DPR Konsisten Tolak LGBT

by
foto:istimewa

Pemerintah mereformulasi rumusan pasalnya dengan menempatkan kata sesama jenis atau lawan jenis dalam penjelasan.

Wartapilihan.com, Jakarta –DPR sedang bekerja keras bersama pemerintah untuk menyelesaikan RKHUP agar bangsa Indonesia segera memiliki Kitab UU Hukum Pidana sendiri dan segera meninggalkan kitab UU Hukum Pidana peninggalan kolonial. Demikian kata Ketua DPR RI Bambang Soesatyo di Jakarta, Ahad (3/6).

“Tapi melegalkan LGBT itu tentu jauh dari semangat kita dalam menyusun UU tersebut. Kami tentu memiliki tugas untuk mengakomodir seluruh aspirasi masyarakat yang berkembang sambil tetap menjaga agar suasana politik di parlemen tetap kondusif agar pemerintah tetap bisa bekerja dengan tenang merealisasikan program-program pembangunannya,” ujar pria sapaan akrab Bamsoet.

Untuk itu, pihaknya meminta kepada panja DPR dan panja pemerintah untuk benar-benar memperhatikan aspirasi dan dinamika yang berkembang di masyarakat. Dan melibatkan para pihak terkait dalam pembahasan RKUHP dengan mencari persamaannya dahulu sebanyak mungkin dan baru kemudian dicarikan jalan tengah terhadap hal-hal berbeda dari sudut pandang masing. Baik dari DPR, Pemerintah maupun masyarakat termasuk KPK.

“Terkait dengan isu LGBT yang seolah-olah akan dilegalkan dalam RKUHP tersebut, bersama ini sekali lagi saya tegaskan bahwa hal itu tidak benar. Kita tidak boleh takut atau tunduk pada tekanan pihak luar atau ancaman, jika larangan LGBT itu dilakukan akan mengurangi kunjungan wisatawan asing ke Indonesia,” tegasnya.

Yang kita utamakan, saran Bamsoet adalah keselamatan masa depan bangsa ini khususnya menyelematkan para generasi muda dari pengaruh-pengaruh yang bertentangan dengan norma, budaya dan agama.

“Sebagai pimpinan DPR, kami juga sudah mengingatkan kepada panja DPR agar waspada dan jeli terhadap rumusan atau formulasi dari tim ahli Pemerintah dalam RKUHP yang selama ini memang belum final pembahasannya. Khususnya yang menyangkut rumusan pasal-pasal mengenai perluasan asas legalitas yang memuat tindak pidana khusus seperti perbuatan cabul oleh sesama jenis atau cabul LGBT,” tuturnya.

Dikatakan Bamsoet, pihaknya juga melakukan pengecekan bahwa tidak benar pemerintah telah menghapuskan pasal perbuatan cabul sesama jenis atau oleh kaum LGBT. Yang benar adalah Bahwa pemerintah mereformulasi rumusan pasalnya dengan menempatkan kata sesama jenis atau berlainan atau lawan jenis dalam penjelasan.

“Jadi, perbuatan cabul baik oleh dan terhadap sesama jenis tetap akan dapat dipidana,” tandasnya.

Mantan Komisi III DPR itu setuju dengan pendapat anggota Komisi III DPR Asrul Sani, bahwa unsur sesama jenis maupun berlawanan jenis itu harus masuk dalam rumusan pasal-pasal yang ada.

“Sehingga, dapat memberi pesan yang tegas dan jelas kepada publik bahwa hukum pidana Indonesia melarang perbuatan cabul tidak hanya oleh dan terhadap mereka yang berlainan jenis, tetapi juga ketika dilakukan oleh dan terhadap sesama jenis jenis,” pungkasnya.

Sementara itu, Sekreataris Jenderal PPP Arsul Sani, yang juga anggota Panja RKUHP Komisi III DPR RI menjelaskan bahwa reformulasi tim ahli Pemerintah tersebut menyangkut rumusan pasal-pasal dan juga penjelasan pasal.

Contohnya, pasal-pasal mengenai perluasan asas legalitas, penghinaan terhadap presiden, bab yang memuat tindak pidana khusus seperti delik korupsi dan juga perbuatan cabul oleh sesama jenis atau cabul LGBT.

“Dalam rapat Panja RKUHP DPR RI dengan Pemerintah pada minggu lalu di ruang Komisi III DPR RI, tim ahli Pemerintah menyampaikan reformulasi pasal dalam RKUHP yg selama ini memang belum final pembahasannya,” kata Arsul.

Menyikapi reformulasi ini, Arsul menyatakan ada beberapa pasal yang disambut baik PPP dan menerima. Namun ada pula PPP yg akan menolak dalam rapat berikutnya.

“Yang PPP bisa menerima bahkan menyambut baik adalah reformulasi pasal penghinaan presiden dimana pasal ini dirubah dari delik biasa menjadi delik aduan, sehingga hanya bisa diproses hukum jika presiden atau kuasanya mengadu kepada polisi,” terangnya.

Menurut Arsul, perubahan pasal penghinaan presiden ini akan mencegah potensi kriminalisasi yang luas akibat penegak hukum menafsirkan penghinaan sesuai pikirannya sendiri.

Terkait dengan pasal perbuatan cabul sesama jenis atau oleh kaum LGBT, Arsul menjelaskan bahwa Pemerintah bukan menghapus pasal tersebut. Tetapi mereformulasi rumusan pasalnya dengan menempatkan kata sesama jenis atau lawan jenis dalam penjelasan.

“Nantinya perbuatan cabul baik oleh dan terhadap sesama jenis tetap akan dapat dipidana,” tegasnya.

Namun, tandas Arsul, PPP tidak akan menerima kalo unsur sesama jenis maupun berlawanan jenis itu hanya masuk dalam penjelasan. Posisi PPP adalah bahwa unsur tersebut harus masuk dalam rumusan pasal, sehingga memberi pesan tegas kepada publik bahwa hukum pidana Indonesia melarang perbuatan cabul tidak hanya oleh dan terhadap mereka yang berlainan jenis tetapi juga ketika dilakukan oleh dan terhadap sesama jenis jenis atau yg pelakunya LGBT.

“Pasal tersebut bukan kriminalisasi terhadap orang karena status LGBT-nya, tetapi karena perbuatan cabulnya. Jadi, laki-laki atau perempuan baik yang normal atau yang LGBT hanya dipidana kalau melakukan perbuatan cabul,” tutupnya.

Ahmad Zuhdi