WISATA SYARIAH, Raksasa yang Masih Tertidur

by

Ada dua pendekatan wisata syariah yang selama ini berkembang. Pertama, adalah tujuan wisata yang bernuansa religius keislaman, seperti Makam para Sunan, Masjid bersejaran dan situs-situs yang memiliki nilai sejarah keislaman. Kedua, adalah tujuan wisata umum, seperti pemandangan alam atau budaya khas setempat, yang dikemas dan ditangani sedemikian rupa, sehingga membuat nyaman secara batin bagi wisatawan muslim.

Wartapilihan.com, Jakarta— Pendekatan berbeda ini yang sering menimbulkan miss persepsi di kalangan masyarakat, sehingga di daerah tertentu sampai ada penolakan terhadap wisata syariah. Misalnya di Bali dan Sumatera Utara (Karo) yang sebagian masyarakatnya menolak program wisata syariah. Hal ini dikarenakan persepsi masyarakat terhadap wisata Syariah adalah pengertian yang pertama, sehingga mereka khawatir nilai-nilai budaya lokal mereka akan tercemar.

Sebenarnya wisata syariah bukan hal yang baru bagi masyarakat dunia. Bahkan di negara-negara non Muslim semisal Korea, Jepang dan Thailand saja sangat gencar mempromosikan wisata syariah. Tentu saja wisata syariah yang dimaksud adalah versi kedua, dimana mereka mempromosikan bahwa destinasi wisata mereka aman dan nyaman, termasuk untuk wisatawan muslim yang memiliki ekspektasi khusus menyangkut keyakinannya.

Dalam perspektif ini, wisata syariah mampu menaikkan citra negara-negara tersebut sebagai tempat yang nyaman bagi pengunjung muslim (muslim friendly destination) yang berujung pada meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan muslim. Sebagai contoh, Gangwon Korea Selatan siap menjadi destinasi wisata syariah dengan menyediakan paket wisata syariah dan fasilitas yang mendukung bagi wisatawan Muslim. Begitu juga dengan Jepang, Thailand dan negara-negara non muslim lainnya. Di negara-negara Eropa, pariwisata syariah juga berkembang dengan pesat.

Nah, bagaimana strategi Indonesia?

Indonesia dengan beragam budaya dan kekayaan alam yang luar biasa, harusnya bisa memerankan dua strategi dari dua pendekatan yang berbeda tersebut. Untuk daerah-daerah yang memiliki potensi wisata dan daya Tarik dengan kondisi masyarakat yang heterogen, pendekatan kedua perlu ditonjolkan.

Jangankan wisatawan muslim luar negeri (Arab Saudi dan negara-negara Timur Tengah lainnya). Wisatawan muslim lokal saja, Ketika pergi ke Bali, Toraja, Toba atau daerah-daerah mayoritas non muslim, masih timbul rasa was-was, apakah makanan yang disediakan Halal atau tidak? Di mana bisa menemukan tempat sholat yang bersih dan nyaman? Serta sejumlah kekhawatiran lainnya sebagai konsekuensi logis dari beragamnya makanan yang dikonsumsi masyarakat setempat serta lingkungan yang ada di daerah-daerah tersebut. Misalnya keberadaan anjing dan babi yang banyak berkeliaran di mana-mana, tentunya menimbulkan keraguan, apakah tempat yang dipakai sholat atau makanan yang disajikan bebas dari najis mugholadhoh atau tidak.

Hal ini akan terkait dengan kualitas akomodasi dan pelayanan yang diberikan selama berwisata, seperti Hotel, Restoran atau tempat makan, pemandu wisata, dan juga fasilitas pendukung seperti spa dan ruang santai lainnya. Apakah fasilitas tersebut memenuhi standar pelayanan yang berbasis pada pemenuhan kebutuhan batin wisatawan muslim atau tidak.

Banyak tempat-tempat indah di Indonesia yang memiliki daya Tarik besar bagi wisatawan lokal dan mancanegara. Namun tidak jarang wisatawan muslim yang akhirnya harus kecewa dengan kurangnya standard pelayanan yang memenuhi persyaratan syariah.

Suatu saat kolega saya dari Timur Tengah, bepergian ke Bali Bersama keluarga. Tiba di sana mereka lebih banyak hanya berdiam di hotel, karena Ketika hendak keluar, dia tidak mendapatkan fasilitas yang sesuai dengan ekspektasi mereka; makanan yang tidak jelas kehalalannya, sulit mencari tempat sholat yang bersih dan fasilitas umum yang sesuai dengan keinginannya. Bahkan Ketika berada di dalam hotel pun dia tetap was-was, karena ditemukan minuman beralkohol dan babi dalam menu-menu yang ditawarkan.

Kondisi ini tentu saja menimbulkan kekecewaan. Meskipun pemandangan alam dan budayanya sangat menarik, namun dia tidak mendapatkan kenyamanan batin selama bepergian. Hal ini sangat berkebalikan dengan pengalaman penulis Bersama wisatawan lain dari Timur Tengah yang berkunjung ke Bangkok. Di sana banyak ditemukan hotel-hotel syariah yang menyediakan pelayanan sesuai dengan standar konsumen muslim. Salah satu yang cukup terkenal adalah Al Meros. Makanannya Halal semua, pemandu wisatanya pahah kebiasaan orang Islam, sehingga mereka sudah menyiapkan paket wisata dimana Ketika tiba jadwal sholat mereka siap mengantarkan ke Masjis terdekat yang representative.

Untuk daerah-daerah yang memang memiliki situs budaya Keislaman yang tinggi, seperti Aceh, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Sumatera Barat, Makassar dan daerah-daerah lain semisal, pendekatan pertama dan kedua dapat dipadukan. Nilai budaya Islam tersebut dapat dijadikan potensi daya Tarik wisata, sementara akomodsi dan fasilitas wisata dibangun agar dapat memenuhi stadar pelayanan bagi wisatawa Muslim maupun non Muslim.

Dalam hal ini kita layak berkaca pada Turki bagaimana memanfaatkan potensi wisata religious yang ada di Istanbul dan sekitarnya. Mereka mempromosikan secara maksimal Hagia Sofia dan situs-situs lainnya sebagai daya Tarik wisata. Ujung cerita, bukan hanya muslim yang tertarik datang. Bahkan wisatawan non muslim dari seluruh penjuru dunia berama-ramai mengunjungi situs-situs tersebut.

Mengingat potensi yang sangat besar yang dimiliki Indonesia, wisata syariah ini harusnya menjadi tulang punggung pengembangan pariwisata di Indonesia. Namun sayang, raksasa itu sampai saat ini masih dibiarkan tertidur lelap. Ada sebuah hotel di Denpasar Bali, yang karena permintaan para pengunjungnya, dia sangat ingin mendapatkan sertifikat sebagai Hotel Syariah. Namun setelah ke berbagai instansi tidak mendapatkan apa yang dicari, akhirnya Hotel itu mendaatkan sertifikat sebagai Hotel Syariah dari sebuah Lembaga di Malaysia !

Sebuah ironi di negeri berpenduduk muslim terbesar dunia. Sudah saatnya pemerintah bersama stake holder segera berbenah dan bersama-sama membangun wisata syariah, sebelum semuanya terlambat.

Nur Wahid

Direktur Bidang Halal Lembaga Sertifikasi Profesi MUI

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *