BPJS Alami Defisit 16 Triliun

by
Foto: glints.com.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) setelah beberapa tahun berjalan ternyata kini mulai mengalami kemunduran. Pasalnya, defisit yang dialami berdampak pada pihak Rumah Sakit yang harus rela biaya BPJS-nya tertunggak hingga 3,5 Miliar.

Wartapilihan.com, Jakarta – Hal tersebut disampaikan Dede Yusuf, Ketua Komisi IX DPR RI periode 2014-2019. Ia mengatakan, sudah sejak tahun 2014 hingga 2015 selalu terdapat laporan kekurangan dana, namun belum kunjung diantisipasi.

“Informasi yang saya terima, defisit BPJS sebesar 16 T. Alokasi dana yang awalnya pemerintah mau gunakan cukai rokok, tetapi tidak bisa digunakan karena cukai rokok untuk daerah pengasih pajak,” kata Dede, Senin, (17/9/2018), di ruang rapat Komisi IX Gedung Nusantara I, Jakarta.

Lebih lanjut, politisi dari Partai Demokrat ini mengatakan, BPJS ibarat mesin dari mobil Mercy tetapi bahan bakar yang digunakan masih berupa premium. “BPJS ini ibarat mesin mercy tapi bahan bakar masih premium,” tukas dia.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Mardiasmo selaku Wakil Menteri Keuangan mengatakan, terdapat berbagai peran yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah ini, di antaranya peningkatan peran Pemda, efisiensi dana operasional BPJS, peningkatan efisiensi layanan, sinergitas dengan penyelenggara Jamsos lainnya.

“Selain itu di Perpres pada dasarnya juga ada pengaturan soal perbaikan manajemen klaim faskes, perbaikan sistem rujuk dan rujukan, juga perlaksanaan stategis purchasing,” jelas dia.

Ia berjanji akan mengeluarkan peraturan dengan Jamsos lainnya, seperti Jasa Raharja, BPJS Ketenagakerjaan untuk melakukan efisiensi. Menurut dia, masih banyak yang belum menggunakan dana kapitasi.

Di sisi lain, dr. Kuntjoro AP, M. Kes selaku Ketua Umum PERSI atau Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia mengatakan, pihaknya meyakini bahwa program JKN pada dasarnya sangat baik, namun dalam hal realisasi program, menurut dia diperlukan pembenahan.

“Mulai dari masyarakat, pendidikan dokter, RS, Puskesmas. Yang jadi permasalahan kami, pembiayaan itu pembiayaan secara operasional cost bukan case cost. Sementara pembayaran cash flow untuk melakukan operasional harus ada spend besar,” tegas dr. Kuntjoro.

Ditambahkan dari Ikatan Dokter Indonesia yaitu Prof. Dr. Ilham Oetama Marsis, SpOG, ia mengatakan, pihaknya sudah kelelahan menghadapi permasalahan yang bagai lingkaran setan ini. Menurut di, upaya perbaikan yang dilakukan bersifat tambal sulam saja sehingga hasilnya sangat minimal.

“Masalah defisit, janganlah penyelesaian hanya jangka pendek, tetapi implementasi peran Pemda perlu dilakukan perhitungan kembali. Kami melihat, ada dana kapitasi yang mengendap sehingga bisa membuat kepala daerah atau dinas mengendap juga.

Kalau bisa, biaya di Puskesmas menggunakan APBD, bukan kapitasi untuk jangka pendek bail out, mungkin bisa selesai sementara,” pungkas Ilham.

 

Eveline Ramadhini/Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *