Pasca beredarnya wacana pemerintah mewajibkan zakat profesi sebanyak 2,5 persen kepada para ASN, banyak pihak yang pro dan juga kontra, bahkan menganggap ini sebagai isu politis. Bagaimana tanggapan BAZNAS?
Wartapilihan.com, Jakarta –-Irfan Syauqi Beik selaku Direktur Pusat Kajian Strategi Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menyayangkan jika upaya pewajiban zakat oleh pemerintah ini dijadikan isu politik. Pasalnya, hal ini justru merupakan upaya agar masyarakat dapat menunaikan kewajiban zakat dengan baik.
“Orang shalat oke, puasa oke, haji ok bahkan berkali-kali, tapi giliran berbagi tidak semua mau. Ini tugas kita supaya rukun Islam bisa kita tegakkan dengan baik, terutama karena zakat punya implikasi dan potensi yang besar,” kata Irfan, ketika dihubungi oleh Warta Pilihan (wartapilihan.com), Jum’at, (9/2/2018).
Menurut dia, isu politis seperti ini memang tidak bisa dihindari. Namun, ia menekankan, prinsip dalam dakwah adalah membaca setiap peluang kebaikan dan memanfaatkannya secara optimal.
“Jangan sampai kemudian isu politik mengalahkan upaya kita untuk menegakkan syariat zakat. Umat harus bisa memilah mana area yang kita perlu diberikan dorongan supaya bisa betul-betul dieksekusi. Kita gak usah berandai-andai harus menunggu 2019 dulu, kalau ada peluang baik hari ini ya kita dorong dan kita dukung,” tekan Irfan.
Ia pun mengungkapkan, sebetulnya sebelum ada Peraturan Presiden ini telah diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) nomor 3 tahun 2014.
“Di dalam Inpres ini telah diatur, dimana semua PNS, BUMN, BUMD, TNI dan Polri berzakatnya lewat BAZNAS, tapi inpres ini kurang efektif sehingga kita perluas menjadi Perpres,” terang dia.
Upaya pengesahan kewajiban zakat dalam bentuk Perpres ini, lanjut Irfan tak lain sebagai upaya untuk mengoptimalkan potensi zakat yang besar. “Pada fase ini tentu sebagai tahap awal untuk PNS dulu. Nanti harapan kita setelah ASN, masyarakat secara umum,” tuturnya.
Ia pun menjelaskan lagi, pola kewajiban menganggarkan untuk zakat ini sebetulnya telah diterapkan di beberapa perusahaan anak BUMN. “Memang pasti ada gejolak, tinggal bagaimana kita mensosialisasikan, melakukan edukasi tentang pentingnya zakat. Tapi itu hanya di awal ramenya, begitu sudah berjalan seperti biasa,”
Irfan merasa penting untuk melakukan terobosan dari sisi regulasi oleh pasal melihat bahwa zakat sebagai kewajiban agama yang mesti dilaksanakan.
“Kalau mau ideal membutuhkan campur tangan kekuasaan, karena di Qur’an sendiri jadi Amil yang dimaksud memang di-backup oleh kewenangan dan kekuasaan, sehingga bisa berfungsi untuk mengambil zakat dari masyarakat.
Sebenarnya ini sesuatu yang baik, tinggal nanti pada sisi prakteknya kita berharap bahwa penerapan peraturan itu nanti juga tidak boleh bertentangan dengan syariah,” tukas dia.
Kendati ASN ataupun PNS wajib mengeluarkan zakatnya, itu pun mesti di atas nishab, ia mengatakan. “Kalaupun di bawah nishab (penghasilan PNS), bisa mengeluarkan dana untuk infaq dan shodaqoh. Jadi intinya untuk kita mengoptimalkan potensi yang ada,” tandasnya.
Adapun Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang beberapa waktu lalu mengatakan belum diajak musyawarah oleh Kementerian Agama maupun BAZNAS, Irfan menanggapi hal ini perlu untuk dikomunikasikan lagi secara baik-baik.
“Saya kira perlu dikomunikasikan dengan baik, MUI sudah mengeluarkan fatwa tentang zakat, tentang penghasilan, saya kira dapat menjadi referensi. Tapi Memang saya berharap ada Komunikasi yg lebih baik, antara pimpinan BAZNAS dan juga MUI, supaya MUI merasa dilibatkan,”
Maka dari itu, ia berharap Perpres ini dapat direalisasikan dan dieksekusi dengan baik sehingga dapat diputuskan menjadi resmi. Ia menekankan, penting regulasi dari negara agar mengeluarkan zakat lebih efektif.
“Selama ini wajib dari sisi agama, bukan sisi negara. Kita berharap dari sisi negara bisa menjadi wajib. Walau untuk ke arah situ, Maka kita harus mengubah UU nya, saya kira itu satu hal yang baik,” tuturnya.
Dosen Ekonomi Islam IPB ini juga berharap, zakat dapat menjadi instrumen pengurang pajak. Pasalnya, ia melihat zakat selama ini baru jadi pengurang pendapatan kena pajak. “Ke depan bisa mengurangi pajak secara langsung sehingga mendorong orang untuk menunaikan zakat lebih besar lagi,”
Zakat menurutnya juga bisa jadi alternatif sumber pendapatan negara, tetapi dengan catatan ketentuannya tidak boleh sama dengan pajak dan hibah. “Tentu (zakat) beda dengan peraturan yang lain. Kalau pajak kan baru bisa masuk ke negara, baru bisa dikeluarkan tahun depan. Kalau zakat nggak bisa, kalau dimasukan sekarang yah harus segera dikeluarkan,” pungkasnya.
Eveline Ramadhini