Kondisi dunia saat ini, lebih dari 95 persen manusia tidak dapat menikmati udara bersih. Udara yang dihirup cenderung berpolusi yang mengandung partikel halus yang melebihi pedoman kualitas udara. Belum lagi, World Health Organization (WHO) mengemukakan, pada tahun 2014, 7 juta kematian terjadi setiap tahun karena polusi udara, baik dalam ruangan maupun luar ruangan.
Wartapilihan.com, Jakarta – Laporan terbaru dari Global Air menyatakan, beban kualitas udara yang buruk dapat sangat mempengaruhi warga dunia termiskin. Berdasarkan penelitian US Health Effects Institute (HEI), kesenjangan antara negara yang paling tercemar dan paling tercemar terus bertambah besar dari waktu ke waktu.
“Stroke, serangan jantung, kanker paru-paru, dan penyakit paru-paru kronis adalah beberapa masalah kesehatan sering muncul akibat permasalahan udara ini,” tutur Bob O’Keefe, Wakil Presiden HEI, dilansir dari laman National Geographic Indonesia (nationalgeographic.co.id), Rabu, (25/4/2018).
Karena hal ini, polusi udara merupakan hal yang paling beresiko terhadap kematian tertinggi keempat di dunia. “Polusi udara membuat korban berjatuhan besar di selurh dunia. Kesulitan pada pernapasan, tidak tua maupun muda, sekolah maupun bekerja, hal ini beresiko pada kematian dini,” lanjut Bob.
Polusi udara ini sebagian besar disebabkan oleh polusi rumah tangga yang terakumulasi, mulai dari penggunaan listrik yang membakar batu bara, kayu untuk memasak dan memanaskan di dalam rumah. “Hal tersebut berkontribusi pada 2,6 juta kematian di tahun 2016, hampir setengah dari total angka,” tegas dia.
Berdasarkan laporan tersebut, negara-negara yang paling parah yaitu kebanyakan negara berkembang, seperti Afrika Utara, Afrika Barat, dan Timur Tengah. “Banyak negara di Asia dan Afrika menghadapi kombinasi polusi udara luar dan polusi udara dalam ruangan. Dengan populasi yang menua juga, negara-negara seperti Cina dan India melihat lebih banyak kematian terkait polusi pada setiap tahunnya,” imbuh Bob.
Adapun negara-negara yang menempati peringkat terendah pencemaran udara dalam laporan itu di antaranya adalah Australia, Selandia Baru, Kanada, Finlandia, Islandia, dan Swedia.
“Konsentrasi partikulat meningkat 18 persen rata-rata antara tahun 2010 dan 2016 meskipun kita melihat perbaikan di daerah tertentu seperti Cina yang tingkat polusinya mulai stabil dalam beberapa tahun terakhir,”
Maka dari itu, menurut Bob, untuk mengatasi masalah ini harus dilakukan tindakan untuk mengurangi polusi udara, tidak hanya mengurangi pembakaran batu bara skala besar oleh pembangkit listrik dan industri, tetapi juga penggunaan batubara atau berbagai bentuk biomassa untuk pemanasan dan memasak di jutaan rumah tangga kecil di seluruh dunia.
“Dengan beberapa kota yang terkena dampak terburuk, planet ini sedang menghadapi gangguan serius dan bahaya bagi kesehatan masyarakat. Tantangannya pun semakin besar. Tahun lalu China menghentikan sementara hingga 40 persen pabriknya dalam upaya untuk mengurangi tingkat polusi,”
“Tidak ada yang lebih beresiko daripada di negara berkembang, di mana sepertiga penduduk dunia menghadapi beban ganda polusi udara dalam dan luar ruangan,” pungkas Bob.
Eveline Ramadhini