Menjadi produktif adalah hak setiap ibu, terlepas apakah ia seorang ibu rumah tangga, ibu yang masih bersekolah, maupun ibu yang bekerja.
Wartapilihan.com, Jakarta –Menjadi seorang perempuan tidak harus selalu bekerja di publik untuk menjadi produktif. Mengurus anak dengan hati yang ikhlas dan terus belajar, tak akan mengurangi produktifitas seorang ibu rumah tangga.
Nadia Karina Hakman sebagai dosen Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran sekaligus ibu dengan dua anak ini membagi pengalaman dan kisahnya.
Menurut Karin, tolak ukur sebuah produktivitas diukur dari 3 hal, yaitu sejauh mana setiap waktu yang dimiliki dapat senantiasa dioptimalkan dalam amal kebaikan. “Dan kriteria ini memberikan ruang seluas-luasnya bagi setiap ibu manapun, dengan potensi apapun,” papar Karin, dalam Diskusi Online yang diselenggarakan The Real Ummi, Rabu, (12/10/2017).
Ia begitu meyakini bahwa Allah tidak pernah menciptakan setiap diri sebagai manusia biasa-biasa saja, apalagi ibu biasa-biasa saja. Karena, pada dasarnya setiap manusia dicipta untuk menjadi khalifah.
Karin yang terhitung pada Agustus lalu menjadi dosen tetap non-PNS di FE Unpad,
mengatakan keinginannya untuk di rumah, mengoptimalkan fitrah keibuan di dalam dirinya, seperti berbenah rumah maupun memasak.
Namun, sang suami melihat fitrah bakat dan potensi lain dalam dirinya, dari hasil klarifikasi oleh tes bakat 3 bulan lalu, menggunakan metode DISC. “Lalu sang konsultan HRD pun memberi saran, ‘kalau bisa mungkin cocok jadi dosen atau peneliti,'” lanjut Karin.
Ia mengatakan, perempuan yang bekerja pada dasarnya bukan selalu tentang mencari nafkah. Tetapi ia dan suami menyepakati, ada urgensi kebutuhan peran muslimah di dunia luar. Menurut Karin, mengajar sebagai dosen ialah jihad dalam ilmu. “Dan bahkan teringat dalam proposal pernikahan pun, kami azamkan bahwa pernikahan kami harus selalu dalam kerangka dakwah dan syiar Islam,” tutur dia.
Maka dari itu, perempuan yang pernah studi S2 Master of Business di Monash University – Australia ini menekankan, tugas seorang ibu yang produktif memerlukan usaha optimal untuk mengenali diri-sendiri, juga menemukan tujuan penciptaan, serta menemukan peran terbaik yang dapat dilakukan.
“Ketika kita sudah menemukannya, maka tugas kita adalah ‘beramal beramal beramal’, memanfaatkan setiap waktu senantiasa dalam aktivitas kebaikan. Sekalipun aktivitas itu adalah merapihkan rumah,atau mengganti popok, atau memasak, dan sebagainya.” imbuhnya.
Karin melanjutkan, tidak ada amal baik yag terlalu sepele untuk dilakukan. Sehingga, baiknya jangan pernah meremehkan suatu amal yang menjadikan diri lupa kepada Siapa kita beramal. “Boleh jadi, sebuah prestasi yang kita anggap besar, namun kecil nilainya di sisi Allah. Dan boleh jadi, suatu aktivitas yang kita anggap remeh, ternyata Allah limpahkan keberkahan luas di dalamnya,” tandas dia.
“Produktif bermakna berkarya yang menghasilkan manfaat seluas-luasnya. Karena kualitas keberkahan suatu amal, akan bergantung pada niat dan proses pelaksanaannya,” pungkas Karin.
Eveline Ramadhini