Agar Parcel Tetap Mulia

by

Sebagian orang mengatakan cinta, selamat, atau hormat dengan bingkisan Lebaran. Mengapa budaya parcel musti dicurigai?

Wartapilihan.com, Jakarta – Rasanya aneh, ya, Lebaran kok tanpa parcel. Sebab, sudah bertahun-tahun parcel Idul Fitri membudaya. Misalnya yang dikirim dari pengusaha ke pejabat, atau dari pejabat ke pejabat atasannya.

Tak hanya di kalangan pejabat dan pelaku bisnis, dalam bentuk yang lebih sederhana pun parcel sudah jadi kebiasaan di kalangan rakyat jelata. Orang Betawi misalnya, saling kirim dodol buatan sendiri setiap jelang Lebaran. Sebagian suku Jawa juga punya adat saling punjung di hari fitri.

Lantas, mengapa sejak beberapa tahun lalu, pemerintah melarang aparatnya menerima bingkisan Lebaran?

Termasuk Korupsi

Pemberian hadiah, hibah, atau bentuk lainnya kepada pejabat atau orang yang mempunyai kekuasaan struktural, sudah lama digolongkan sebagai tindak korupsi. Yaitu, menurut UU No. 31/1999 pasal 13:

“Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut….”

Hadiah, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti ‘’pemberian kenang-kenangan atau ganjaran karena memenangkan sesuatu pertandingan’’. Sedangkan menurut Yurisprudensi Hoge Raad 26 April 1916, hadiah yang tergolong korupsi “Meliputi setiap penyerahan barang sesuatu yang untuk orang lain mempunyai nilai….”

Rasulullah Saw berkata, “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap”(HR. Abu Dawud). Tentang hadiah kepada pejabat negara, Rasul mengingatkan, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur” (HR. Imam Akmad). Pada riwayat lain hadiah itu disebut ghulul (perbuatan curang).

Nabi Muhamamd menegaskan, “Demi Allah, siapa pun diantara kalian yang mengambil sesuatu tanpa hak, maka pada hari kiamat akan menghadap Allah sambil membawa apa yang diambilnya.’’ Pada kesempatan lain, Rasul menandaskan, “Siapa yang kami beri tugas melakukan pekerjaan dan kepadanya telah kami berikan rizki (gaji), maka yang diambil olehnya selain itu adalah kecurangan (ghululun)” (HR.Abu Dawud).

Konten dan Kadaluwarsa

Tapi, bahaya parcel tak hanya mengancam pejabat. Parcel buat kita yang rakyat biasa, masalahnya bukanlah apakah bingkisan itu suap atau tidak. Tapi, apakah isinya yang kebanyakan makanan dan minuman itu halal dan thayyib.

Sebenarnya, mudah menilai kehalalan isi parcel. Sebab, pada umumnya adalah makanan atau minuman dalam kemasan yang diproduksi industri besar. Tinggal lihat saja apakah ada kode MD dan label halal serta batas kadaluwarsanya pada bungkus produk-produk tersebut. Jika terdapat label halal disertai kode registrasi MD + nomor 12 digit, artinya produk itu sudah terjamin kehalalan dan keamanannya.

Bila hanya ada kode MD, perlu dikonfirmasi ke LPPOM MUI apakah sudah mendapat sertifikat halal. Sebab, boleh jadi ia sudah mengantongi sertifikat halal tapi kemasannya masih menggunakan kemasan model lama (berlum berlabel halal).

Sebaliknya, bila hanya label halal tanpa disertai kode MD, berarti label halal ini self-claim alias mengaku-aku. Jadi, belum terjamin kehalalannya. Sedangkan bila nomor MD maupun label halal tidak ada, berarti produk ini produk ilegal. Sama sekali tidak aman untuk dikonsumsi.

Yang perlu dilihat lagi pada parcel adalah expire date alias batas waktu kadaluwarsanya. Jangan mengonsumsi produk kadaluwarsa karena berbahaya buat kesehatan, seperti menyebabkan keracunan. (redaksi)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *