BPJPH Menjamin Industri Halal?

by
Direktur Halal Corner, Aisha Maharani. Foto: Zuhdi

Bagaimana keseriusan BPJPH menerima permohonan sertifikasi Halal sampai dengan kesiapan Auditor Halal yang disertifikasi?

Wartapilihan.com, Jakarta –Kementerian Agama pada 10 Oktober 2017 lalu meresmikan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Sebagai lembaga baru, BPJPH menghadapi tantangan yang berat dalam menjalankan tugas dan memerlukan waktu untuk menata organisasi serta konsolidasi. Dengan begitu, BPJPH memberikan mandatory sertifikasi halal bagi keberlangsungan dunia usaha.

Direktur Halal Corner Aisha Maharani mengungkapkan, mandatory BPJPH sangat dibutuhkan sebagai penolong dan perlindungan bagi produsen dan konsumen industri halal. Namun, kata Aisha, mandatory tersebut harus diiringi dengan keseriusan dan komitmen BPJPH dalam menjamin industri halal.

“Kalau hanya sekadar Undang-Undang tanpa memulai geraknya, saya yakin BPJPH hanya akan membuat industri halal di Indonesia mandek,” ujar Aisha dalam diskusi dan media gathering di Arabic Restaurant Jakarta – Sentral Al Jazeerah, Jakarta Timur, Kamis (28/12).

“Semua elemen di Indonesia harus bekerjasama, kompak dan saling mendukung kemajuan Industri Halal di Indonesia,” imbuhnya.

Senada hal itu, Ketua My Halal Kitchen Meili Amalia menuturkan, meskipun secara angka Indonesia menjadi lahan pasar halal tertinggi baik dalam dan luar negeri. Namun edukasi halal belum sebanding dengan kuantitas tingginya daya beli masyarakat.

“Adanya dukungan UU JPH ini mau tidak mau masyarakat harus mengikuti, kami bersyukur ini merupakan kehadiran pemerintah dalam menjamin produk halal. Namun kami menanyakan dimana keseriusan pemerintah? Apakah pembuat kebijakan itu faham dengan urgensinya? Ketika masing-masing berorientasi pada bisnis, saya rasa kita tidak akan bisa kemana-mana,” katanya.

Ketidakseriusan itu, kata Mery, terlihat dari penyusunan dan sinkronisasi PMA Halal yang berlarut-larut dan belum beroperasinya BPJH serta pengajuan dispensasi Sertifikat Halal bagi produk obat oleh Kemenkes. Dia menilai hal itu merupakan pelanggaran UU JPH dan mendzalimi hak-hak kesehatan umat Islam.

“Standar halal harus dilakukan secara ajeg, tidak ada pengecualian. Hak umat Islam sudah didzalimi dalam hal itu, jika tetap diberlakukan,” tegasnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah menjelaskan, agar dunia usaha tidak dirugikan dan tetap berjalan dengan memperoleh sertifikasi halal atas produk-produknya, maka ketentuan Pasal 59 dan 60 Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal tetap menjadi landasan. LPPOM MUI tetap menjalankan kewenanganya melakukan Sertifikasi Halal sampai dengan BPJPH menyatakan telah siap melakukan Sertifikasi halal, yang ditandai dengan telah siapnya Auditor Halal, LPH dan berbagai Instrumen pembiayaan yang berkaitan dengan Industri dan UKM.

“Disinilah diperlukan kearifan dan kejujuran Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama, bahwa BPJPH belum siap menerima permohonan sertifikasi Halal sampai dengan kesiapan Auditor Halal yang disertifikasi, pembentukan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang terakreditasi dan ketentuan tarif serta sistem pendaftaran berbasis online,” tuturnya.

Terkecuali, lanjutnya, BPJPH siap bersinergi dengan LPPOM MUI yang saat ini telah memiliki 1.200 auditor halal tersebar di 34 provinsi dan di 400 Kabupaten Kota seluruh Indonesia, sehingga tidak menimbulkan kegamangan dan memberikan kepastian bagi dunia usaha ketika hendak mengajukan permohonan Sertifikasi Halal mengingat sudah jatuh tempo masa berlaku sertifikasinya.

“Kami mendorong terbentuknya Lembaga Pemeriksa Halal dan sertifikasi auditor halal yang selanjutnya dilakukan sertifikasi dan akreditasi oleh BPJPH dan MUI serta membangun hubungan yang harmonis dan bekerja sama saling menguatkan, antara kedua lembaga yang diberikan mandat oleh UU JPH, yakni BPJPH dan MUI,” ucapnya.

Menyongsong mandatori sertifikasi halal yang jatuh tempo 2019, kata Ikhsan, maka BPJPH dituntut untuk dapat menjamin ketenangan, kenyamanan, dan kepastian bagi pelaku usaha (produsen) yang akan mengajukan permohonan sertifikasi halal, menjamin pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikasi halal, dan memastikan kemudahan bagi produsen yang akan memperpanjang sertifikasi halalnya yang telah jatuh tempo.

“Sehingga dunia usaha dapat menjalankan usahanya dengan tentram dan tidak melanggar hukum / terkena sanksi sesuai dengan Pasal 56 dan 57 Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Di sisi lain UU JPH ini agar menjadi undang-undang yang tetap berlaku efektif tidak sebagai hukum yang di tidurkan,” tandasnya.

“BPJPH dan MUI harus mulai membangun sistem permohonan setifikasi halal yang berbasis pada prinsip perlindungan, keadilan, akuntabilitas, transparansi, efektivitas, efisiensi, dan profesionalitas dalam memperoleh sertifikat halal,” tutupnya.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *