Ini Dia Prinsip Mengelola Pesantren

by

Dalam usia 9 tahun pesantren ini telah memiliki aset wakaf tanah seluas 12 hektar dan terus berkembang pesat. Ada lima kunci suksesnya.

‘’Tigapuluh santri matek akibat kerubuhan bangunan pondok lapuk. Kan bisa begitu beritanya di JTV kalau dulu kita tidak nekad untuk mulai membangun pondok yang permanen,’’ tutur Kyai Fathur Rohman mengenang sejarah pondok yang didirikannya.

Hal itu diungkapkan Direktur Ma’had Islamic Center eLKISI dalam Silaturahmi Nasional (Silatnas) eLKISI ke-9 di Pondok Pesantren eLKISI Mojokerto, Jawa Timur, Ahad (21/7).

Sekitar 6.000 jama’ah dari berbagai kota di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Papua, Kalimantan, dan NTT serta NTB, hadir dalam perhelatan rutin tahunan ini. Mereka adalah wali santri, calon wali santri, donatur, dan masyarakat umum.

Kyai Fathur yang lahir pada 12 Mei 1970 mengungkapkan, pada 2009 kondisi Pesantren eLKISI masih memprihatinkan. ‘’Satu-satunya lokal bangunan yang dulu berdiri di tempat ini (halaman tempat berlangsungnya Silatnas), sudah lapuk dan terancam rubuh. Bisa menimpa 30 santri awal kita kalau tidak segera dipindahkan,’’ ujar alumnus Pesantren Al Fattah  Dusun Gesing, Desa Banjarsari, Kec Buduran, Sidoarjo, Jatim, itu.

Bismillah, dengan modal nekad, akhirnya dalam waktu singkat berdiri lokal permanen untuk mengganti lokal darurat.

‘’Nekad itu artinya kita harus yakin, optimis, disertai tawakal,’’ terang Kyai Fathur tentang prinsip mengelola pesantren.

Nekad pula modal utama merintis Pesantren eLKISI. Ma’had ini dimulai dengan saweran tanah wakaf  sepetak demi sepetak di Dusun Kemuning, Desa Mojorejo, Kec Pungging, Mojokerto. Hingga 2005, terhimpun wakaf seluas 8.000 meter persegi.

Pendirian bangunan dimulai Kyai Fathur bersama kawan-kawannya pada Januari 2005 dengan modal Rp 5 juta saja.

Modal sekecil itu untuk menyusun proposal dan penggandaannya sebanyak 2.000 eksemplar. ‘’Alhamdulillah, dengan dukungan jamaah pengajian kami, dari proposal itu terhimpun infak sebesar Rp 300 juta,’’ ungkap da’i Dewan Dakwah yang pernah bertugas di Selatan Banyuwangi ini.

Prinsip berikutnya dalam mengelola pesantren adalah diniatkan untuk menolong agama Allah. Dengan nawaitu ini, kata Kyai Fathur, maka Allah pun akan memberi pertolongan dari berbagai kesusahan, baik dunia maupun akhirat, sebagaimana firman-Nya: “Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Allah pun akan menolong kamu semua…” (QS Muhammad: 7).

‘’Kami sudah sering mengalami, ketika di penghujung kegalauan seperti kas kosong atau ada kendala yang sulit dipecahkan, tiba-tiba datang kemudahan dari Allah,’’ kata Fathur Rohman.

Pesantren tidak selayaknya menjadi menara gading atau elitis di tengah masyarakat. Apalagi jika berada di lingkungan warga yang kebanyakan dhuafa.

‘’Pesantren harus memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi lingkungan sekitar,’’ Kyai Fathur mengemukakan prinsip ketiga.

Ma’had eLKISI pun dirintis dengan aktivitas kerelawanan. Kyai Fathur dan kawan-kawan serta jamaah aktif menghimpun dan menyalurkan donasi untuk korban bencana mulai dari Tsunami Pancer Banyuwangi (2002), Tsunami Aceh (2004) tanah longsor Jember (2005), banjir di Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Pasuruan (2008-2009), Gempa Bumi Bantul Jogja (2006), Lapindo Sidoarjo (2006), Gempa Padang Pariaman (2009) erupsi Merapi (2010), erupsi Kelud (2014), sampai pengungsian Rohingnya di Bangladesh (2017).

Salah satu program sosial eLKISI adalah benah rumah dhuafa. Hingga saat ini, sudah 35 unit rumah senilai belasan juta dinikmati penduduk dhuafa di sekitar pesantren. Pembenahan hunian layak dikerjakan bersama aparat TNI dan masyarakat.

“Tiap bulan kita menyalurkan 12 ton beras untuk membantu masyarakat sekitar yang sangat membutuhkan,” Kyai Fathur menambahkan amalan sosial pesantren.

Di luar kemaslahatan rutin itu, setiap event ma’had seperti pendaftaran santri baru, kedatangan dan kepulangan santri, munaqosah dan silatnas yang dihadiri ribuan orang, juga mencipratkan rejeki bagi warga. Yaitu dari hasil jasa parkir kendaraan dan penjualan makanan serta souvenir.

“Karena itu, meskipun dilalui jalan umum desa dan tanpa tembok pembenteng, komplek pondok kita tidak ada penjaganya. Yang menjaga masyarakat,” kata Kyai Fathur.

Ia kemudian mengutip hadits dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW berpesan, “Siapa memberi kelonggaran dari orang yang susah, niscaya Allah akan memberi kelonggaran baginya di dunia dan akhirat; dan siapa menutupi aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi aib dia dunia dan akhirat; Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya” (HR Imam Muslim).

Prinsip keempat dan kelima dalam mengelola pesantren adalah bersungguh-sungguh dan berusaha menjadi yang terbaik dalam segala hal.

‘’Bersungguh-sungguh artinya kita bekerja dengan ikhlas, keras, cerdas, dan harus tuntas (4-as),’’ papar Kyai Fathur.

Menjadi terbaik adalah keniscayaan dari kerja 4-as. ‘’Misalnya, setiap unit pendidikan di lingkungan eLKISI harus mendapat akreditasi A, seperti Sekolah Dasar Alam eLKISI yang relatif baru ini. Juga setiap santri harus berprestasi terbaik.’’

Prestasi santri misalnya Juara Umum Tapak Suci Jawa Timur dalam Umsida Fair Open, Sidoarjo, 2016 dan 2017, meraih 3 emas dan 1 perak Tapak Suci Nasional, Yogyakarta Championship, 2017, Juara 2 dan 3 Nasional Cerdas Cermat al Islam di Unair, Surabaya, 2016, dan lain-lain.

Beberapa alumnus SMA eLKISI juga berhasil melanjutkan pendidikan ke LIPIA Jakarta, Al Azhar Mesir, dan Sudan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *