Penindakan korupsi semakin berbelit karena harus menunggu izin Dewan Pengawas atau Dewas, sehingga KPK dianggap terbukti mengalami kegagalan dalam melakukan penggeledahan di kantor DPP PDIP pada Kamis, 9 Januari 2020.
Wartapilihan.com, Jakarta – Hari-hari ini Peyelidik dan Penyidik KPK punya nyali untuk unjuk gigi. Buktinya, Komisioner KPU dan Bupati Sidoarjo diciduk KPK, di bulan Januari melalui OTT Korupsi.
“KPK nyaris mencetak hattrick, sayangnya, sedari awal, Komisioner KPK menolak menangani kasus Jiwasraya yang dikualifikasi sebagai skandal mega korupsi yang triliunan rupiah,” kata mantan Komisioner KPK, Bambang Widjojanto, Kamis (16/1).
Padahal, bau amis dan anyir kasus korupsi Jiwasraya ini, disinyalir merasuk hingga ke istana hingga potensial mencengkram kehormatan Presiden Joko Widodo (Jokowi), karena diduga, bukan tak mungkin, berkelindan dengan proses demokrasi yang baru saja usai. Namun, keberhasilan OTT tak sepenuhnya dipuji.
Dewan Pengawas justru dituding, penindakan korupsi semakin berbelit karena harus menunggu izin Dewan Pengawas atau Dewas, sehingga KPK dianggap terbukti mengalami kegagalan dalam melakukan penggeledahan di kantor DPP PDIP pada Kamis, 9 Januari 2020. Akibatnya fatal, pengumpulan barang bukti tidak bisa terlaksana dan orang-orang penting yang potensial menjadi pesakitan karena dapat dituduh dan sangat mungkin menjadi master mind atau intellectual dader justrru terlindungi; atau bahkan memang sedang dilindungi secara sengaja dan sistematis.
“Publik menilai bukan hanya KPK gagal tapi KPK telah dipecundangi secara sempurna karena tak sanggup menegakkan kehormatannya dihadapan sekuriti kantor partai saja,” ujarnya.
Bahkan, diduga, penyidik KPK dihina secara telanjang karena harus diperiksa urin pada waktu hendak melakukan penindakan yang berkaitan dengan OTT di tempat lainnya. Kesemua tindakan yang bisa dikualifikasi sebagai obstruction of justice karena menghalangi tindakan penyidik KPK, tapi justeru tak pernah secara terbuka mendapat pembelaan secara paripurna dari Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK.
“Jadi nggak heran, penyidik KPK seolah bertarung sendiri menegakkan kehormatan pro-yustianya tanpa dukungan yang nyata dari komisioner dan Dewas KPK,” kata Bambang.
Kemudian, dia menyampaikan pertanyaan reflektif, apakah ini terjadi karena pelaku yang diduga melakukan tindak pidana korupsi yang potensial disebut sebagai master mind adalah bagian dari The Ruling Party, sehingga Pimpinan KPK dan Dewas menjadi mendadak gugup dan gagap. Belum lagi ada problem fundamental, apakah Komisioner dan Dewas KPK yang bukan penegak hukum itu punya otoritas yang sah untuk memberikan rekomendasi kepada penyidik KPK yang mempunyai otoritas melakukan tindakan pro-yustisia.
“Lalu, siapa yang mengawasi pekerjaan Dewas?,” katanya.
Dia menilai ada logika yang sekarang sedang dipertanyakan akal sehat publik, apakah karena Komisoner dan Dewas KPK adalah produk dari Revisi UU KPK. Salah satunya, dimotori oleh PDIP sehingga hal itu yang menyebabkan Komisioner dan Dewas KPK tidak membela penyidik KPK dan membiarkan obstruction of justice mencoreng kehormatan Lembaga KPK.
Adi Prawiranegara