Dampak Perang Dagang AS Versus Cina

by
foto:istimewa

Masalah ini harus dikelola dengan sangat hati-hati melalui penyesuaian kebijakan. Untuk mereduksi ekses dari ketidakseimbangan baru itu, Indonesia memang harus melakukan penyesuaian kebijakan ekonomi.

Wartapilihan.com, Jakarta — Indonesia bersama banyak negara lain sedang menghadapi potensi ketidakseimbangan (disequilibrium) baru, akibat kebijakan pengetatan moneter di negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS), dan juga akibat perang dagang AS versus Cina, serta sikap kurang bersahabat Presiden AS Donald Trump terhadap WTO (World Trade Organization).

Akibatnya, ada beberapa risiko yang tak bisa dihindari Indonesia. Antara lain, terganggunya keseimbangan neraca transaksi berjalan, neraca pembayaran, neraca perdagangan dan juga neraca jasa.

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, masalah ini harus dikelola dengan sangat hati-hati melalui penyesuaian kebijakan. Untuk mereduksi ekses dari ketidakseimbangan baru itu, Indonesia memang harus melakukan penyesuaian kebijakan ekonomi.

“Langkah bank sentral AS, Federal Reserve (Fed), menaikkan Fed Fund Rate (FFR) berdampak pada depresiasi rupiah. Nyaris sepanjang tahun ini, masyarakat melihat penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS,” ujarnya di Jakarta, Selasa (18/12).

Ia menyebutkan, rupiah sempat mencapai level terendah dalam 20 tahun terakhir, ketika pada hari transaksi Selasa 2 Oktober 2018 ditutup pada level Rp 15.042,05 per dolar AS di pasar spot Bloomberg  Rupiah berbalik menguat terhadap dolar AS setelah Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 6%.

“Namun, rupiah masih berpotensi mendapatkan tekanan jika Fed menaikkan lagi FFR pada 2019,” katanya.

Di sektor perdagangan, AS mengevaluasi 124 produk ekspor Indonesia yang menerima pemotongan bea masuk dalam Generalized System of Preferences (GSP). Produknya meliputi tekstil, kapas, dan beberapa hasil perikanan seperti udang dan kepiting.

“GSP merupakan kebijakan perdagangan AS yang memberi pemotongan bea masuk terhadap produk ekspor negara tertentu,” kata dia.

Namun, apresiasi patut diberikan kepada pemerintah karena telah merampungkan perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) dengan Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (European Free Trade Association/EFTA).

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menandatangani kesepakatan bersama Swiss, Liechtenstein, Islandia, dan Norwegia, pada Jumat, 23 November 2018, di Sekretariat EFTA, Jenewa, Swiss.

Adi Prawira

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *