Wartapilihan.com, Jakarta – Mewakili para Ulama dan Habaib, Panglima Pemantau Pilkada Dr. Eggi Sudjana bersama sejumlah pimpinan Ormas Islam melakukan audiensi dengan Ketua KPUD DKI Sumarno di kantor KPUD DKI Jl Salemba Raya, Jakarta Pusat, Rabu (12/4).
Menurut Eggi, kedatangannya bersama rombongan, untuk meminta KPUD DKI bersikap tegas dengan memberlakukan aturan yang ketat dalam Pilkada DKI putaran kedua nanti. Hal tersebut, untuk menghindari berbagai upaya kecurangan.
“Pertama, kita minta harus ada aturan yang tidak cukup hanya menggunakan KTP untuk mencoblos. Hal itu karena ada peluang kecurangan dengan adanya KTP palsu. Karenanya harus ditambah Kartu Keluarga (KK) dan formulir undangan C6, bahkan harus ditambah identitas lain seperti SIM atau Paspor bagi warga yang tidak dikenal di daerahnya yang tiba-tiba muncul,” ujar Eggi kepada Warta Pilihan, Rabu (12/4).
“Kalau warga sendiri pak RT RW pasti hafal dengan warganya, nah ini yang kita khawatirkan kalau tiba-tiba ada orang gak dikenal bawa surat keterangan yang disebut suket tanpa KTP dan KK tapi boleh nyoblos. Untuk itu kita minta ada aturan yang melarang memilih kalau tidak ada KK, SIM atau Paspor disamping KTP,” tambahnya.
Kedua, lanjut Eggi, pihaknya minta diperbolehkan memantau jalannya pilkada di seluruh Tempat Pemungutan Suara (TPS). “Kita minta minimal dua orang di setiap TPS, jadi kita akan kerahkan minimal 30 ribu orang di 13 ribu TPS. Dan mungkin bisa lebih, karena dengan jaringan para Ulama Habaib dan ormas Islam akan banyak relawan yang siap menjadi pengawas dan kita harapkan ini bisa termobilisasi dengan sebaik mungkin,” ujarnya.
Eggi melanjutkan, bahwa peluang kecurangan itu ada. “Indikasinya mereka sudah melakukan ‘invasi’, artinya semua elemen itu digunakan untuk mendukung Ahok mulai dari intelijen, pemerintah yaitu mulai dari Presiden sampai RT/RW dan juga adanya relawan bayaran. Karena itu, kita sesama umat Islam harus tampil untuk membantu. Ini bagian dari keprihatinan kita semua,” ungkapnya.
Jadi, kata Eggi, dengan adanya invasi tersebut, jika seandainya mereka menang, maka KPU jangan langsung mengumumkan sampai dicek dulu setiap kecurangan yang ada. “Ada waktu selama satu bulan hingga perhitungan akhir, itu jangan diumumkan sampai diusut setiap kecurangan. Dan kita tidak mau lagi ke MK untuk mengurus masalah ini, pengalaman waktu Pilpres lalu, satu bukti pun ditolak oleh mereka, jadi kita tidak percaya lagi,” tuturnya.
“Jadi kita berasumsi kuat, kalau umat Islam kalah itu pasti dicurangi,” tambah Eggi.
Meski demikian, Eggi yakin jika pemilu dilakukan secara jujur maka pasangan Muslim akan memenangi Pilkada DKI. “Karena kalau menurut teori demokrasi, kita ini umat Islam 80 persen di Jakarta, kalau mereka gabung semua itu cuma 15 persen, sulit kemungkinannya yang 15 persen mengalahkan yang 80 persen,” ungkapnya.
“Tetapi kita tidak dalam konteks membela Anies-Sandi, tapi lebih kepada kondisional umat Islamnya. Jadi secara garis tegas, ini pertarungan antara muslim dan kafir, maka kalau sampai muslim kalah kita merasa dilecehkan dan dizalimi,” tandasnya. |
Reporter : Syaiful