Wartalilihan.com, Jakarta – Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menampik opini publik yang mengatakan dirinya menghalangi kinerja KPK dalam pemberantasan kasus-kasus korupsi. Ia menjelaskan, apabila dirinya diperiksa hak angket, maka akan membuka pola relasi tidak sehat yang tercipta di kalangan masyarakat. Sebab, penciptaan imajinasi soal korupsi menjadi tidak rasional, menjadi mitos dan keluar dari jalur hukum yang rasional.
“Nanti saya bisa ungkapkan, siapa yang dapat dana karena setiap hari memuji KPK. Saya tahu itu dan ada datanya. Termasuk teman-teman yang tak bisa membatasi diri bahwa kebebasan tidak boleh dihakimi. Ini hari kebebasan pers kita. Kritik yang saya ungkapkan ke KPK semata-mata untuk menggairahkan kebebasan pers kita, karena saya mengkritik KPK dari tahun 2005-2006,” ujar Fahri Hamzah kepada wartawan di gedung DPR RI, Senayan, pada Rabu (3/5).
*
Memperjelas hal itu, awal tahun 2005 Fahri menceritakan saat ia mengirin artikel ke teman-temannya yang menjadi pimpinan redaksi (Pimred) ditolak dengan kata-kata `mohon maaf kami ada MoU dengan KPK, tidak boleh mengkritik KPK`.
“Begitu iklim kritik ini dibuka, saya enjoy karena kebebasan pers yang kita ciptakan itu, lalu saya mengkritik KPK ada elemen lain yang merasa terganggu, ini luar biasa sebetulnya. Selalu ada kelompok yang menikmati kebebasan itu sebagai cara kita memperbaiki negara, dan ada yang terancam mungkin karena persoalan ekonomi, politik dan lain-lain,” sambung Fahri.
Keberadaan 6 Fraksi yang menolak hak angket dan Hanura yang masih menyatakan belum memutuskan. Fahri mengingatkan, masih ada waktu 15-20 hari untuk melakulan lobbying. Sebab, tentu tidak bagus mengungkapkan hasil lobby yang di dengar. Ia menginginkan hal ini positif, kewenangan Dewan yang legal konstitusional dan semua fraksi punya kesempatan.
“Saya tadi bersama Pak Wapres di acara World Press Freedom Day, beliau punya pandangan yang positif bahwa memang sudah waktunya kita melakukan semacam evaluasi perjalanan bangsa Indonesia dalam melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, karena semua definisinya semakin lama semakin berkembang,” tutur Fahri.
Fahri menilai, dalam 19 tahun pasca reformasi ini ada kebebasan yang luar biasa. Ada kebebasan pers, ada kebebasan masyarakat di sosial media, sehingga akhirnya semua perilaku jahat dalam negara lebih mudah untuk kita identifikasi. Lebih mudah kita memetakan hal tersebut ke bersama KPK ke depan.
“Saya kira pansus ini adalah harapan bagi kita semua bisa memeta dan membaca peta persoalannya secara lebih jernih. Daripada kita terjebak dalam imajinasi yang tidak berdasar pada fakta. Lebih baik kita buka saja faktanya di ruang sidang,” tandas Fahri.
Reporter: Ahmad Zuhdi