Saat kita sedang berduaan bersama istri di suatu malam purnama di luar rumah. Kita berdua menikmati indahnya malam dan rembulan cantik di atap langit. Kita katakan kepada istri betapa indahnya bulan itu. Sinarnya yang terang mengalahkan pesona bintang gemintang yang mencoba menandingi sinarnya, namun sia-sia belaka. Sungguh nikmat yang luar biasa bisa memandangi dan memiliki rembulan itu. Kita diam sebentar, lalu kita katakan padanya, “Yang kumaksudkan rembulan itu adalah kamu, Dek…”
Wartapilihan.com, Jakarta– Metode rayuan, atau secara umum cara berkomunikasi seperti di atas dalam ilmu Ulumul Qur’an disebut dengan “iltifat”, yaitu perpindahan kata ganti dengan tujuan untuk mendapatkan perhatian orang yang diajak berbicara. Ini dalam bahasa Arab termasuk komunikasi sastra “tingkat tinggi”.
Dalam al-Qur’an banyak terdapat kalimat iltifat. Contohnya dalam surat al-Fatihah. Allah berfirman:
الحمدلله رب العالمين الرحمن الرحيم مالك يوم الدين اياك نعبد….
(2) Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, (3)Yang Maha pemurah lagi maha penyayang, (4) Yang menguasai hari pembalasan (5) Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.
Pada ayat 2, 3, dan 4 Allah berbicara ttg pihak ketiga (ghaibah). Lalu pd ayat 5 pindah menjadi pihak ke 2 (mukhatab). Tujuannya supaya manusia benar2 memperhatikan kepada siapa ia menyembah dan meminta pertolongan.
Dalam dunia NLP (Neuro Linguistic Ptogramming) level Master Practitioner of NLP, dikenal satu bagian ilmu yang disebut sebagai Switching Referential Index (SRI), yakni proses dengan sengaja mengubah “kata ganti”, untuk membuat pesan menghasilkan efek maksimal pada pendengarnya.
Biasanya SRI dialakukan oleh pembelajar NLP kelas master untuk melakukan proses persuasi, efeknya halus sekali, tidak dirasakan oleh pikiran sadar, dan tahu-tahu mempengaruhi pendengar/pembacanya sehingga berpindah dari disosiatif (terpisah dari dirinya/tidak terjadi pada dirinya) menjadi asosiatif (menghayati terjadi pada dirinya), atau sebaliknya.
Neuro-linguistic programming (NLP) sendiri adalah sebuah pendekatan komunikasi, pengembangan pribadi, dan psikoterapi yang diciptakan oleh Richard Bandler dan John Grinder di California, USA pada tahun 1970-an. Penciptanya mengklaim adanya hubungan antara proses neurologi (“neuro”), bahasa (“linguistic”) dan pola perilaku yang dipelajari melalui pengalaman (“programming”) dan bahwa hal tersebut dapat diubah untuk mencapai tujuan tertentu dalam kehidupan. Bandler dan Grinder mengklaim bahwa ketrampilan seseorang dapat “dimodel” menggunakan metodologi NLP kemudian ketrampilan tersebut dapat dimiliki oleh siapa saja (red.- https://id.wikipedia.org/wiki/Pemrograman_neurolinguistik)
Teman saya Ronny F. Ronodirjo mengupas QS al Waqi’ah ayat 90-94 dari sudut NLP.
- Ayat 90. dan adapun jika dia termasuk golongan kanan,
- Ayat 91. Maka keselamatanlah bagimu karena kamu dari golongan kanan.
- Ayat 92. dan adapun jika dia termasuk golongan yang mendustakan lagi sesat,
- Ayat 93. Maka dia mendapat hidangan air yang mendidih,
- Ayat 94. dan dibakar di dalam jahannam.
Mari perhatikan lagi :
90. “dan adapun jika dia termasuk golongan kanan,”
– awalnya dipergunakan kata ‘dia’, jadi kita masih disosiatif.
91. “Maka keselamatanlah bagimu karena kamu dari golongan kanan.”
– kemudian diubah jadi ‘mu / kamu” sehingga menjadi assosiatif
– bahkan dipergunakan pola Cause Effect (maka), yang membuat sugesti positif ini makin kuat menancap pada kita.
Selanjutnya:
92. “dan adapun jika dia termasuk golongan yang mendustakan lagi sesat,”
– awalnya dipergunakan kata ‘dia’, jadi kita masih disosiatif.
93. “Maka dia mendapat hidangan air yang mendidih,”
– kemudian TETAP digunakan kata ‘dia’ sehingga TETAP disosiatif
– dipergunakan pula pola Cause Effect (maka), yang membuat sugesti ini makin kuat menancap pada ‘dia’ (disosiatif).
94. “dan dibakar di dalam jahannam.”
– bahkan diakhiri dengan amplifikasi.
Benar-benar Allah sudah menginjeksi di bawah sadar pada diri kita untuk terus berasosiasi dengan ‘golongan kanan”, dan menjadi ingin benar-benar menjauhi (berdisosiasi) dengan golongan kiri.
Jika dilihat dari penggunaan pola kata, sungguh-sungguh kita bisa belajar pola kata yang berkekuatan menembus bawah sadar secara kuat sekali.
Ada banyak jenis iltifat di dalam al-Quran, menunggu untuk kita pelajari dan kita amalkan. Wallahu a’lam bish-shawabi.
Penulis: Dr. Budi Handriyanto (Dosen Pasca Sarjana UIKA-Bogor)
