Wartapilihan.com, Bandung – Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung M Saptono memutuskan Buni Yani bersalah dan dikenakan hukuman penjara 1 tahun 6 bulan. Putusan itu dibacakan setelah hakim membacakan pertimbangan-pertimbangan selama persidangan.
Penasihat Hukum Buni Yani, Muhammad Adiguna Bima Sakti mengatakan, Majelis Hakim tidak mempertimbangkan fakta-fakta persidangan. Seperti dalam pasal 32 ayat 1 KUHP ada frasa melawan hukum atau tanpa hak. Namun, hakim menafsirkan pasal tersebut harus ada izin dari pemiliknya.
“Hakim mengatakan pemafsiran itu di dapat dari Andi Hamzah, sedangkan Andu Hamzah mengatakan penafsiran itu harus dilakukan secara materiil. Yaitu harus melawan hukum pidana, bukan melawan hukum karena kita tidak izin,” papar Bima kepada Wartapilihan.com di dalam ruang persidangan usai sidang Buni Yani di gelar di Gedung Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung, Bandung, Jawa Barat, Selasa (14/11).
Selain itu, lanjut Bima, Buni Yani saat itu miss hear (salah dengar), dan salah transkrip. Dimana hal itu tidak dapat dikategorikan sebagai suatu kesengajaan. Seharusnya, kata Bima, hakim harus dapat menjelaskan unsur kesengajaan yang disangkakan tersebut.
“Jadi, hakim pakai gradasi yang mana? Apakah gradasi sengaja tanpa maksud, atau sengaja untuk suatu kepastian. Jadi apa yang disampaikan hakim belum sesuai fakta-fakta hukum. Tapi Insya Allah, sesuai dengan kesepakatan penasihat hukum, kita akan melakukan banding,” imbuhnya.
Kendati demikian, Buni Yani tidak ditahan karena belum memiliki keputusan tetap (inkraht). Dalam KUHAP Pasal 197 ayat 1 dijelaskan sistematika putusan. Pada huruf K disebutkan, ada perintah penahanan. Namun, apabila tidak ada perintah ditahan, maka terdakwa tidak ditahan.
“Sekarang kan baru tingkat pertama. Nanti bisa banding, kasasi, baru inkraht. Sebelum ada kekuatan hukum tetap berarti belum bisa di eksekusi. Kecuali ada upaya penahanan,” ujar Bima.
Upaya penahanan itu, simpul Bima, terdakwa tidak kabur sebelum proses hukumnya selesai. Namun, hakim melihat tidak ada alasan untuk menahan.
“Seperti misalkan putusan Ahok awalnya tidak ditahan, namun diperintahkan hakim untuk ditahan. Karena meskipun belum inkraht, harus ditahan agar nanti tidak kabur. Kalau sudah inkraht, baru dipotong masa tahanannya,” tandasnya.
Secara terpisah, massa aksi terus menyuarakan dukungannya di depan Gedung Dinas Perpustakaan dan Kearsipan. Massa meminta Buni Yani menyampaikan orasi di atas panggung sebelum massa membubarkan diri.
“Kami minta kepada pihak kepolisian agar Buni Yani dapat berbicara disini (mobil komando). Apabila Buni Yani tidak kesini, kami tidak akan bubar. Namun apabila Buni Yani berada disini dan memberikan orasi, kami akan membubarkan diri dengan tertib dan damai,” tegas Ketua Presidium Alumni 212 Slamet Ma’arif.
Ahmad Zuhdi