Dakwah Rasulullah Sarat Politik?

by
Foto: Eveline.

Judul buku: Sidogiri Menolak Pemikiran KH Said Aqil Siroj
Penulis: Tim Penulis Pondok Pesantren Sidogiri
Penerbit: Sidogiri Penerbit Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur, 204 halaman.

Rasulullah shalallahu alaihi wa Sallam dituding oleh KH Said Aqil Siroj sebagai seseorang yang membawa misi dakwah namun sarat dengan muatan politis. Benarkah hal tersebut?

Wartapilihan.com, Jakarta — Mendengar pemikiran tersebut yang ditulis oleh Dr. KH. Said Aqil Siroj dalam buku ‘Ahlussunnah Wal Jama’ah dalam Lintas Sejarah pada tahun 1997 itu, santri Sidogiri menolaknya.

Pada buku tersebut di halaman 29 dikatakan, “Menurut banyak referensi sejarah Islam, kehadiran Islam sejak semula telah sarat dengan muatan-muatan politis.”

Di halaman 30, ia juga mengatakan, “Kisah ini seringkali dianggap sebagai bukti bahwa dakwah Rasulullah shalallahu alaihi wa Sallam, sejak pertama kali telah bertendensi politik, yakni obsesi untuk menaklukkan imperium Persia dan Romawi sebagai adikuasa dunia saat itu.”

Maka dari itu, buku ini mencoba menelaah uraian-uraian yang diberikan KH Said Aqil Siroj dan memberikan tanggapan dengan dalil-dalil yang kuat.

Tanggapan atas tudingan Islam yang masuk dengan tendensi politik yang besar, para santri Sidogiri membantah hal tersebut dan menjelaskan dari aspek sejarah Nabi.

Kala itu, banyak kaum Quraisy yang melakukan segala cara untuk menghambat dakwah nabi. Ibnu Hisyam selaku sejarawan terkemuka mengatakan, dalam kitabnya as-Sirah Nabawiyyah, pada suatu waktu, salah satu tokoh Quraisy yang disegani bernama Utbah bin Rabi’ah ajak untuk jajak pendapat.

Ia memiliki ide untuk mendatangi nabi Muhammad untuk menawarkan beberapa hal agar ia tidak melanjutkan dakwahnya. Lelaki bernama lain Abal-Walid itu pun mendatangi Rasulullah dan hendak memberi harta dan juga tahta yang besar, asal dakwah Islam dihentikan dan agama dan Tuhan yang mereka anut tidak dicaci maki, namun Rasulullah menolak tawaran tersebut.

Sang Nabi menjawab, “Aku tidak memerlukan yang kalian tawarkan. Aku tidaklah datang membawa misi dengan tujuan harta kekayaan, atau menginginkan kemuliaan di tengah-tengah kalian dan atau ingin menjadi raja kepada kalian. Akan tetapi Allah mengurusku kepada kalian sebagai seorang Rasul,” jawab Rasulullah shalallahu alaihi wa Sallam.

Dengan demikian, asumsi dari KH Said Aqil Siroj dapat dipatahkan melalui potongan sejarah ini. Para santri Sidogiri mengkritik asumsi KH Said Aqil karena hakikat dari dakwah Islam adalah murni risalah samawi dari Allah Ta’ala; tak tercemar oleh ambisi pribadi dan idealisme itu tertanam kuat dalam diri manusia paling tinggi derajatnya; beliau adalah manusia yang menjadi alasan Allah untuk menciptakan semesta: Nur Muhammad.

Dalam halaman 33 di buku ini dikatakan, kesimpulan KH Said Aqil Siroj termasuk distorsi terhadap teks kesejarahan. Pasalnya, ia hanya mengambil bagian kecil dari riwayat kesejarahan dan mengabaikan penjelasan ayat Al-Qur’an.

Dikatakan, “Kesimpulan tersebut sebagai bentuk subordinasi dan taklid terhadap kaum orientalis barat dan kaum kafir Quraisy. Tentu saja kesimpulan tersebut juga merusak kesucian dakwah dan pribadi Rasulullah shalallahu alaihi wa Sallam yang jelas bebas dari nuansa dan ambisi politis apapun.”

Sementara itu, KH. A. Nawawi Abd. Djalil selaku pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri mengungkapkan, kendati sudah tabayun (konfirmasi) langsung dengan KH Said Aqil Siroj, pihaknya merasa perlu untuk membuat buku tanggapan agar bisa menanggapi secara ‘apple to apple’ antara satu buku pemikiran dengan buku pemikiran lainnya.

Buku ini diharapkan dapat dibaca dengan seksama dengan masyarakat dengan disertai niat yang tulus untuk saling mengingatkan pada kebenaran. Pasalnya, pemikiran yang sudah terkontaminasi dengan paham orientalisme akan terlihat akademik tetapi sebenarnya memiliki bukti ilmiah yang rapuh dan tendensi negatif terhadap Islam.

Seperti diketahui, paham orientalisme seperti ditulis oleh Edward Said dalam buku ‘Orientalism’ merupakan kritik terhadap Barat yang cenderung menjadikan orang Timur sebagai objek penelitian yang “dihinakan”, seperti stereotip bahwa bangsa Timur adalah bangsa yang naif, tidak mempunyai energi dan inisiatif, dan menyukai konflik.

Buku setebal 204 halaman ini sangat direkomendasikan untuk dibaca karena meluruskan pemikiran-pemikiran yang diejawantahkan oleh KH Said Aqil Siroj dari sesama bagian dari Nahdhatul Ulama agar bisa saling mengoreksi tanpa kebencian dan mengedepankan penghormatan seperti yang mesti diteladani dari para ulama salaf terdahulu.

Selain mengkritik isu politik yang dilakukan Rasulullah dalam penyebaran agama Islam, buku ini juga mengkritisi pemikiran lainnya dari KH Said Aqil, semisal tentang Syiah dan ahlussunah, pluralisme agama, ukhuwah Islamiyah dan isu lainnya.

Maka, buku ini perlu untuk ada di lemari Anda bukan hanya sekedar dipajang, tetapi diresapi pemikirannya dan dipahami secara logika dan nurani. Karena, kebenaran selalu ada pada hati terdalam.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *