Temen-temen, kupikir gak ada salahnya kalo mulai sekarang kita perlu lebih hati-hati dalam manage pengeluaran. Karna untuk saat ini, setidaknya yang keliatan di depan mata, kita dihadapkan sama dua permasalahan yang cukup serius : Food Crisis dan Inflasi
Wartapilihan.com, Jakarta– Food crisis saat ini telah menjadi isu global. Dan penyebab kenapa itu terjadi bisa karena beragam faktor, diantaranya :
- Konflik Russia vs Ukraine
- Cuaca Ekstrim di beberapa wilayah
- Larangan atau pembatasan ekspor beragam komoditas pangan
- Wabah penyakit.
Konflik Russia vs Ukraine jelas mengacaukan global supply chain. Terlebih mereka pemain besar exportir gandum. Dengan konflik yang terjadi saat ini, produktifitas panen gandum, khususnya di Ukraine, ikut ngedrop drastis. Ini bikin keseimbangan supply global jadi kacau. Harga naik.
Cuaca ekstrim juga berperan menggoncang keseimbangan supply komoditas pangan. Contoh : kedelai di Argentina. Mereka sempat mengalami gagal panen akibat cuaca kering yang tidak biasanya terjadi. Ini bikin harga kedelai langsung melonjak naik. Sempet bikin perajin tahu-tempe mogok jualan.
Kegagalan panen tersebut juga terjadi di India. Yang berujung pada keluarnya kebijakan larangan ekspor gandum buat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Yang terbaru, Malaysia juga keluarin larangan ekspor ayam karena supply domestik terjadi kelangkaan dan harganya jadi melonjak.
Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak sempat dikhawatirkan akan berdampak pada lonjakan harga daging sapi. Namun Alhamdulillah, sejauh ini kondisinya belum terdampak. Mungkin karena masyarakat kita gak banyak yang rutin konsumsi daging sapi. Demand tetep low.
Potensi food crisis yang menyebabkan lonjakan harga tersebut, bisa berdampak besar pada ekonomi secara keseluruhan. Terlebih komoditas pangan tersebut juga menjadi bahan baku produk-produk makanan yang selama ini kita beli dan konsumsi. Inflasi sudah tak terhindarkan.
Sebagai catatan, inflasi kita di angka 3,47% jika dibandingkan dengan kondisi setahun terakhir (year on year). Trigger-nya macem-macam: mulai dari kenaikan harga BBM, naiknya harga Migor, sampai yang terakhir potensi food crisis ini. Harga komoditas bahan baku pangan naik.
Ketika harga bahan baku naik, cost produksi akan ikut naik. Dan saat cost produksi naik, itu berdampak pada kenaikan harga jual produk (cost of goods sold). Persoalannya, lonjakan harga-harga kebutuhan ini tidak diimbangi dengan meningkatnya income dari masyarakat.
Dalam situasi itu, dikhawatirkan daya beli masyarakat drop. Ketika daya beli drop, growth ekonomi akan nyungsep lagi. Kondisi ini disadari sepenuhnya oleh Bu Sri Mulyani dan beliau menyiapkan sejumlah langkah antisipasi. I hope it works effectively.
Lagi dan lagi, imbas semua ini akan berdampak serius pada kelompok masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Kita dalam hal ini dituntut untuk bisa adapt dan memutar otak gimana caranya biar income gak sampe defisit terus setiap bulannya. Harus bisa cukup. Syukur-syukur nabung.
Entah dengan menambah penghasilan lewat side hustle (kerja sampingan), resign dan pindah kerjaan dengan gaji lebih baik, atau beneran me-manage pengeluaran seefisien mungkin. Apapun itu, semoga Allah selalu memudahkan langkah kita dan kita semua bisa survive dalam situasi-situasi sulit ini.
Sebuah thread akun @WidasSatyo