Istisqa ada tiga macam dan bisa dilakukan secara nasional sebagai gerakan solidaritas. Apa syaratnya agar terkabul?
Istisqa adalah shalat yang dilaksanakan pada musim kemarau saat terjadinya kekeringan di suatu daerah dan bertujuan meminta kepada Allah SWT miturunkan hujan dan rahmat-Nya sehingga daerah itu subur kembali.
Hukum shalat istisqa sunnah muakkadah bagi yang terkena musibah kekeringan dan krisis air untuk kebutuhan sehari-hari.
Shalat istisqa dianjurkan juga bagi kaum muslimin lainnya yang masih mendapatkan air, sebagai bentuk solidaritas tinggi dan tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.

Istisqa ada tiga macam, yaitu:
Pertama, istisqa paling ringan, yaitu doa tanpa shalat dan tidak harus dilakukan setelah shalat di masjid. Dan sebaiknya dilakukan oleh pemimpin atau pejabat yang adil, atau tokoh-tokoh ulama atau orang-orang shalih.
Kedua, istisqa medium, yaitu doa setelah shalat Jum’at atau shalat lainnya, ketika khutbah Jum’at, atau khutbah pada acara yang lain. Hadits dari Anas bin Malik radiallahu’anhu menyebutkan bahwa ada seorang lelaki pada hari Jum’at masuk dari pintu menuju mimbar, sedang Rasulullah saw berkhutbah. Dia menemui Rasul saw sambil berdiri dan berkata: wahai Rasulullah saw telah musnah binatang ternak dan sumber mata air sudah tidak mengalir. Mohonlah pada Allah agar menurunkan air untuk kami.
Berkata Anas: Maka Rasulullah saw mengangkat kedua tangan ke langit dan berdoa: Ya Allah turunkan bagi kami hujan 3x. Berkata Anas radialahu’anhu. Demi Allah pada saat kami tidak melihat di langit mendung, gumpalan awan atau apapun. Dan di antara rumah kami dan gunung tidak ada penghalang untuk melihatnya”.
Maka muncullah di belakangnya mendung seperti lingkaran. Dan ketika sampai di tengah, menyebar dan turunlah hujan.” Anas RA berkata: “Maka kami tidak melihat matahari selama enam hari”. Kemudian muncul lagi lelaki tersebut dari arah pintu yang sama pada Jum’at sesudahnya dan Rasul saw sedang khutbah. Dia menghadap Rasul saw sambil berdiri dan berkata: “Wahai Rasulullah saw harta-harta hancur dan sungai-sungai penuh, berdoalah kepada Allah agar menghentikannya. Maka Rasulullah saw mengangkat tangan dan berdoa Ya Allah berilah hujan sekeliling kami bukan adzab bagi kami, jatuh pada tanah, gunung-gunung, pegunungan, bukit-bukit, danau- danau dan tempat tumbuh pepohonan” (HR Bukhari).
Ketiga, istisqa paling utama adalah didahului shalat dua rakaat dan dua khutbah. Dilakukan oleh kaum muslimin di daerah yang dilanda kemarau yang berkepanjangan, baik musafir atau muqim, penduduk kampung atau kota, dan dapat dilakukan di masjid atau afdolnya di lapangan terbuka.
Jika istisqa hanya berupa doa, maka dapat dilakukan kapan saja, dan lebih baik jika dilakukan saat khutbah Jum’at. Jika doa dan shalat maka dapat dilakukan kapan saja, tapi jangan dilakukan pada waktu yang dimakruhkan shalat. Saat yang utama adalah pada waktu Dhuha sampai Zhuhur sebagaimana shalat Id.
Adapun syarat dan adab-adab shalat istisqa sebagai berikut:
1. Memperbanyak istighfar dan taubat di hari-hari sebelumnya.
2. Menghindari perbuatan zhalim dan mengembalikan hak-hak orang yang terzhalimi.
3. Didahului dengan berpuasa tiga hari, dan di hari pelaksanaannya dianjurkan puasa bagi pemimpin maupun rakyat.
4. Memperbanyak sedekah.
5. Disunnahkan sebelumnya bersuci atau mandi, bersiwak, memakai baju yang sederhana, dan bagi kaum wanita tidk memakai perhiasan dan wangi-wangian.
6. Berangkat ke tempat pelaksanaan shalat istisqa dalam keadaan tawadhu, khusyu’, dan hanya berharap pada Allah SWT.
7. Shalat istisqa dimimpin oleh pemimpin negara atau daetah yang adil. Bersabda Nabi saw: “Ada tiga orang yang doanya tidak ditolak; Pemimpin yang adil, orang yang berpuasa sampai dia berbuka, dan doa orang yang didzalimi, Allah angkat di atas awan pada hari kiamat” (Hadis ini dinilai hasan oleh Imam Tirmidzi dan Hafidz Ibnu Hajar dalam Talkhis Al-Habir, 2/96).
Jika dipimpin atau diadakan di negeri atau daerah yang dipimpin oleh pemimpin zhalim, maka doanya tidak diterima oleh Allah SWT dan tentu tifak akan di turunkan air hujan di negeri dan daerah tersebut.
Ketika Sayyidina Umar bin Khattab ra menjabat khalifah, saat itu pemimpin wilayah/ Gubernur Mesir, Amr bin Ash, mengadu tentang musim paceklik hebat dan berkepanjangan yang menimpa kaum Muslimin di negeri itu. Sungai Nil yang menjadi sumber penghidupan rakyat banyak tak lagi mengalirkan air.
Lalu Sayyidina Umar memanggil Amr bin Ash untuk datang ke Madinah. Sang Khalifah lalu berkata, “Wahai Amr bin Ash bawalah suratku ini lalu lemparkan ke Sungai Nil!” Isi surat itu berupa doa Sang Khalifah.
Dalam surat itu, Umar yang dikenal sebagai pemimpin yang adil memanjatkan doa, “Wahai sungai, engkau adalah makhluk Allah yang diciptakan oleh-Nya untuk menolong hamba-Nya yang lain, jika engkau adalah makhluk ciptaan Allah bantulah hamba-hamba Allah dan mengalirlah engkau!” Sejak saat itu Sungai Nil tidak pernah lagi mengalami kekeringan.
Doa pemimpin adil seperti Amirul mukminin Sayyidina Umar bin Al Khaththab radiallahu’anu diterima dan diridhoi oleh Allah SWT. Ini adalah syarat utama diterimanya doa pejabat dan masyarakat kaum muslimin yang sedang melakukan shalat istisqa.
Wallahu a’lam.
Abi Nya Shalah