Di Muara Bulian, Jambi, seorang kakak (17) memperkosa adik perempuannya (15) hingga hamil. Hubungan inses ini dipicu karena si kakak menonton video porno, bahkan menyebabkan sang adik hamil dan menggugurkan kandungannya. Mengapa bisa terjadi?
Wartapilihan.com, Jakarta — Seperti diketahui, saat memasuki usia kehamilan lima bulan, si adik mengurut-urut perutnya hingga keguguran. Janin itu dibungkus taplak meja dan dibuang keesokan harinya. Janin itu ditemukan warga dan polisi melacak kasus tersebut.
Akibat kasus ini, majelis hakim Rois Toroji, dengan anggota Andreas Arman Sitepu dan Listyo Arif Budiman memutuskan, sang kakak dihukum 2 tahun penjara dan 3 bulan pelatihan kerja; sedangkan sang adik dihukum 6 bulan penjara dan pelatihan kerja 3 bulan.
Reza Indragiri Amriel selaku Kepala Bidang Pemenuhan Hak AnakLembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) menilai, anak-anak tersebut kendati bersalah, mereka merupakan korban yang terjerat pornografi, dan harus dilindungi oleh Perlindungan Anak.
“Selaku terdakwa, ia telah divonis bersalah. Tapi sebagai korban, hak-haknya tidak bisa dinihilkan. Undang-Undang Perlindungan mencantumkan ketentuan bahwa anak korban pornografi berhak akan perlindungan khusus,” kata Reza, kepada Warta Pilihan, Sabtu, (28/7/2018).
Reza menjelaskan, perlindungan khusus diberikan kepada sang kakak dalam kedudukannya selaku korban, agar ia memperoleh jaminan rasa aman dari ancaman yang berpotensi mengganggu proses tumbuh kembangnya.
“UU Perlindungan Anak menentukan bahwa perlindungan khusus bagi anak korban pornografi diselenggarakan melalui pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental,” tegas dia.
Perlakuan serupa, lanjutnya, semestinya juga berlaku bagi sang Adik. Dia divonis bersalah karena menggugurkan bayi yang dikandungnya.
“Situasi pendahulunya adalah ia mengalami viktimisasi seksual. Anak korban kejahatan seksual, seperti Adik tersebut derita, juga berhak atas perlindungan khusus,” tutur psikolog forensik ini.
Perlindungan khusus bagi korban kanak-kanak dalam situasi traumatis tersebut diberikan dalam bentuk edukasi, rehabilitasi sosial, pendampingan psikososial selama pengobatan dan pemulihan, serta perlindungan dan pendampingan selama berlangsungya proses hukum.
“Penting untuk dievaluasi seberapa jauh perlindungan khusus telah diberikan kepada si Abang dan si Adik selaku korban? Negara siap menghukum, negara siap melindungi?”
Sementara itu, Susanto selaku Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan, pornografi merupakan pintu masuk perilaku menyimpang yang terjadi tidak hanya kepada anak-anak tetapi juga orang dewasa.
“Kasus inimenjadi alarm bagi masyarakat bahwa penguatan karakter bagi anak harus menjadi perhatian semua pihak baik keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pengasuhan positif dalam keluarga harus dikokohkan,” tukas dia.
Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan Magdalena Sitorus mengungkapkan faktor penyebab mengapa inses dapat terjadi.
“Kalau kasusnya terjadi kepada anak-anak, harus dilihat bahwa dia adalah pelaku sekaligus korban. Jadi sesuai dengan undang-undang perlindungan anak, hukuman penjara adalah upaya terakhir. Kita harus melihat lebih mendalam untuk menyikapi kenapa kasus ini bisa terjadi,” kata Magdalena, dilansir dari IDN Times.
Hal yang dapat memicu inses ini adalah yang pertama adalah tidur di satu tempat setelah anak menginjak usia baligh.
Setelah anak menginjak usia dewasa, sangat tidak disarankan agar mereka tidur satu tempat dengan kedua orang tuanya, begitupun dengan saudaranya yang berbeda jenis kelamin.
“Inses bisa terjadi karena mereka (bapak-anak atau kakak-adik) tidur di satu ruangan yang sama. Tapi tidak semua kasus ini pemicunya,” terangnya.
Kendati begitu, Magdalena tidak bisa memungkiri bila keterbatasan ekonomi menjadi penyebab satu keluarga tidur di satu ruangan yang sama.
“Makanya harus dilihat secara menyeluruh, artinya kondisi sosial-ekonominya. Kalau memang keluarganya memiliki keterbatasan, ya kita gak bisa memaksa tidur di ruang terpisah,” papar alumni STISIP Widuri Jakarta ini.
Kedua, ia menerangkan hal ini terjadi akibat kurangnya pendidikan seks di usia dini. “Padahal, ini penting supaya sang anak memiliki pengetahuan agar tidak menghindari perilaku tidak senonoh dengan penuh kesadaran,” tegas dia.
Ia mengatakan, harus ada edukasi seks sejak dini.
“Dijelaskan kalau hubungan seks sedarah itu gak bagus, kalau hubungan seks itu bisa menyebabkan kehamilan. Jangan selamanya dianggap tabu, jadi kalau bicara seks konotasinya adalah pornografi. Edukasi ini penting karena pendidikan seks itu berawal dari rumah,” terang dia.
“Sehingga dianggap pendidikan seks itu tidak perlu. Padahal cara penyampaian kepada sang anak juga memiliki pendekatan yang berbeda,” lanjutnya.
Menurut dia, perkembangan internet menjadi hal yang tidak bisa dibendung. Konsekuensi dari pendidikan seks yang tidak disampaikan kepada sang anak adalah dia akan menerima informasi seputar seks dari internet.
“Karena di zaman now, anak-anak itu masif menerima informasi dari eksternal. Mereka bisa dapat dengan mudah, dari sosmed misalnya, itu gak terbendung. Padahal, kalau sejak awal dibekali seks sebagai pengetahuan hal semacam ini (inses) bisa dibendung,” terang perempuan yang pernah menjadi dosen di Universitas Kristen Indonesia pada tahun 2011-2013.
Selanjutnya, faktor lainnya yaitu anak terlanjur ketagihan konten pornografi. Bahayanya, pornografi bisa mempengaruhi kerja otak sehingga membuyarkan konsentrasi dan selalu ingin menyentuh segala hal yang berbau pornografi.
“Saya bukan dokter ya jadi agak sulit menjelaskannya, tapi addict dengan pornografi ini bisa jadi pemicu inses. Dia mempengaruhi cara kerja otak, belajar jadi terabaikan dengan pornografi, Di sisi lain, organ reproduksinya sudah aktif tapi dia tidak mengerti untuk mengaturnya. Nah ini yang bisa sampai dipaksa untuk diperkosa,” beber Magdalena.
Kembali kepada kasus di Jambi, Magdalena kurang sepakat bila sang anak dijatuhi vonis penjara. Faktor-faktor yang telah dijelaskan di atas harus diperhartikan supaya kedua pelaku yang terlibat diganjar hukuman seadil-adilnya.
“Karena anak ini sangat bergantung dengan orang-orang di sekitarnya, bisa keluarga atau guru. Kalau orang tua, sang ibu misalnya, kalau tanda kutip dia menganggap hal ini memalukan, sang ibu syok, ini kan menjadi gambaran bagaiamana kejadiannya bisa seperti ini dengan latar belakang seperti ini. Hakim harus melihat pertimbangan di atas,” tutupnya.
Eveline Ramadhini