FPKS Tidak Setuju Miras Dijual Bebas

by
Fikri Faqih. Foto: Istimewa

Ketua MPR Zulkifli Hasan mengatakan, setidaknya delapan fraksi di DPR telah menyetujui penjualan minuman keras secara bebas di warung-warung. Meskipun ia tidak memerinci delapan fraksi yang dimaksud, pernyataan ini telah menuai kontroversi.

Wartapilihan.com, Jakarta –Anggota Pansus RUU Larangan Minuman Beralkohol (minol) dari Fraksi PKS, Fikri Faqih menegaskan, pihaknya tidak pernah menyetujui miras dijual bebas di warung atau di minimarket.

“Di Pansus RUU Minol, Fraksi PKS komitmen dan konsisten tidak pernah menyetujui miras dijual bebas di warung atau minimarket. Dalam draf pembahasan terakhir, bahkan semua fraksi menyetujui pembatasan distribusi miras,” jelas Fikri, dalam siaran tertulis yang diterima Warta Pilihan (wartapilihan.com), Ahad, (21/1/18).

Ia menambahkan, dalam RUU tersebut juga ditegaskan adanya syarat dan izin untuk menjual miras. Seperti, harus jauh dari lingkungan pendidikan, tempat ibadah, dan fasilitas publik lainnya. Juga untuk pembeli, ada syarat mengenai umur, status kewarganegaraan, bahkan agama yang hingga kini masih didiskusikan.

“Karena penjualan etanol sebagai minuman termasuk pengecualian. Tapi, secara umum dilarang,” tegas Wakil Ketua Komisi X yang salah satunya membidangi persoalan pendidikan ini.

Dari sisi nomenklatur, hingga saat ini masih terjadi perdebatan antar fraksi. Fraksi PKS, bersama PAN dan PPP, tegas Fikri Faqih, masih mempertahankan penggunaan kata ‘Larangan’ dalam judul RUU tersebut, yaitu RUU Larangan Minuman Beralkohol.

Meskipun demikian, dalam perkembangan pembahasan, terdapat titik temu jalan keluar antar fraksi, yaitu semua sepakat ada substansi larangan dalam batang tubuh di RUU tersebut.

“Judul RUU bisa dibuat lebih netral, yakni tanpa menyebut perintah tapi hanya menyebut obyeknya saja seperti UU tentang Narkotika. Tentang hal ini masih dalam proses pembahasan. Jadi belum final,” papar wakil rakyat dari Dapil Jawa Tengah IX ini.

Dari sisi pembatasan, pengawasan, industri, dan mekanisme peredarannya, sebagian sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan lain. Seperti, UU tentang Bea Cukai, tentang Makanan dan Obat, tentang Kesehatan, dan sebagainya.

“Lebih teknis tentu harus diatur lebih lanjut dalam peraturan perundangan di bawah UU ini,” jelas Fikri Faqih.

Oleh karena itu, untuk mempercepat penyelesaian pengesahan RUU ini, FPKS mendesak pemerintah untuk kooperatif membahas aturan krusial ini bersama dengan DPR. “Pansus RUU Minol ini mengalami hambatan karena pihak eksekutif (pemerintah), beberapa kali tidak bisa hadir dalam rapat dengan Pansus RUU Minol di DPR,” tutup dia.

Sementara itu, anggota Pansus RUU Larangan Minuman Beralkohol  dari Fraksi Golkar M. Sarmuji menyanggah hal tersebut. Menurut dia, pernyataan yang disampaikan Zulkifli tidak benar. “Tidak ada satupun fraksi yang setuju miras di jual di warung-warung,” kata Sarmuji.

Sarmuji menjelaskan, pada pembahasan hingga saat ini masih berkutat pada perdebatan soal penggunaan kata ‘larangan’ atau ‘pengendalian’ dalam RUU minol ini.

“Hal ini mengingat pada budaya tertentu minuman beralkohol menjadi bagian dari upacara adat, atau alasan lain untuk kepentingan wisatawan asing saat berkunjung di tempat-tempat pariwisata,”

“Sebaiknya Pak Zulkifli kalau mau membangun citra dilakukan dengan cara yang baik,” pungkas Sarmuji.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *