“Di zaman yang banyak hutang ini, untuk apa kita memikirkan pembangunan insfrastruktur,” tutur Syahganda Nainggolan.
Wartapilihan.com, Jakarta – Presiden Joko Widodo mengalokasikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur terus meningkat. Pada 2014, porsi anggaran infrastruktur terhadap total belanja negara hanya sebesar 8,7 persen. Setahun kemudian membesar menjadi 14,2 persen. Pada 2016 naik menjadi 15,2 persen. Tahun 2017 ini berada di level 18,6 persen.
Pengamat ekonomi dan politik Syahganda Nainggolan mengatakan, Jokowi lebih tegas daripada era SBY dalam konteks pembangunan yang dikenal dengan neo developmentalisme. Namun, belum ada kontribusi infrastruktur Jokowi dalam konteks sosial.
“Saya kira fokus pembangunan sekarang harus benar-benar dirasakan manfaatnya (cost benefit ratio). Mana yang betul-betul prioritas untuk rakyat dan mana yang akan menimbulkan kesengsaraan hutang buat rakyat kita, ini yang harus dikaji ulang,” kata Syahganda Nainggolan dalam sebuah diskusi di bilangan Menteng, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (21/8).
Artinya, lanjut pendiri Sabang Merauke Circle ini, sejak 3 tahun pemerintahan Jokowi-JK ketimpangan sosial tidak menurun. Faktanya, keadilan sosial hingga saat ini tetap di angka 0,39%.
“Jadi apa gunanya Jokowi menggembar-gemborkan infrastruktur akan menghadirkan keadilan sosial. Tidak semua uang harus dibelanjakan di infrastruktur. Sebab, angka pengangguran kita masih tegolong tinggi. Bisa dibelanjakan di manufacture misalkan,” saran dia.
Selain itu, kata Syahganda, terlalu kecil kalau mengukur kesuksesan pemerintahan Jokowi-JK dari pembangunan Trans Papua, Lintas Perbatasan Kalimantan, Trans Sumatera, PLTU Batang terbesar di ASEAN, dan Simpul Jalur pembangun Ditambah lagi dengan Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Transit (LRT), Skytrain Bandara Soekarno-Hatta, Satu Juta Rumah, dan Bendungan Jatigede.
“Seperti pembangunan Trans Papua sepanjang 3000 KM, Jokowi hanya 800 KM, selebihnya di zaman SBY Kabinet Indonesia Bersatu I dan Kabinet Indonesia Bersatu II. Saya ada datanya lengkap dari Bappenas,” ungkapnya.
Syahganda menyebut, ada 3 kelompok infrastrukutur pada era Jokowi. Pertama pihak yang memanfaatkan infrastruktur untuk pembangunan sosial, kedua pencitraan dan ketiga hanya untuk mencari keuntungan.
“Kalau kita melihat negara dari para kepentingan bisnis, maka banyak di temukan mafia-mafia projek, inilah yang akan menyebabkan hutang di masa lalu,” tukas Syahganda.
Dia menilai, banyak infrastruktur besar Jokowi yang tidak menguntungkan rakyat seperti kereta api cepat Cina tujuan Jakarta – Bandung. Saat ini, simpul dia, Presiden Jokowi harus mensinergikan antara pembangunan infrastruktur dengan lapangan kerja. Bukan hanya melihat aspek politik pencitraan.
“Menurut saya sah-sah saja kalau Presiden (Jokowi) ingin maju dua periode, asalkan itu benar kerjanya,” pungkasnya.
Ahmad Zuhdi