampaikan Harry Santosa, pakar pendidikan parenting berbasis fitrah. Ia mengatakan, istilah remaja pada dasarnya tidak ada di dalam Islam. Justru di dalam Islam dikenal istilah aqil baligh.

“Aqil baligh, baligh itu cenderung lebih cepat, baligh lebih lambat. Baligh itu kedewasaan biologis, aqil itu kedewasaan psikologis. Anak-anak sekarang yang perempuan sudah mens pada usia 9 tahun. Anak laki-laki lebih misterius lagi, mimpi basah nggak ngaku, nggak jelas juga,” kata Harry, di Sekolah Alam Kampung Sawah, Depok, beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan, hal yang sangat miris ialah anak laki-laki misalnya telah mimpi basah pada usia 10 tahu, tetapi usia nikah yang diperkenankan di masyarakat Indonesia biasanya adalah usia 25 tahun.

“Selama 15 tahun ngapain aja dong kalau begitu? Makanya banyak anak yang melakukan mastrubasi, menonton pornografi akibat penasaran. Jadinya, anak-anak kita ini menjadi generasi yang serba salah. Padahal bukan anak zaman now yang salah, tetapi dari orangtuanya,” tukas dia.

Pendefinisian dewasa ini, menurut Harry juga tidak jelas. Pasalnya, dalam UU Pemilu, usia dewasa yaitu 17 tahun sudah bisa memilih. Di sisi lain, UU Perlindungan anak mengatakan, anak merupakan pihak yang usianya dari 0 hingga 18 tahun.

“Padahal, dalam islam tidak pernah dikenal dalam remaja, adolesence, itu hanya pengamatan terhadap masyarakat Eropa oleh para psikolog Barat. Di dalam Islam, tahap perkembangan anak hanya dua, yaitu masa anak dan masa dewasa. Tidak ada istilah remaja,” tuturnya.

Harry menjelaskan, istilah remaja baru ada di abad 20, dan hal tersebut pada dasarnya merupakan buatan di masa Revolusi Perancis.

“Mereka membentuk itu agar mereka tidak segera bekerja, karena usia pekerja akan membludak jika usia 15 tahun sudah disebut dewasa. Itu luar biasa. Pada akhirnya, anak-anak kita jadi tidak mandiri,” tegas Harry.

Di Amerika sendiri, dia menerangkan, seseorang baru disebut dewasa pada usia 26 tahun. Padahal, di zaman Rasulullah, Usamah bin Zaid sudah menjadi panglima perang pada usia 17 tahun dan telah dinikahkan oleh Nabi pada usia 15 tahun.

“Usamah bin Zaid menjadi panglima perang pada usia 17 tahun, kalau di orang arab ketika dalam kandungan dihitung satu, kalau sudah lahir dihitung menjadi dua. Bayangkan, seorang anak diutus untuk memimpin berpuluh ribu pasukan. Menurut pakar sejarah, mengapa hal itu terjadi? Karena Rasul ingin menunjukkan pada dunia bahwa usia segitu sudah bisa pentas dalam peradaban dunia,”

Tapi di zaman ini, menurut dia, orang tua hanya melatih anak-anak untuk shalat, ngaji, tetapi tidak diajarakan untuk melatih mereka mandiri pada usia 15 tahun. Maka dari itu, menurut Harry, anak-anak harus diajarkan untuk hidup totalitas pada usia 15 tahun, yakni sudah memahami soal kewajiban yang tidak hanya shalat, zakat, puasa, dan sebagainya, tetapi juga berjihad.

Tradisi mendewasakan anak ini pada dasarnya juga sudah ada pada suku Minang. Pada usia 9 hingga 10 tahun, anak-anak telah tidur di masjid dan pada usia 13 tahun sudah merantau ke kota yang sangat melatih kemandiriannya. “Itu merupakan warisan ulama sebetulnya,” lanjut dia.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *