Hari ini (13/05/2021) kumandang takbir menggema di seluruh dunia. Allahu Akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, wa lillahil hamd. Allah Maha Besar dan tidak ada yang melebihi kebesaran-Nya. Pengetahuan kita tentang besarnya alam semesta akan makin menebalkan keyakinan kita akan kebesaran Allah tersebut. Ketika kita bertakbir “Allahu akbar” kita makin yakin dan mantap dengan menyadari kebesarannya melalui besarnya alam semesta ini.
Wartapilihan.com, Jakarta– Dalam Islam alam semesta adalah salah satu dari dua ayat-ayat Allah. Satu adalah ayat qauliyah yaitu al-Quran. Satu lagi adalah ayat kauniyah yaitu alam semesta. Kata alam dalam bahasa Arab bersinonim dengan kata ayat dan alamat. Ayat atau alamat adalah penanda yang menandai sesuatu yang ditandai. Apa yang ditunjuk atau diarahkan oleh alam semesta? Tentu sang pencipta alam yaitu Allah SWT. Mengamati alam semesta pada dasarnya sedang menuju pada yang ditunjuk alam, yaitu lebih mengenal keberadaan-Nya. Itulah tujuan sains Islam.
Tentu kita tidak ingin menggambarkan Allah secara fisik dengan gambaran materi, ruang dan waktu. Allah mempunyai sifat laisa kamitslihi syaiun. Tidak ada sesuatu pun yang seperti serupa dengan-Nya. Kata “ka” yang berarti “seperti” dan “mitslihi” yang berarti “semisal” menunjukkan taukid (penyangatan) bahwa benar-benar tidak ada yang serupa dengan-Nya. Atau yang serupa dengan yang semisal-Nya saja tidak ada apalagi yang serupa dengan-Nya. Maha suci Allah dari segala sesuatu yang berusaha menyerupainya.
Tentang seberapa luas langit dan bumi ini Allah berfirman, “Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Al-Mukmin: 57). Nah, seberapa besar dan luas sebenarnya alam semesta itu?
Mari kita buat perbandingan. Benda langit yang paling dekat dengan bumi adalah bulan. Jaraknya dari bumi sekitar 384.000 km. Sebagai bandingan, jarak dari Anyer ke Panarukan, yaitu panjang jalan memanjang pulau Jawa yang dibuat oleh Gubernur Jenderal Deandles pada tahun 1808 berjarak 1.094 km. Kira-kira jarak tersebut dikalikan 380x dan dinaikkan ke atas. Sudah membayangkan jauhnya, bukan?
Selanjutnya, jarak bumi ke matahari pada posisi perihelion, yaitu jarak terdekat antara bumi dan matahari pada tanggal 3 Januari sejauh 147.300.000 km dan posisi Aphelion yaitu posisi terjauh pada tanggal 4 Juli sebesar 152.100.000 km. Kalau sudah ukuran jutaan maka selebihnya kita tidak bisa lagi menggunakan ukuran kilometer. Maka ada ukuran yang disebut dengan 1 AU atau Astronomical Unit yaitu jarak antara bumi dan matahari. Selain itu kita biasa menggunakan istilah tahun cahaya (light year) untuk menunjukkan satu ukuran panjang di mana kecepatan cahaya adalah 299.792.458 m/detik. 1 AU jarak dari bumi ke matahari ditempuh cahaya dengan waktu 8 detik. Artinya, cahaya yang sampai pada kita sekarang ini dari sinar matahari adalah cahaya dari matahari 8 detik yang lalu. Andaikan, sekali lagi andaikan matahari padam, kita punya waktu 8 detik untuk berkemas-kemas (just kidding…).
Jika 1 AU adalah jarak bumi dan matahari, maka jarak terjauh planet dalam tata surya adalah 30 AU yaitu jarak matahari ke planet Neptunus, planet terluar. Dan bumi kita yang berada dalam sistem tata surya (solar system) ini berada di dalam Galaksi Bima Sakti atau dalam Bahasa Inggris disebut Milky Way bersama dengan jutaan sistem bintang yang lain (matahari adalah sebuah bintang). Galaksi Bima Sakti sendiri luas dari ujung ke ujungnya dihitung sejauh 100.000 tahun cahaya dengan ketebalan 2.000 tahun cahaya. Tata surya kita pun bukan berada di tengah-tengah pusat galaksi karena pusat galaksi Bima Sakti berupa lubang hitam (black hole) yang kalau kita dekat-dekat dengannya bisa ditelan masuk ke dalamnya.
Membayangkan galaksi kita sendiri saja sudah susah kita menghitung jarak dan luasnya. Namun, tentu tidak bagi para astronom karena pekerjaan mereka adalah mengamati kosmos. Nah, menurut mereka, galaksi kita Bima Sakti ini bersama sekitar 100.000-an galaksi lain ada pada satu cluster bernama Super Cluster Laniakea (mirip klaster di perumahan ya). Di dalam klaster tersebut galaksi Bima Sakti hanyalah sebuah titik saja.
Ada banyak cluster dan tentu ribuan bahkan jutaan galaksi di alam semesta ini. Dengan teleskop ruang angkasa Hubble (HST) yang sudah mengangkasa sejak tahun 1990 (tidak lagi ditanam di bumi karena banyak noise kalau kita melihat ke langit), katanya, alam semesta yang dapat diamati seluas 93 milyar tahun cahaya. Tentu itu bukan luas alam semesta, tapi luas alam yang sanggup diobservasi oleh manusia. Seberapa luas lagi alam semesta itu, wallahu a’lam.
Sudah seluas itu pun kita tahu bahwa alam ini terus berkembang meluas. Teori expanding universe di mana jarak antar galaksi saling menjauh sebanding dengan jaraknya, yang ditemukan Edwin Hubble tahun 1929 berkesesuaian dengan ayat al-Quran di mana Allah meluaskan alam semesta ini. Allah berfirman, “Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (QS Adz-Dzariat : 47)
Sekarang kita bisa membayangkan betapa besar dan luas alam semesta ini, walaupun pengetahuan itu masih terus berkembang. Dan kita mendapatkan keterangan dari al-Quran bahwa Allah menciptakan tujuh lapis langit dan alam semesta yang diamati manusia ini baru langit pertama alias langit yang dekat dengan bumi. Allah berfirman, “Dan sungguh Kami hiasi langit dunia dengan bintang-bintang….” (QS al-Mulk: 5) Semua ahli tafsir sepakat bahwa langit dunia adalah langit yang paling dekat yaitu langit pertama. Artinya, sepanjang masih ada bintang, itulah langit pertama.
Imam Ghazali (?) menyatakan bahwa luas langit pertama dibanding tujuh langit lainnya bagaikan sebuah cincin yang kita lempar ke padang pasir. Cincin itu adalah semesta langit pertama dan padang pasir itulah seluruhan alam. Subhanallah Allahu Akbar, Maha Suci dan Maha Besar Allah.
Semua yang dibahas di atas adalah alam makrokosmos dan belum alam mikrokosmos. Pembahasan alam mikrokosmos tidak kalah luas lagi. Tapi mungkin lain kali kita bahas.
Jika kita mengetahui hal itu, tidak ada kata lain kecuali kita mengucap subhanallah, Allahu akbar. “Rabbana maa khalaqta hadza bathila. Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia…” (QS Ali Imran: 191)
Semoga dengan mengetahui betapa luasnya alam semesta yang menunjuk kepada keberadaan Tuhan, kita makin mantap dalam menyatakan kalimat “Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, wa lillahil hamd.”
Dr. Ir. Budi Handrianto
Dosen Pasca Sarjana UIKA Bogor