Pilkada yang akan dilangsungkan serentak pada 27 Juni mendatang dan dilaksanakan di 171 daerah rentan menimbulkan keterpecahbelahan karena dukungan yang terporalisasi. Bagaimana semestinya warganet bersikap?
Wartapilihan.com, Jakarta –-Perbedaan pilihan serta pendapat ialah hal yang wajar. Hal yang tidak wajar apabila masih tergerak baik sadar ataupun tak sadar menyebarkan ‘kampanye hitam’. Damar Juniarto selaku pengampanye internet sehat mengatakan, jika merujuk dari pengalaman tahun sebelumnya, sangat banyak bentuk kampanye hitam.
“Dalam kebebasan berekspresi tidak seharusnya melakukan kampanye hitam. Kampanye hitam bukan hal yang baik dalam berdemokrasi. Berbeda dari kritik ketika seseorang melihat celah pada program yang kurang,” ucap Damar, Senin, (15/1/2018).
Di sisi lain, media sosial dapat membuat seseorang melakukan kekerasan pada pihak lain. “Misal dengan ungkapan-ungkapan yang kemudian menjadi ajakan-ajakan untuk melakukan kekerasan, seperti ‘awas saja di jalan’, itu kan sesuatu yang memancing kekerasan fisik dan tidak seharusnya terjadi pada media sosial seperti saat ini,” tukasnya.
Sementara itu, pengamat media sosial Nukman Luthfie menghimbau kepada masyarakat agar hati-hati ketika sebarkan berita soal Pilkada. Menurutnya, warganet yang cerdas hanya menyebarkan informasi dari sumber terpercaya. “Menyebarkan berita boleh-boleh saja asalkan harus dari sumber terpercaya,” terang Nukman.
Ia mengatakan, ketelitian sangat diperlukan agar pengguna medsos tidak menjadi warganet yang turut menyebarkan informasi yang tidak benar (hoaks). “Bebas dari hoaks itu agak susah. Untuk mengantisipasinya kita harus menjadi pendukung yang tetap menggunakan akal sehat,” lanjutnya.
Ia memberitahukan tentang etika agar pengguna media sosial bijak memanfaatkannya. Pasalnya, semua etika tidak hanya berlaku di dunia nyata, tetapi juga di dunia maya.
Maka, segala ujaran kebecian, olok-olok, atau saling mengejek satu sama lain juga sejatinya tidak layak dilakukan di dunia maya. “Walaupun di dunia maya tidak bertatap muka langsung tapi etika yang dipegang tetap sama,” Nukman menegaskan.
Di sisi lain, konsultan komunikasi Michelle Cianta mengulas pendapatnya di laman Thrive Global yang berjudul ‘5 Ways to Improve Your Social Media Etiquette’. Michelle mengatakan, segala yang dilakukan warganet di dunia maya merefleksikan kepribadiannya di dunia nyata.
“Semua tautan, foto, atau video yang anda posting secara langsung merupakan bentuk refleksi diri. Memposting jejak dan foto-foto sembrono tanpa berfikir lebih dulu bisa merusak reputasi anda,” tulis dia, baru-baru ini.
Ia mewanti-wanti soal pentingnya berpikir matang sebelum mendiskusikan isu-isu yang mungkin memancing perdebatan negatif. “Kita hidup di komunitas global dengan berbagai penganut kepercayaan, nilai-nilai sistem, dan pandangan politik. Satu komentar bisa mengundang salah paham dan dengan mudah menyerang seseorang atau golongan lain,” pungkas dia.
Eveline Ramadhini